Royal Miles Club
Royal Miles Club, New York.
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi dengan Sky. Ia benar-benar terlihat melupakanku--dengan sengaja. Jika ditanya seperti apa situasinya, akupun tidak mampu merangkumnya ke dalam kata-kata.
Sky terlalu sulit untuk kumengerti.
Tapi jam di tanganku sudah menunjukkan pukul delapan malam. Yang artinya, Sky seharusnya sudah berada di sini.
Ah, ya, Sky memintaku datang ke Royal Miles Club malam itu. Dan disinilah aku. Berdiri di depan sebuah club malam terbesar dan--dikenal--termewah di kota New York. Dan setelah melihatnya secara langsung, mataku pasti akan setuju untuk memercayainya.
Gedung berdominan kaca dengan tingginya--yang kurasa--mencapai dua puluh lantai menjulang di hadapanku. Dari luar, tidak banyak suara yang kudengar. Kurasa mereka menggunakan peredam suara terbaik di bagian dalam sehingga tidak mengganggu kegiatan di luar club.
Kabarnya, club malam yang sudah berdiri sejak sepuluh tahun yang lalu ini sudah menggelontorkan banyak dana untuk pembayaran pajak dan menutup mulut para petugas kepolisian kota. Menghindari mereka dari pemeriksaan minuman illegal dan transaksi narkoba.
"Carl!" Akhirnya suara yang tak asing itu terdengar juga. Dan saat aku menoleh, sosok Sky yang menggunakan dress selutut berwarna hitam itu mengejutkan indera penglihatanku. "Apa kau sudah menunggu lama?"
Aroma strawberry dan wewangian kayu khas darinya-pun langsung menyeruak masuk ke hidungku. "Kau terlambat dua menit tiga puluh detik, Sky," candaku. "Apa kau terlambat karena harus berdandan malam ini?"
Ia mendengus pendek sebelum meninju pelan lenganku. "Sudah kubilang, kita akan melakukan penyamaran dan pengintaian lagi seperti waktu itu," ucap Sky. Tapi jika aku tidak salah, ada semburat merah di kedua pipinya tadi.
Aku mengedikkan bahuku malas. "Maaf karena aku tidak sempat menyewa limosin untuk kita malam ini." Dan Sky memutar kedua bola matanya malas. "Tapi aku mulai khawatir sekarang, bagaimana caranya kita akan masuk ke sana?"
Di depan pintu masuk utama, tampak dua pria bertubuh besar berpakaian rapih yang bersiaga. Wajah mereka juga terlihat sangar dengan beberapa tattoo di bagian tubuh mereka. Aku yakin sekali, mereka berdua tak akan bersikap ramah pada tamu pemula seperti kami.
"Jangan khawatir, aku sudah menyiapkan semuanya." Belum sempat aku merespons kata-katanya, Sky tiba-tiba mendekat dan mengapit lenganku dengan tangannya. "Bersikaplah seperti tempat ini adalah rumahmu."
"Baiklah." Rumah sendiri katanya.
Kami berdua kemudian berjalan menghampiri kedua pria bertubuh besar itu dan tatapan tajam penuh curiga langsung menyambut kami di sana. Salah satu dari mereka maju selangkah untuk memberhentikan kami. "Bisa kuperiksa tiket kalian?"
Dan tanpa ragu, Sky menyodorkan dua buah tiket berwarna emas kepada pria tersebut. Darimana Sky mendapatkan tiket itu?
"Silakan masuk," kata pria itu dengan nada yang misterius.
Dan tanpa menunggu apa-apa lagi, aku dan Sky bergegas masuk ke dalam dan mulai berbaur.
Keheningan yang kudengar tadi hanya berlaku sementara, karena setelahnya hanya kebisingan yang kudengar. Suara musik dengan volume maksimal dan lampu yang terus berganti warna membuatku hampir memuntahkan isi perutku seketika. Beruntung, Sky masih memegangi lenganku.
"Apa kau baik-baik saja?" Sky terdengar cemas.
"Sepertinya aku kelelahan menjaga pria menyebalkan itu." Yang kumaksud adalah Jack. "Tapi aku baik," sambungku.
Kemudian Sky melepas tangannya dariku dan menatapku lurus-lurus. Ia mencondongkan wajahnya ke telingaku. "Kau masih ingat dengan wajah wanita itu, bukan?" Aku mengangguk cepat. "Kita berpisah di sini dan cari informasi sebanyak-banyaknya soal seseorang bernama Anna Prescott."
Aku balik mendekatkan bibirku ke telinga Sky. "Baik. Kita bertemu lagi di sini setelah dua puluh menit. Setuju?"
Sky langsung mengangguk dan berlalu meninggalkanku. Jujur saja, ia tampak sangat berbeda dengan gaun hitam itu. Aku tidak pernah melihatnya dengan penampilan seterbuka itu dan menurutku, itu cukup mengesankan.
Namun berkencan dengan Sky bukanlah tujuan awalku ke tempat ini. Aku buru-buru menepis imajinasi liarku tadi dan mengedarkan pandangan ke sekitar. Orang-orang terlihat sibuk menari di bawah lampu yang terus berputar dan aku tidak yakin apa bisa menemukan Anna di tengah keramaian malam itu.
Tapi seolah dewi fortuna sedang berpihak padaku, aku akhirnya berhasil menemukannya.
Wanita itu, Anna Prescott, wanita yang tanpa rasa malu memeluk bahkan mencium ayahku itu ada di sudut meja bar. Ia tampak menggunakan gaun berwarna ungu yang--kurasa--sama dengan gaun yang dipakainya saat bertemu ayahku di rumah sakit waktu itu.
Aku hendak mendekatinya sampai tiba-tiba ia berbalik, membelakangiku dan sepertinya ia sedang menerima telpon dari seseorang.
Penasaran, aku berpura-pura memesan minuman kepada bartender dan duduk di sebelahnya. Dan soda yang kupesan sampai beberapa menit kemudian.
Aku hendak menyemburkan minuman yang baru saja kuteguk saat kudengar wanita bernama Anna itu berseru dengan jelas di sebelahku,
"Apa maksudmu?! Kalau anak bernama Ben itu mati, nyawamu akan jadi gantinya!" []
T H E L O S T B R O T H E R
A Novel by
Nurohima
~
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro