Final Chapter - End.
Carl's POV
Akupun melangkah menaiki anak tangga di hadapanku dengan hati-hati. Aku hanya berpikir, bagaimana bisa mereka berdua membiarkanku berjalan menuju lantai dua bangunan ini sendirian--maksudku, benar-benar sendirian--sementara diriku ini takut akan banyak hal di sini.
Ketinggian, gelap, hantu. Astaga, kalau bukan karena posisi tengah berada di hadapan Sky, aku sudah pasti menolak dan lari keluar dari bangunan mengerikan itu secepatnya.
Namun hal itu urung kulakukan, karena mengingat kembali bahwa tujuan awal kami ke tempat ini adalah untuk menemukan adikku yang malang, Ben Addison.
Dan begitu aku sampai di lantai atas, sesuatu terjadi.
Stiker led bintang yang kugenggam mendadak bercahaya dengan terang, yang artinya posisi Ben tak jauh dari tempatku.
Aku-pun segera menyusuri lorong rumah sakit jiwa itu dengan waspada. Alih-alih takut pada ayahku sendiri, sepertinya rumor mengerikan yang santer beredar tentang rumah sakit jiwa ini membuat bulu kudukku berdiri lebih cepat.
Udara di tempat itu menjadi lebih dingin dari sebelumnya. Bau lembab dan apek-pun bercampur hingga hidungku tak dapat lagi menilai mana salah satu yang mendominasi.
Sampai akhirnya langkahku terhenti di depan sebuah di sebelahku. Ruangan itu tak terkunci sepenuhnya, sehingga aku dapat mengintip melalui celah pintunya yang lapuk.
Dan yang menarik perhatianku saat itu adalah mataku menemukan sebuah cahaya yang bersinar samar-samar dari dalam.
Mungkin itu Ben, pikirku saat itu.
Dan benar saja, saat aku membuka pintu itu lebih keras--karena pintunya sudah lapuk dan macet--aku langsung menemukan adikku yang malang di sana.
Ia duduk di atas sebuah kursi dengan kedua tangan terikat ke belakang.
"Ben?!" Aku menghampirinya dan langsung mendekapnya. "Ben, bangunlah!"
Perlahan, anak itu mulai mendongak dan menatapku sedih. Mulutnya dibekap lapban dan kulihat beberapa bagian wajahnya sudah lebam. Pakaiannya lusuh dengan banyak noda darah sementara kakinya tak menggunakan sepatu atau apapun.
Adikku benar-benar mengenaskan.
Aku-pun segera melepaskan ikatan yang menjerat kedua tangan dan kaki Ben hingga kulitnya kemerahan seperti itu. Untuk kemudian membawanya turun dan meninggalkan bangunan tua itu secepat yang kami bisa.
Dalam perjalananku menuju keluar, aku segera menghubungi polisi dan ambulans untuk berjaga-jaga. Dan yang kuingat, mereka berjanji akan segera mendatangi kami.
Sampai akhirnya kudengar suara benturan yang cukup keras dari pojok bangunan di lantai dasar.
"Ben, keluarlah lebih dulu dan pastikan kau bersembunyi saat ada orang mencurigakan. Ambulans dan polisi akan segera datang untukmu, mengerti?"
Aku mengatakannya dengan gerakan tubuh sebagai isyarat karena Ben tak menggunakan alat bantu dengarnya saat itu. Beruntung ia mengerti maksudku dan berusaha keluar dari bangunan tua itu dengan sisa tenaganya.
Selanjutnya yang kulakukan adalah berjalan mengendap-ngendap ke sumber suara dan berhenti di balik pintu saat mendengar suara ayahku di sana.
"Apa kau sungguh tidak ingat, Walter?" tanya ayahku diiringi tawanya yang mencemooh. "Saat aku menculik anak pembawa sial itu, kau ada di sana. Berdiri di depan rumahku seperti orang bodoh dengan sekantung pie yang kurasa sudah tak lagi hangat."
Aku-pun bersembunyi di balik tembok, seraya terus mengamati gerakan ayahku dan Sky di sana. Meski terhalang oleh cahaya yang redup, aku masih bisa melihat ayah tengah menggenggam pistol di tangannya.
"Aku ingat kau berusaha menolong anak itu dan yang kulakukan adalah membenturkan kepalamu yang rapuh ke tembok." Tawa nyaring kemudian terdengar keluar darinya. "Tidak kusangka ingatanmu menjadi lebih buruk sekarang."
"Brengs*k!" seru Sky kepada ayahku. Ia tampak tergopoh-gopoh untuk bangkit dari lantai yang dingin itu. "Kenapa kau tega melakukan ini pada anakmu sendiri?!"
Lagi-lagi ayahku hanya tertawa. Tapi sejurus kemudian, tawa itu memudar dan berganti menjadi tatapan yang mengerikan. Ia bahkan menempelkan ujung pistolnya di dahi Sky saat itu. "Karena dia hanyalah anak pembawa sial!" pekiknya penuh kebencian. "Citra yang kubangun sedemikian rupa, terhambat karena dia lahir ke dunia ini." Ayahku menggeleng cepat. "Anak cacat itu telah menghancurkan hidupku yang sempurna."
Merasa tak terima dengan ucapannya saat itu, aku-pun segera masuk ke dalam. "Hey!"
Dan pandangan keduanya beralih padaku.
Seperti sebuah kesempatan emas, Sky langsung mencuri momen sepersekian detik itu untuk mengambil alih pistol dan menodongkannya ke arah ayahku dengan berani.
Ayahku mendelik sinis pada Sky, tapi kemudian kembali padaku yang kini berada di depannya. "Apa yang kau bicarakan tentang Ben, semua salah," kataku. "Justru dialah yang menyempurnakan hidupmu selama ini."
Belum sempat ayahku menjawab, Sky langsung menarik senjata itu memukul tengkuk kepala ayahku dengan gagang pistol hingga tubuhnya merendah ke lantai. "Brengs*ek! Apa-apaan kau ini, huh?!" sahutnya pada Sky.
"Aku tidak suka jika harus berdiri dengan orang jahat sepertimu," kata Sky santai. Ia lalu menyeringai. "Silakan lanjutkan, Carl."
"Kami akan segera menangkapmu dan kau akan membayar untuk semuanya, Mr. Addison," pungkasku singkat kala itu. Mata kami bertemu, tapi yang kutemukan dalam kedua matanya hanyalah kebencian. "Mungkin akan lebih baik jika aku dan Ben tidak memiliki orang tua seperti kalian. Rumah yang kutinggali saat ini, tidak pantas lagi kusebut rumah tanpa adanya keluarga yang saling mencintai."
Tak lama, polisi segera datang dan mengepung kami.
Ayahku langsung ditangkap dan dibawa keluar dalam keadaan tangan di borgol.
Dan begitu melihat Sky, yang kulakukan saat itu adalah memeluknya dengan erat. Ia bisa saja mati beberapa waktu yang lalu saat ayahku menarik pelatuk pistolnya, bukan?
"Apa kau baik-baik saja, Sky?" tanyaku memastikan. "Mari obati lukamu."
"Tapi bagaimana dengan Jack?"
"Aku akan membantunya. Kau pergi-lah lebih dulu keluar, aku sudah menghubungi ambulans juga," ucapku berusaha menenangkannya.
Ia-pun mengangguk patuh dan tersenyum. "Baiklah. Berhati-hatilah."
Dan kakiku-pun segera melangkah meninggalkan tempat itu untuk segera menemukan Jack yang entah dibawa kemana oleh ayahku.
Kira-kira, dimana ayahku menyembunyikan pria menyebalkan itu, hm?
TAMAT
T H E L O S T B R O T H E R
Novel by
N U R O H I M A
~
Terima kasih untuk seluruh pembaca setia cerita ini.
Mohon maaf apabila endingnya menghancurkan ekspektasi kalian atau justru terlalu sama dengan ekspektasi kalian.
Jangan lupa vote dan follow akun ini yaaa biar diriku lebih semangat wkwkwk
Oh.iya. jangan lupa baca ceritaku yg judulnya The Bad Boy and His dark secret dan bantu vote ya, karena cerita itu sedang aku ikutsertkan dalam kompetisi menulis.
Sekali lagi terima kasih semuanyaaa
Jangan lupa follow novelhelloimaaa diinstagram ya buat tahu para cast dari cerita ini dan ceritaku yang lain.
Sekali lagi,
Sampai jumpa dan terima kasih.
Salam,
Penulisnya ehehe.
X
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro