Lembar 186 [Satu Episode Terakhir]
Joseon berpesta, menyambut Raja yang diakui oleh seluruh rakyat Joseon. Pada akhirnya kedamaian itu berhasil merengkuh Joseon kembali. Membawa tawa kebahagiaan dan tangis haru bagi yang pernah mendengar kisah sang Raja baru.
Hari itu, untuk kali pertama bagi Taehyung menempati singgasananya. Seulas senyum yang begitu tulus terpatri di wajah tenangnya kala kedatangannya disambut hangat oleh semua orang yang hadir di ruang pertemuan. Di samping kiri, Taehyung bisa melihat Jungkook. Di sisi kanan, Taehyung bisa melihat ibunya. Sedangkan di bawah tangga, Taehyung bisa melihat sang ayah angkat, Hwaseung, ketiga Guru Besar Gwansanggam dan juga kakeknya.
Taehyung ingin menangis. Bukan untuk kesedihan, melainkan sebuah rasa syukur atas apa yang ia dapatkan hari ini. Namun Taehyung sadar bahwa itu bukanlah waktu yang tepat untuk menangis. Hari itu Taehyung menjalankan tugasnya. Mengganti Menteri yang telah berkhianat dengan Menteri baru. Kembali menyusun pemerintahan yang sempat dikacaukan oleh Junhoo.
Hari itu pula Taehyung memberikan hukuman kepada para pengkhianat yang telah bersekutu dengan Junhoo. Namun alih-alih hukuman mati, Taehyung justru mengirim para Menteri itu ke pulau terpencil untuk menghabiskan sisa hidup mereka di pengasingan. Hal itu tentunya mendapatkan pertentangan dari banyak pihak yang mengkhawatirkan akan adanya kudeta yang kemungkinan kembali terjadi. Namun pada akhirnya Taehyung berhasil memenangkan hati semua orang, dan membuat mereka menerima keputusannya.
Setelah pertemuan berakhir, semua orang meninggalkan ruang pertemuan kecuali Menteri Park, Namgil, Hwaseung, Young In dan juga Jungkook. Dan merekalah keluarga Taehyung yang tersisa, belum termasuk sang Rubah yang tak hadir dalam pertemuan itu.
Taehyung berdiri, begitupun dengan Young In dan juga Jungkook. Pandangan Taehyung lantas terjatuh pada sang ibu dan kemudian membimbing langkahnya untuk mendekati wanita yang selalu mengkhawatirkannya setiap waktu itu. Taehyung segera memeluk Young In. Menyampaikan rasa terima kasih yang tak akan cukup meski ribuan kali lisan itu berucap.
"Kau melakukannya dengan baik, Putraku," ucap Young In, menjadi penghiburan atas ruang kosong yang tercipta di sudut hati Taehyung.
Taehyung kemudian berucap, "mohon ingatkan aku jika kelak aku melakukan kesalahan, Eommoni."
"Itu pasti, kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun."
Taehyung melepaskan pelukannya, namun tetap menahan telapak tangan kanan Young In. Seulas senyum tercipta di wajah rupawan Taehyung.
"Aku harus pergi sekarang."
Young In mengangguk dan genggaman tangan itu lantas terlepas. Taehyung menghampiri Jungkook dengan garis senyum yang masih ia pertahankan. Tepat setelah menjangkau tempat Jungkook, tangan kanan Taehyung terangkat untuk memberikan tepukan ringan pada puncak kepala pemuda yang kini memberikannya seulas senyum lebar itu.
"Terima kasih, Jungkook."
"Hyeongnim—" Jungkook segera menutup mulutnya sendiri ketika menyadari kesalahannya. Pemuda itu kemudian segera membenarkan panggilannya terhadap Taehyung, "maksudku, Yang Mulia tidak perlu berterima kasih padaku. Akulah yang harus berterima kasih pada Yang Mulia."
Garis senyum Taehyung sedikit mengembang. "Tidak apa-apa, aku lebih suka panggilan pertamamu."
"Tapi bagaimanapun juga itu menyalahi aturan. Aku ... akan bertindak lebih sopan lagi di hadapan Yang Mulia."
"Ikutlah denganku, ada hal yang ingin kubicarakan denganmu."
Jungkook mengangguk dan dengan langkah yang ringan, pemuda itu mengikuti Taehyung. Menyisakan Hwaseung dan para tetua yang masih berada di sana.
Menteri Park lantas menaruh perhatiannya pada Namgil dan juga Hwaseung. "Aku merasa sangat bersyukur melihat Tuan Ungeom bisa kembali bergabung bersama kami di sini."
"Sambutan itu terlalu manis untukku," balas Namgil. Tak terlalu formal namun juga tak sesantai biasanya.
Young In kemudian menuruni anak tangga dan ikut bergabung. Membuat ketiga pria di sana sejenak menundukkan kepala mereka. Young In tersenyum lembut, namun dengan penyesalan yang masih tersisa ketika bayangan akan insiden di masa lalu kembali mengisi ingatannya.
Namgil kemudian berbicara, "jika Ibu Suri datang untuk meminta maaf. Aku tidak akan menerimanya."
Hwaseung menatap tajam pada sang ayah, sedangkan Young In justru tersenyum lebih lebar. Tanpa diucapkan sekalipun, Namgil telah bisa membaca apa yang saat ini dipikirkan oleh Young In.
Young In kemudian berucap, "kalau begitu aku hanya akan mengucapkan terima kasih. Aku mendengar bahwa Baginda Raja adalah putra angkatmu ... sudah merawat putraku dengan baik, aku benar-benar berterima kasih padamu."
Namgil mengalihkan pandangannya dan bergumam sembari menggaruk bagian samping lehernya, "aku tidak merasa pernah merawat anak itu. Dia sudah tua, untuk apa aku merawatnya lagi?"
Hwaseung mengatup rapatkan mulutnya, merutuki ucapan sang ayah yang kembali pada sifat tidak tahu dirinya. Hwaseung kemudian menginjak kaki Namgil dan membuat pria itu sedikit tersentak. Menatap tak terima.
"Kau sudah bosan hidup?!" gertak Namgil.
"Jaga sikap Abeoji," gumam Hwaseung penuh penekanan. Namun hal itu justru membuat Young In dan Menteri Park tersenyum lebar.
Menteri Park lantas berucap, "Tuan Ungeom tidak banyak berubah, masih sama seperti yang dulu."
Hwaseung turut menyahut, "semakin tua orang ini semakin menyebalkan. Aku bahkan sempat ragu jika dia adalah ayahku."
Namgil memberikan tatapan peringatan, namun Hwaseung justru mengacuhkannya. Dan saat itu menjadi kali pertama bagi Young In dan Namgil saling berbicara setelah waktu yang cukup lama. Sebuah perbincangan hangat yang berjalan dengan singkat namun mampu sedikit menyembuhkan hati yang menyimpan luka.
Taehyung dan Jungkook berdiri di tepi kolam ikan yang sering dikunjungi oleh mendiang ayah mereka. Setelah Taehyung tak kunjung bicara, Jungkook pun memberanikan diri untuk menegur.
"Yang Mulia ..." sebuah teguran canggung yang kemudian menarik perhatian Taehyung.
Taehyung menyahut, "Hyeongnim, panggil aku seperti itu."
Jungkook menggeleng. Meski pemuda itu ingin, namun ia sadar bahwa ia tidak bisa lagi melakukan hal sederhana itu.
"Kemarin adalah terakhir kali aku memanggil Yang Mulia dengan sebutan itu."
Taehyung mengulas senyumnya. "Jika itu sudah menjadi keputusanmu, aku akan menerimanya ... apa yang ingin kau katakan?"
"Yang Mulia mengatakan ada hal yang ingin Yang Mulia katakan padaku."
Taehyung tampak mempertimbangkan sesuatu sebelum kembali berbicara. "Aku tidak yakin jika kau akan menerimanya."
"Memangnya apa yang ingin Yang Mulia katakan?"
"Pernikahan keluarga kerajaan, bagaimana menurutmu?"
"Yang Mulia ingin menikah?"
"Bukan aku."
"Lalu?"
"Kau."
"Eh?" Jungkook tampak terkejut. "Aku?"
Taehyung mengangguk. "Jika kau setuju, aku akan segera menyusun rencana dengan pada tetua."
Jungkook terlihat bingung. "Kenapa harus aku? Dengan siapa aku akan menikah?"
"Kau bisa mencarinya sendiri, aku memberikan kebebasan untukmu. Keluarlah dari istana dan temuilah gadis yang kau sukai."
"Tapi ... kenapa harus terburu-buru? Bukankah Hwaseung Hyeongnim, Changkyun dan juga Yang Mulia belum menikah ... di antara kalian, akulah yang paling muda."
Taehyung memegang bahu Jungkook. "Sebagai seorang kakak, aku ingin melihatmu bahagia. Pernikahan bukanlah sesuatu yang buruk."
"Bagaimana dengan Yang Mulia?"
"Aku?" Taehyung menarik tangannya. Kembali menghadap kolam, Taehyung menjatuhkan pandangannya pada permukaan air.
Dengan penuh ketenangan ia berucap, "tentu saja ..." lisan itu menolak untuk mengungkapkan kebenaran. Memilih hati yang lebih pantas untuk mengatakan niatannya.
"... aku tidak akan menikahi gadis manapun."
"Yang Mulia sudah menemukan gadis itu?"
Dengan seulas senyum tipis Taehyung menjawab, "sudah, sejak jauh-jauh hari."
"Kalau begitu, akan lebih baik jika Yang Mulia menikah lebih dulu."
Taehyung tertawa pelan, menutupi luka hati yang perlahan terbuka ketika perasaan itu masih sepenuhnya tertuju pada Hwagoon. Seorang gadis yang tak lagi mampu ia rengkuh.
"Kenapa Yang Mulia tertawa?"
"Tidak. Sekarang, pergilah dan temua kasim Cha. Sepertinya dia sudah menunggumu."
Jungkook sebenarnya tak rela. Namun pada akhirnya pemuda itu pergi karena mengerti bahwa mungkin saja Taehyung membutuhkan waktu untuk sendiri.
Setelah kepergian Jungkook, ketenangan itu hanya dimiliki oleh Taehyung seorang diri. Semakin tenggelam dalam perasaan yang tak sanggup lagi ia rengkuh, Taehyung memaksakan diri untuk tersenyum.
Lisan itu kemudian bersedia menyampaikan sedikit isi hatinya pada udara yang berputar di sekitarnya, "tidak ada yang harus kau sesali. Aku sudah cukup bahagia dengan hanya mencintaimu seperti ini ... suatu hari nanti, akan tiba saatnya kita bertemu kembali. Aku akan selalu menantikan hari itu terjadi, Agassi ..."
Menyelesaikan tugasnya, Changkyun memasuki perpustakaan dan bertemu dengan kasim Seo yang saat itu tengah merapikan buku. Kasim Seo meyisihkan pekerjaannya untuk sejenak memberikan sambutan pada pemuda itu.
"Pangeran di sini?"
Taehyung yang mendengar hal itu tampak mempertimbangkan sesuatu sebelum melipat kedua tangannya di atas meja dan kemudian menaruh kepalanya. Membiarkan kelopak matanya terpejam.
"Yang Mulia?" kalimat tanya itu terlontar dari mulut Changkyun.
"Yang Mulia sedang membaca buku di dalam."
Changkyun kemudian meninggalkan kasim Seo yang kemudian kembali pada pekerjaannya. Berjalan lebih masuk, Changkyun menemukan Taehyung yang tertidur di meja belajar. Atau lebih tepatnya pura-pura tidur dan berhasil membohongi sang Rubah.
Changkyun berhenti di samping meja, memperhatikan wajah tenang Taehyung yang sudah lama tak ia lihat. Perhatian Changkyun teralihkan oleh sinar matahari yang mengenai wajah Taehyung. Pandangan pemuda itu mengikuti arah cahaya datang dan menemukan bahwa cahaya itu masuk melalui celah-celah kecil yang berada pada jendela.
Changkyun kemudian bergeser, menggunakan tubuhnya untuk menghalangi sinar matahari agar tak menganggu tidur Taehyung. Taehyung yang menyadari hal itu lantas tersenyum tipis. Tak ingin mengakhiri sandiwaranya dengan cepat karena ia ingin tahu seberapa lama Changkyun bisa bertahan.
Kasim Seo yang sempat melihat keduanya lantas tersenyum. Merasakan kebahagiaan setelah terpuruk sekian lama ketika menyaksikan dua pemuda itu kembali ke sediakala.
Changkyun sama sekali tak berpindah dari tempatnya, hingga pada akhirnya Taehyung menyerah. Membiarkan dagunya menempel pada lengan, Taehyung mempertemukan pandangannya dengan Changkyun yang tetap berwajah datar.
Taehyung kemudian menegur, "sampai kapan kau akan berdiri di situ?"
"Apakah hamba mengganggu tidur Yang Mulia?"
Taehyung menggeleng. "Aku merasa terlalu baik untuk tidur sesore ini ... kau sudah selesai?"
"Persiapan sudah selesai dilakukan."
"Hoseok Hyeongnim ikut bersamamu?"
Changkyun mengangguk. Sebelumnya Changkyun tidak mengikuti pertemuan karena mengurus para pengkhianat yang akan dikirim ke pengasingan bersama Hoseok. Dan kedatangan Changkyun ke sana adalah untuk berpamitan.
"Kau tidak perlu pergi, tinggallah di sini dan temani aku."
"Hamba menganggap hal ini sebagai tugas, hamba tidak bisa kembali ke sisi Yang Mulia sebelum tugas hamba selesai."
Taehyung tersenyum lembut. "Baiklah, jika itu sudah menjadi keputusanmu. Tapi sebelum itu, ada hal yang ingin kutanyakan padamu."
"Yang Mulia bisa mengatakannya sekarang."
"Kau masih ingin menjadi Ungeom?"
Changkyun terdiam selama beberapa detik sebelum sebuah pertanyaan tersampaikan pada Taehyung. "Bisakah seorang Pangeran menjadi Ungeom?"
"Tidak bisa."
"Meski tanpa menjadi Ungeom sekalipun, hamba bisa tetap melindungi Yang Mulia."
Taehyung tersenyum dengan lebih lebar. Sang Raja lantas berdiri, menghampiri Changkyun dan kemudian memeluk pemuda itu. Bukan sebagai seorang Raja ataupun tuan, melainkan sebagai seorang kakak. Namun apapun yang terjadi, si Rubah akan tetap menganggap pemuda itu sebagai tuan yang harus ia jaga selama napas itu masih bersedia memberikan kehidupan.
Seperti yang sudah-sudah, pelukan sepihak itu tak mendapatkan balasan. Namun meski begitu, hal itu bukanlah masalah bagi Taehyung.
Taehyung kemudian berucap, "aku tidak akan mengulangi kesalahanku lagi. Maafkan aku ... Rubah kecilku."
Changkyun menyahut, "Yang Mulia."
"Kenapa?"
"Hamba sudah besar sekarang."
Taehyung tertawa, namun menangis dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan kasim Seo yang melihat hal itu benar-benar menangis dan memutuskan untuk pergi dari sana.
"Meski kau lebih besar dariku, aku akan memandangmu sebagai Rubah kecil. Tetaplah menjadi orang yang kukenal, Kim Changkyun."
Selesai ditulis : 31.08.2020
Dipubliksikan : 31.08.2020
Sudah satu episode terakhir, berarti sudah Kkeuttttttt🥳🥳🥳🥳
Happy, kan🤭🤭🤭
Nanti akan ada pengumuman yang berhubungan dengan book ini di bagian ucapan terima kasih. Bagi yang ingin tahu jangan di-skip, tapi bukan versi cetak loh, ya. Saya belum bisa mengantar mereka ke sana🤣🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro