Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 183 [Empat Episode Terakhir]

    Changkyun kembali ke istana dengan membawa Hwaseung bersamanya. Memasuki paviliun Baginda Raja, kedatangan Changkyun segera di sambut oleh kasim Seo dan juga kasim Cha yang berdiri tidak jauh dari pintu masuk.

    "Pangeran, Pangeran sudah kembali?"

    "Di mana Baginda Raja?"

    "Baginda Raja berada di dalam bersama ketiga Guru Besar Gwansanggam."

    Tanpa mengucapkan apapun, Changkyun melewati kedua kasim itu bersama Hwaseung yang tetap berjalan di belakangnya. Membuat kedua kasim itu bertanya-tanya tentang sosok pemuda asing itu.

    Kasim Cha bergumam, "pemuda yang ikut bersama Pangeran Changkyun, siapa dia? Kenapa wajahnya sangat mirip dengan Pangeran Changkyun?"

    "Jangan asal bicara," tegur kasim Seo dan kedua kasim itu lantas kembali ke tempat semula.

    Membuka pintu sebuah ruangan, Changkyun segera menjadi pusat perhatian dari keempat orang yang berada di dalam ruangan itu. Jungkook segera berdiri dan menghampirinya.

    "Kau kembali?"

    "Ketua Kim menyuruh hamba kemari."

    "Bagaimana keadaannya?"

    "Dia baik-baik saja."

    "Masuklah."

    Jungkook mempersilahkan kedua tamunya untuk masuk. Dan karena waktu itu Jungkook tak terlalu memperhatikan Hwaseung, Jungkook tak bisa mengenali pemuda itu.

    Ketiga Guru Besar Gwansanggam itu serempak berdiri untuk menyambut kedatangan dua pemuda itu. Namun keberadaan Hwaseung nyatanya berhasil menarik perhatian Guru Dong Il.

    "Pangeran Hwaseung?"

    Semua orang serempak memandang Guru Dong Il sebelum beralih pada Hwaseung. Dan mereka lantas saling berhadapan.

    Hwaseung tersenyum ramah dan berucap, "tolong jangan memanggilku seperti itu, aku hanyalah rakyat biasa."

    Guru Heojoon menatap tak percaya. "Jadi benar, Tuan Muda ini ..."

    "Kim Hwaseung," sahut Hwaseung dengan cepat. "Sebelumnya aku ingin mengucapkan terima kasih karena kalian sudah menjaga adikku dengan baik."

    Keterkejutan itu berpindah pada Jungkook. "Adik?"

    Hwaseung kemudian memperkenalkan diri di hadapan Jungkook, "Yang Mulia pasti belum tahu karena pertemuan pertama kita sangatlah singkat, untuk itu hamba akan memperkenalkan diri. Hamba adalah Kim Hwaseung, kakak dari Kim Changkyun."

    Jungkook tampak kehilangan kata-kata. Pandangan itu lantas mengarah pada Changkyun, namun si Rubah justru menghindar.

    Guru Dong Il lantas menengahi, "lama tidak bertemu, senang bisa melihat Tuan Muda Kim kembali ke tempat ini."

    "Kalian bertiga tidak berubah, hanya bertambah tua."

    Guru Heojoon menyahut, "kita tunda dulu pembicaraan ini. Sepertinya Ketua Kim mengirimkan sesuatu untuk disampaikan."

    Mereka kemudian kembali duduk mengitari meja dengan Changkyun yang duduk tepat di samping Jungkook.

    Jungkook lantas menegur, "Changkyun, apa yang dikatakan Hyeongnim padamu?"

    "Ketua Kim tidak mengatakan apapun."

    Semua orang selain Hwaseung menatap ragu, dan saat itulah Hwaseung mengambil alih pembicaraan. "Ketua Kim memang tidak mengatakan apapun. Dia hanya menyuruh Changkyun untuk kembali ke istana ... mungkin Ketua Kim berpikir bahwa Changkyun sudah mengerti maksud dari perkataannya saat menyuruh Changkyun kembali kemari."

    "Apa maksudnya?" tanya Jungkook.

    "Semua ini ada hubungannya tentang Heo Junhoo yang berhasil melarikan diri."

    Batin Jungkook tersentak. Sebelum kedatangan dua pemuda itu, Jungkook memang tengah membicarakan masalah itu bersama ketiga Guru Besar Gwansanggam.

    Guru Kiseung turut menyahut, "istana sudah mengirim prajurit untuk mencari keberadaan Menteri Heo."

    "Dan melakukan hal yang sia-sia?" balas Hwaseung.

    Guru Heojoon menyahut, "sepertinya kau mengetahui sesuatu, Tuan Muda."

    "Aku hanya bertindak sebagai perantara. Sekarang aku akan bertanya ... apa yang akan dilakukan oleh Heo Junhoo setelah ini?"

    Semua orang kecuali Changkyun tampak berpikir dan jawaban pertama diucapkan oleh Jungkook. "Meninggalkan Hanyang."

    "Siapa yang mengatakan bahwa orang itu meninggalkan Hanyang?"

    "Maksud Tuan Muda, Menteri Heo masih berada di Hanyang?" tanya Guru Dong Il.

    "Itu sudah pasti. Orang itu tidak akan mundur begitu saja. Cepat atau lambat dia pasti akan kembali kemari."

    Guru Heojoon menyahut, "maksud Tuan Muda, Menteri Heo akan melakukan kudeta."

    "Menurut kalian orang itu tidak bisa melakukan hal itu?" Hwaseung mengarahkan pandangannya pada Jungkook. "Heo Junhoo pasti sangat sakit hati dengan keputusan yang di ambil oleh Yang Mulia. Dan menurut berita yang aku dengar, orang itu tidak akan peduli pada siapapun asal ambisinya terpenuhi ... dia bahkan bisa membunuh cucunya sendiri."

    Batin Jungkook kembali tersentak. Tak ingin mempercayai perkataan Hwaseung, namun juga khawatir jika semua itu memang benar adanya.

    Guru Heojoon berbicara, "kenapa Tuan Muda begitu yakin dengan hal itu?"

    Hwaseung balas memandang dan memberi jawaban. "Sejak awal aku mengatakan bahwa aku hanya sebagai perantara. Aku tidak ingin berdebat dengan menggunakan pikiranku sendiri."

    "Kalau begitu, atas keinginan siapa Tuan Muda datang kemari?"

    "Ayahku," jawaban sederhana yang menciptakan keterkejutan di wajah ketiga Guru Besar Gwansanggam itu.

"Tuan Ungeom?" gumam Guru Dong Il tak percaya.

    "Benar. Aku tidak akan kemari jika bukan orang itu yang menyuruhku."

    "Bukankah itu berarti bahwa Tuan Ungeom berada di Hanyang saat ini?"

    "Tentu saja ... kami bahkan sampai di Hanyang bersamaan dengan hari di saat Ketua Kim datang ke istana."

    Netra Guru Heojoon memicing penuh selidik. "Sebenarnya, ada hubungan apa kalian dengan Ketua Kim?"

    "Maksudmu putra angkat ayahku?" Hwaseung tak henti-hentinya memberikan kejutan pada ketiga orang tua itu.

    Guru Kiseung menyahut, "apa maksud Tuan Muda sebenarnya?"

    "Aku dengar dulu ayahku menemukan Pangeran Lee Taehyung dalam keadaan sekarat di tengah hutan. Dan sejak saat itu ayahku mengangkat Pangeran Lee Taehyung sebagai putranya dan mengganti nama belakangnya ... aku tidak akan menceritakan semuanya. Cukup kalian tahu bahwa ayahku bukan seorang pengkhianat ..."

    Hwaseung kembali mengarahkan pandangannya pada Jungkook. "... dan aku berharap Yang Mulia bersedia membersihkan nama ayah hamba. Dengan begitu dia bisa kembali ke istana dan hamba tidak perlu repot-repot menyampaikan pemikiran orang itu ... jadi, bersediakah Yang Mulia membersihkan nama Ungeom Kim Namgil?"

    Jungkook tampak bingung karena memang tidak mengerti apa yang tengah dibicarakan oleh Hwaseung. Jungkook kemudian memandang ketiga Guru Besar itu untuk meminta pendapat, dan anggukan dari Guru Heojoon yang kemudian membimbing pandangan Jungkook kembali pada Hwaseung.

    Jungkook kemudian berucap. "Aku akan membersihkan nama Ungeom Kim Namgil dan mengangkatnya menjadi Panglima Perang. Sampaikan pesanku pada ayah kalian."

    Dengan senyum ramahnya Hwaseung menundukkan kepalanya sembari berucap, "atas kemurahan hati Yang Mulia, aku ucapkan terima kasih."

    "Bocah kurang ajar!" umpatan itulah yang didapatkan oleh Hwaseung ketika ia kembali menemui sang ayah dan menyampaikan pesan dari Jungkook.

    Tentu saja itu adalah rencana Hwaseung sendiri, menginginkan nama ayahnya dibersihkan. Namun pada akhirnya mendapatkan bonus besar karena Jungkook langsung mengangkat sang ayah sebagai Panglima Perang.

    Namgil yang belum puas memaki lantas melanjutkan, "di mana otakmu? Kau gunakan untuk apa otakmu itu, hah?!"

    Hwaseung memalingkan wajahnya tanpa minat dan menjawab, "memikirkan Hwajung."

    "Untuk apa kau memikirkan gadis yang sudah kau campakan? Kau tidak punya harga diri?"

    Hwaseung menatap tak terima, meski pada kenyataannya sebelum mengikuti ayahnya, dia benar-benar telah mencampakkan Hwajung hanya karena khawatir terhadap jalan sulit yang ia ambil saat ini.

    "Berhenti menatapku seperti itu atau aku congkel matamu."

    Hwaseung yang sudah kehilangan kesabarannya lantas membalas dengan suara yang meninggi. "Congkel saja! Congkel saja jika Abeoji mau!" Suara Hwaseung berubah menggerutu, "benar-benar tidak tahu diri ... bukannya berterima kasih ..."

    "Jaga bicaramu, aku ayahmu."

    "Aku sudah menjaga lisanku dengan baik, tapi Abeoji terus saja mengacaukan semuanya ... apa susahnya? Abeoji hanya perlu datang ke istana dan menerima jabatan baru."

    Namgil menatap tanpa minat. Dia kemudian mengibaskan tangannya ke udara untuk mengusir Hwaseung. "Sudah, pergi sana. Aku tidak tertarik dengan hal itu ... ambil saja jabatan itu untukmu."

    Hwaseung mencibir, "lihatlah dari siapa aku mewarisi sifat kurang ajar ini. Kenapa orang seperti Abeoji bisa menjadi orang yang hebat?"

    "Kau ... berhentilah menjadi putraku. Belajarlah dari adikmu. Dia bahkan tidak akan bicara sebelum aku bertanya padanya."

    "Aku bukan Changkyun, aku kakaknya dan aku berbeda dengan anak itu."

    Namgil menghela napasnya dan membaringkan punggungnya. Mengarahkan pandangannya pada langit-langit ruangan hingga suara pintu yang terbuka dari luar berhasil mengalihkan pandangannya. Namgil sempat mengangkat pandangannya, namun setelah melihat yang datang adalah Taehyung, pria itu kembali menaruh kepalanya.

    "Ketua Kim dari mana?" tegur Hwaseung ketika Taehyung mendekat setelah menutup pintu. Saat Hwaseung tiba, Taehyung memang tidak ada di penginapan.

    "Apa Hoseok Hyeongnim berada di istana?"

    Hwaseung menggeleng. "Ketua belum menemukan anak itu?"

    Taehyung menggeleng. Sejak meninggalkan istana, Taehyung belum bertemu dengan Hoseok. Namun Hwaseung mengatakan bahwa di hari sebelumnya Hoseok datang menemui mereka.

    Taehyung kemudian menegur, "ada masalah apa? Suara kalian terdengar sampai ke luar."

    "Bukan masalah yang serius, tapi orang tua tidak tahu diri itu terus saja berteriak padaku."

    "Bagaimana keadaan di istana?"

    "Terlalu tenang, dan itu justru tidak masuk akal. Anggota dari klan Heo sama sekali tidak mengambil tindakan. Alih-alih merasa takut, aku lebih berpikir bahwa sepertinya mereka sedang merencanakan sesuatu."

    Namgil menyahut dengan suara malasnya, "jika kau ingin mengakhiri kudeta, bunuh semua pengikutnya. Membiarkan mereka hidup adalah tindakan yang bodoh."

    Hwaseung menghela napasnya dan berucap, "mungkin dia sedang mabuk, jangan terlalu didengarkan."

    "Baginda Raja mengatakan sesuatu?"

    "Dia berniat membersihkan nama Ungeom Kim Namgil dan mengangkatnya menjadi Panglima Perang. Tapi sayang sekali orang tua tidak tahu diri itu tidak mengerti bagaimana caranya menghargai kehidupan," perkataan yang terdengar seperti sebuah sindiran. Namgil yang mendengarnya hanya menguap selebar-lebarnya.

    Taehyung kemudian mendekati Namgil dan berdiri di samping ranjang yang ditempati oleh Namgil. Membuat pandangan pria itu mengarah padanya.

    Taehyung kemudian berucap, "pergilah, Abeoji."

    "Jangan memerintahku," balas Namgil dengan malas. "Jika kau ingin pergi, pergi saja."

    "Jika Abeoji tidak bisa pergi untukku, maka lakukan hal itu untuk Changkyun."

    "Apa maksudmu?"

    "Selama ini anak itu hidup dalam tekanan. Semua orang memandangnya sebelah mata. Anak itu dipandang rendah karena dia putra dari seorang pengkhianat ... datanglah ke istana dan bersihkan nama Abeoji."

    Namgil mendengus dan memalingkan wajahnya. Dia kemudian bergumam tanpa minat, "bicara apa kau ini? Pergi sana, aku ingin tidur. Jangan menggangguku."

    Namgil membelakangi kedua putranya. Mencoba untuk tidak peduli meski sebenarnya dia tengah berpikir. Terlebih ucapan Taehyung sebelumnya tentang Changkyun. Jujur saja, yang paling membuat Namgil khawatir adalah si bungsu yang jarang sekali bicara. Berbeda dengan anak itu saat masih kecil dulu.

Selesai ditulis : 27.08.2020
Dipublikasikan : 31.08.2020

Mari hitung mundur, kurang berapa chapter lagi🤭🤭🤭 Hati-hati, ada ranjau di Epilogue.



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro