Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 182 [Lima Episode Terakhir]

    Bersama kedua kasim dan beberapa prajurit, sang Raja baru menapakkan kakinya di pengadilan istana. Berniat menemui Taehyung. Menemukan Changkyun yang berdiri di halaman, Jungkook lantas menghampiri pemuda itu.

    Saat itu Changkyun menjatuhkan pandangannya ke samping. Batinnya tak terima ketika jubah kebesaran kaisar Joseon itu kini telah dikenakan oleh Jungkook. Namun tak ada pilihan lain selain menerima Raja baru yang telah menyelamatkan tuannya.

    "Changkyun," tegur Jungkook begitu keduanya berhadapan.

    Changkyun dengan terang-terangan memandang Jungkook, bersikap sedikit lancang ketika kepalanya tak cukup berat untuk menunduk di hadapan sang Raja.

    Jungkook sejenak memandang sel tahanan yang sudah kosong. "Di mana Hyeongnim?"

    "Dia sudah pergi ... Yang Mulia."

    Pandangan Jungkook terjatuh, tampak kekecewaan dalam sorot matanya. Pemuda itu kemudian bergumam, "kenapa harus pergi?"

    "Terima kasih," ucapan itu yang membuat Jungkook kembali mengangkat pandangannya. Namun saat itu juga sang Rubah melewati tempatnya.

    Tangan Jungkook dengan cekatan menahan pergelangan tangan Changkyun yang membawa sebilah pedang. Mempertemukan ekor mata keduanya, Jungkook lantas berucap, "bawa Hyeongnim kembali, aku akan mengembalikan semuanya padanya."

    "Kau seorang Raja, bersikaplah sebagaimana seorang Raja bersikap."

    Changkyun kembali melangkahkan kakinya, membuat tangan Jungkook terlepas dari tangannya. Tangan Jungkook lantas berpindah memegang dadanya sendiri. Mencoba menekan rasa sakit yang masih terasa hingga detik ini. Dia berhasil mengakhiri semuanya, bukan hanya untuk orang lain, melainkan untuk dirinya sendiri.

    Jungkook tidak percaya bahwa dia akan melakukan semua ini. Mengirim wanita yang telah melahirkan ke pengasingan dan menjatuhi hukuman mati pada kakeknya sendiri. Jungkook sadar bahwa sekarang ia tidak lagi memiliki siapapun. Berdiri seorang diri tanpa ada yang bersedia untuk menjadi sandarannya.

    Mungkinkah semua ini salahnya?

    Biarkan tangis malam ini yang menjawab semuanya.

    Hari itu juga, Youngbin meninggalkan istana dan akan dibawa ke pelabuhan untuk dikirim ke pulau terpencil. Begitupun dengan Junhoo yang dibawa keluar istana dan akan dijatuhi hukuman mati di luar istana. Sedangkan Taehyung kembali pada Namgil dan Hwaseung.

    Menjauhi pemukiman, rombongan prajurit yang membawa Youngbin dan juga Junhoo melewati jalan setapak di tengah hutan. Semua tampak berjalan dengan baik sebelum sebuah anak panah berhasil menumbangkan seorang prajurit. Memicu kepanikan dari prajurit lain.

    "Serangan datang!" pekik salah satu prajurit.

    Beberapa orang lantas keluar dari tempat persembunyian mereka lalu langsung menyerang para prajurit. Dan penyerangan itu dipimpin langsung oleh Shin.

    "Bebaskan Ketua!" lantang Shin yang menyerang dengan brutal.

    Beberapa orang membebaskan Junhoo dan menyuruh pria itu naik ke kuda milik salah satu prajurit. Sedangkan Youngbin yang masih berada di dalam tandu tertutup, tampak terkejut ketika seseorang yang mengenakan cadar membuka pintu tandu dan tiba-tiba menariknya.

    "Tunggu, siapa kau?" panik Youngbin.

    Pria itu tak menjawab dan segera menaikkan Youngbin ke kuda, baru setelah itu ia menyusul. Youngbin sempat melihat Shin, dan dari situ wanita itu meyakini bahwa pria yang terlihat masih sangat muda itu adalah sekutu Shin.

    Pemuda itu lantas memacu kudanya, menyusul Junhoo yang telah pergi lebih dulu. Sedangkan Shin yang melihat hal itu lantas mundur, mengambil satu kuda dan menyusul ketiganya. Membiarkan orang-orangnya menyelesaikan urusan di sana.









    Masih berada di kawasan Hanyang, setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Ke empat orang itu memasuki sebuah pemukiman kecil yang tampak begitu sepi.

    Shin segera turun dari kuda dan menghampiri Junhoo. Membantu sang tuan untuk turun dari kuda. Youngbin yang sudah turun lebih dulu lantas menghampiri Junhoo.

    "Abeoji."

    Perhatian Junhoo teralihkan oleh beberapa orang yang keluar dari salah satu rumah. Dan seulas senyum licik itu terlihat di wajah Junhoo ketika ia mengenali orang-orang yang saat itu datang menghampirinya.

    "Selamat datang Menteri Heo, senang melihatmu datang dengan selamat," tegur salah seorang Menteri yang memang menjadi bagian dari klan Heo.

    Junhoo tersenyum lebar ketika melihat pada sekutunya masih berada di pihaknya.

    "Sebaiknya kita berbicara di dalam."

    Junhoo kemudian mengikuti arahan para Menteri itu. Namun sebelum itu, pandangan Junhoo menemukan si pemuda yang masih berdiri di samping kuda. Sebenarnya Junhoo juga penasaran tentang asal usul pemuda yang terlihat sangat asing baginya. Namun untuk saat ini pria itu tak memiliki waktu untuk mengurusi hal kecil semacam itu.

    Setelah para Menteri itu masuk, Shin lantas menegur Youngbin, "kau baik-baik saja?"

    Youngbin sempat memandang, namun setelahnya wanita itu memalingkan wajahnya dan pergi tanpa mengucapkan apapun. Pandangan Shin lantas beralih pada si pemuda misterius yang sedari tadi memperhatikannya.

    Merasa diperhatikan, pemuda itu lantas pergi ke sudut lain. Memasuki salah satu bangunan dan menghilang dari pandangan Shin. Shin kemudian melangkahkan kakinya ke tempat pemuda itu menghilang sebelumnya.

    Memasuki ruangan yang sama, Shin menemukan pemuda itu berdiri di tengah ruangan dengan punggung yang menghadap ke arahnya. Shin menutup pintu lalu mendekat. Dan saat itulah pemuda itu berbalik. Mempertemukan tatapan dinginnya dengan tatapan tajam Shin yang perlahan melembut.

    Tak membiarkan siapapun mengetahui identitasnya, pemuda itu berucap tanpa menurunkan kain yang menutupi sebagian wajahnya, "wanita itu ..." suara yang tampak familiar.

    Shin melangkah semakin dekat hingga kedua tangannya mampu menjangkau pemuda itu. Pria yang terlihat tak memiliki belas kasihan itu tiba-tiba menarik bahu pemuda itu, memberikan sebuah pelukan yang didasari oleh ketulusan hati seorang ayah terhadap putranya.

    Pemuda itu, pemuda yang memanggil Shin dengan sebutan 'Ayah', tak mampu membalas pelukan pria itu. Begitupun dengan ia yang tak berniat untuk bersandar dan memilih untuk tetap berdiri dengan tegap. Namun di balik sikap kakunya, terdapat sebuah luka yang terlihat dalam sorot mata pemuda itu.

    Shin kemudian berbicara, "maafkan ibumu ... dia tidak bersalah."

    "Berhenti membelanya ... dia adalah wanita yang kejam."

    Pemuda itu melepaskan diri dari Shin. Kembali saling berhadapan sebelum meninggalkan sang ayah tanpa mengucapkan sepatah katapun. Pandangan Shin lantas jatuh ke lantai. Untuk sesaat rasa sesal itu terlihat di wajahnya.

    Menjelang siang hari, berita tentang kaburnya Junhoo sampai ke telinga Jungkook dan menyebar dengan cepat ke dataran Hanyang. Dan berkat saran dari ketiga Guru Besar Gwansanggam yang selalu berada di sisinya, Jungkook mengutus prajurit untuk menemukan keberadaan Junhoo.

    Dan tentu saja berita itu berhasil mengusik ketenangan Taehyung yang menetap di penginapan bersama keluarga sang ayah angkat, termasuk dengan Changkyun. Setelah pertemuannya dengan Jungkook pagi tadi, Changkyun lantas menyusul Taehyung. Dan di sinilah keluarga kecil itu kembali berkumpul.

    Tidak ada suasana hangat sebuah keluarga ketika Namgil tidak benar-benar bersikap layaknya seorang ayah, melainkan seorang teman. Dan bahkan tak ada pembicaraan yang serius di antara Changkyun dan Namgil hingga kabar buruk itu di sampaikan oleh Hwaseung.

    "Apa yang akan terjadi sekarang?" ucap Hwaseung, menyampaikan rasa kekhawatirannya.

    Namgil menyahut dengan nada bicara yang menyebalkan seperti biasa, "orang tua itu pasti marah besar setelah cucunya menjatuhi hukuman mati padanya."

    "Abeoji," tegur Hwaseung.

    "Kenapa? Jangan melihatku seperti itu."

    "Ini adalah masalah serius."

    Namgil mendecak, "ck! Memangnya apa yang kulakukan?"

    Taehyung menengahi, "Junhoo pasti sedang merencanakan penyerangan terhadap istana. Cepat atau lambat, dia pasti akan kembali."

    Hwaseung menyahut, "maksudmu Junhoo akan berperang melawan cucunya sendiri?"

    Namgil turut menyahut, "orang itu sudah sesat. Dia tidak akan peduli dengan apapun ... dia pasti akan membunuh siapapun yang menghalangi jalannya."

    "Bukankah itu berarti Raja baru berada dalam bahaya."

    Sudut bibir Namgil tersungging, dia lantas mencibir ucapan Hwaseung sebelumnya, "Raja baru kau bilang?"

    "Berhenti mengoreksi kesalahanku, perbaiki dulu diri Abeoji," balas Hwaseung.

    Dan di saat keduanya terlibat perang mulut, saat itu pandangan Changkyun bertemu dengan Taehyung. Changkyun mengerti arti dari tatapan itu, namun untuk sejenak Changkyun berpura-pura tidak tahu apapun dan menghindari kontak mata dengan Taehyung.

    "Jika Abeoji tidak memiliki solusi, lebih baik diam saja," tandas Hwaseung.

    "Anak kurang ajar. Begini-begini aku tetap ayahmu," hardik Namgil.

    "Kembalilah ke istana," pergerakan semua orang terhenti ketika kalimat itu diucapkan oleh Taehyung.

    Kecuali Changkyun, mereka serempak memandang Taehyung. Namun tak mencoba memberikan penjelasan, Taehyung meninggalkan ruangan itu tanpa mengucapkan apapun.

    "Siapa yang dia maksud?" gumam Hwaseung.

    Tak ada yang menyahut, namun saat itu Changkyun beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu keluar dengan mulut yang terkatup rapat sebelum sebuah teguran dari suara yang lebih tegas berhasil menghentikan langkah pemuda itu.

    "Gunakan mulutmu untuk berbicara, Bocah."

    Hwaseung tak berani menyahut ketika menyadari perubahan pada nada bicara Namgil.

    Namgil kembali bersuara, "kemarilah, ada sesuatu yang ingin kubicarakan padamu."

    Changkyun berbalik dan menghampiri sang ayah. Berdiri di hadapan Namgil, pria itu memberikan tatapan menghakimi pada putranya.

    "Jangan terlalu kasar padanya," tegur Hwaseung.

    "Tutup mulutmu," sahut Namgil, namun dengan nada yang lebih serius.

    Namgil kembali berucap dan kali ini ditujukan pada Changkyun, "katakan sesuatu pada ayahmu ini."

     "Tolong jaga Taehyung Hyeongnim, Abeoji."

    Netra Namgil memicing. "Hanya itu."

    "Aku pergi sekarang."

    Changkyun hendak pergi, namun saat itu Namgil menahan telapak tangan pemuda itu. Membuat sang putra kembali memandangnya dengan raut wajah yang masih sama seperti sebelumnya. Tampak tak memiliki perasaan lain selain hanya kesedihan. Dan setelah sekian lama, untuk kali pertama Changkyun merasakan bagaimana genggaman tangan sang ayah yang sudah ia lupa bagaimana rasanya.

    Namgil menggenggam telapak tangan yang telah tumbuh dengan baik dan hampir menyamai ukuran telapak tangannya. Dia kemudian berucap, "tanganmu dingin sekali," bukanlah arti sesungguhnya.

    Suhu tangan Changkyun baik-baik saja. Namun perkataan Namgil ditujukan pada sikap putranya yang terlalu dingin.

    Namgil kembali berucap, "kapan kau akan mempercayai seseorang?"

    Changkyun tak menjawab, sejujurnya Hwaseung juga tidak mengerti apa yang tengah dikatakan oleh ayah mereka.

    Namgil lantas menegur, "kenapa diam? Ayahmu sedang bertanya, kau juga harus menjawabnya."

    Changkyun kemudian menyahut, "haruskah aku mempercayai seseorang?"

    "Tidak, jangan mempercayai siapapun," sebuah jawaban yang cukup mengejutkan. "Jangan biarkan siapapun mendekati anak itu. Kau tidak boleh mempercayai siapapun, bahkan sekalipun kau mengenal orang itu ... kau mengerti maksud ayah?"

    Sempat terdiam, Changkyun lantas mengangguk.

    "Bagus, sekarang pergilah."

    Genggaman tangan itu terlepas. Changkyun lantas benar-benar meninggalkan ruangan itu.

    "Apa yang Abeoji katakan pada anak itu?" tegur Hwaseung kemudian.

    Seketika nada bicara Namgil kembali seperti sebelumnya, "kau sudah dengar sendiri, kenapa masih bertanya?"

    Hwaseung menatap tanpa minat. Memalingkan wajah dan lantas bergumam, "kenapa kau yang harus menjadi ayahku?"

    "Karena ibumu mencintaiku. Salahkan saja ibumu, kenapa mengeluh di hadapanku?"

    Hwaseung kembali memandang tanpa minat. Namun ketika ia ingin berbicara, saat itu Namgil kembali berucap.

    "Susullah adikmu."

    "Apa?" Dahi Hwaseung mengernyit.

    "Kau tuli?"

    Hwaseung segera menghampiri Namgil. "Abeoji menyuruhku pergi ke istana?"

    "Jangan banyak bicara dan kejar saja adikmu jika kau tidak ingin susah-susah memanjat tembok."

    "Tunggu dulu, kenapa aku harus pergi ke sana?"

    Suara Namgil sedikit meninggi, "kau sudah tua, haruskah aku menjelaskan semuanya padamu?! Kau kira semua orang di istana adalah sekutu Lee Jungkook? Jangan naif ... anak itu bisa saja terbunuh."

    Hwaseung tampak terkejut ketika ia baru menyadari maksud sang ayah.

    "Pergi sekarang!"

    Hwaseung mengambil pedang miliknya dan berlari menyusul Changkyun, karena dia tidak mungkin bisa melewati gerbang Gwanghwamun tanpa Changkyun. Dan jika sampai ia tidak menemukan Changkyun, dengan terpaksa ia harus memanjat tembok.

Selesai ditulis : 26.08.2020
Dipublikasikan : 30.08.2020

   

   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro