Lembar 175 [Dua Belas Episode Terakhir]
Pagi itu Jungkook keluar dari paviliunnya, dan langkah itu terhenti setelah ia menemukan keberadaan Changkyun di halaman paviliun. Pandangan keduanya bertemu, dan Jungkook menjadi orang pertama yang mengambil langkah untuk pertemuan mereka. Namun sebelum itu, Jungkook terlebih dulu memberikan peringatan kecil pada dua kasim yang berdiri di belakangnya.
"Kalian tunggu di sini."
Kedua kasim itu menunduk patuh dan membiarkan sang Putra Mahkota menuruni anak tangga seorang diri. Anak tangga terakhir telah terlewati, dan langkah itu terus di ambil hingga mengantarkannya untuk berhadapan dengan sang Rubah.
Changkyun menundukkan kepalanya tanpa ada niatan untuk menegur.
Jungkook kemudian menegur, "apa kau datang untuk bersinggah?"
Changkyun membawa kembali pandangannya menemukan wajah Jungkook. Dia tidak mengerti arti dari tatapan sayu sang Putra Mahkota, dan karena hal itu sampai detik ini mulutnya belum bersedia untuk terbuka.
Jungkook lantas kembali menegur, "kau hanya ingin bersinggah atau tinggal, Kim Changkyun?"
Perlu waktu hingga beberapa detik bagi sang Rubah untuk membuka mulutnya dan memberikan sebuah jawaban. "Tinggal," jawaban yang begitu singkat.
Jungkook sekilas menjatuhkan pandangannya dengan seulas senyum tak percaya. Jungkook berpikir bahwa Changkyun akan pergi bersama Taehyung setelah pemuda itu tiba-tiba meninggalkannya ketika Taehyung kembali. Meski pada kenyataannya Taehyung tak ingin mengakui siapa dirinya yang sebenarnya di hadapan Jungkook.
Menghilangkan garis senyum yang sarat akan beban, Jungkook kembali memandang Changkyun. "Ada hal yang ingin kutanyakan padamu."
"Dia bukan Pangeran Lee Taehyung. Aku sudah memastikan ... dan dia orang yang berbeda."
Jungkook terdiam sejenak ketika Changkyun memberikan sebuah jawaban bahkan sebelum ia mengucapkan pertanyaannya.
"Itu terdengar tidak masuk akal. Bagaimana bisa ada dua orang yang sama persis di dunia ini. Caranya berbicara, caranya berjalan dan caranya memandang seseorang ... tidak salah lagi bahwa dia adalah Taehyung Hyeongnim."
"Kalau begitu kenapa aku kembali pada Putra Mahkota?"
Jungkook tertegun.
"... jika Ketua Kim adalah Pangeran Lee Taehyung. Aku tidak akan kembali kemari."
Jungkook menjatuhkan pandangannya ke samping. Tak ingin mempercayai apa yang baru saja dikatakan oleh Changkyun, namun juga tak bisa menyanggah ketika bahkan di hadapannya sendiri Taehyung bersikap layaknya orang asing.
Sang Putra Mahkota lantas bergumam, "aku tidak tahu mana yang benar. Hanya saja ... aku berharap bahwa dia benar-benar Hyeongnim. Tapi dia terlalu kejam."
Changkyun memalingkan wajahnya. Sejujurnya sudut hatinya pun terasa sakit setelah mendapatkan penolakan dari Taehyung. Namun Changkyun tak bisa memilih jalan lain yang ia inginkan sehingga ia menuruti kemauan Taehyung untuk kembali pada Jungkook. Dan hari itu, si Rubah kembali pada Putra Mahkota ketika Taehyung justru kehilangan segalanya.
Menjauh dari pemukiman. Sinar matahari menerobos celah di antara dedaunan yang bergerak ketika angin berhembus. Suasana yang begitu tenang namun akan menyesatkan bagi mereka yang tetap bernaung dalam luka.
Taehyung duduk seorang diri di atas sebuah batu yang menyembul di pinggir aliran sungai. Setelah tak mendapatkan apa yang ia harapkan, pemuda itu mengakhiri pelariannya dengan berdiam diri di tepi sungai. Menyaksikan air yang mengalir secara teratur, serta beberapa ikan yang sempat singgah di tempatnya.
Sebilah pedang tergeletak di samping kakinya. Tak ia pedulikan suara beberapa orang yang sempat terdengar tidak jauh dari tempatnya. Kemarahan itu tak lagi terlihat dalam wajah yang kembali memperlihatkan ketenangan itu.
Setelah beberapa saat, ketenangan itu terusik oleh sebuah batu kecil yang menghantam kepalanya dari belakang sebelum batu itu jatuh ke dalam air. Taehyung sempat memejamkan matanya ketika hantaman kecil itu sempat menimbulkan rasa sakit di kepalanya. Namun seakan tak memiliki masalah dengan hal itu, pemuda itu tetap berdiam diri.
"Ya ampun! Sudah kukatakan untuk tidak melakukannya. Jika terjadi sesuatu pada kepalanya, bagaimana?"
"Dia harus dipukul terlebih dulu, baru bisa berpikir."
Keributan dari arah belakang itu, Taehyung mengenali suara dua orang yang saat itu berjalan mendekati tempatnya.
Namgil berdiri di belakang Taehyung dan segera mendorong kepala pemuda itu ke depan dengan sedikit kasar.
"Astaga, orang ini!" Hwaseung yang berada di samping Namgil tampak geram dan segera menendang kaki sang ayah dari belakang.
Namgil yang tidak terima lantas hendak memukul kepala Hwaseung sembari berkata, "berani kau melakukan itu pada ayahmu?!"
"Aku belajar dari Abeoji ... jangan memprotesku," balas Hwaseung dan membuat Namgil mendecak.
Menghentikan perdebatan mereka, pandangan keduanya lantas terjatuh pada sosok pemuda yang sedari tadi berdiam diri. Namgil kemudian melompat ke bebatuan lain dan duduk di tempat yang lebih tinggi. Sedangkan Hwaseung tetap berdiri di tepi sungai.
Memandang tanpa minat, Namgil lantas menegur sang putra angkat, "apa yang sedang kau lakukan?"
"Berpikir," gumam Taehyung, tak memiliki ketertarikan pada kedua lawan bicaranya.
Hwaseung menyahut, "bagaimana keadaan Agassi?"
Taehyung tak menjawab, dan hal itu sempat membuat Namgil serta Hwaseung saling bertukar pandang.
Hwaseung kemudian menegur, "Ketua Kim tidak melihat keadaan Agassi?"
Dengan pandangan yang masih memandang aliran sungai, Taehyung lantas berucap, "seseorang mengatakan padaku bahwa seorang cenayang telah mengutuk Agassi."
Hwaseung terkejut, namun tidak dengan Namgil yang justru memandang dengan serius. Hwaseung kemudian berucap, "kutukan? Bagaimana bisa?"
Namgil menyahut dengan suara yang terdengar menyelidik, "siapa yang mengatakan hal itu padamu?"
Taehyung membawa pandangannya menemui sang ayah angkat dengan membawa sebuah jawaban. "Seseorang dari Gwansanggam."
"Lalu di mana cenayang itu sekarang?"
"Abeoji tahu sesuatu?" tegur Hwaseung.
Namgil memberikan tatapan dinginnya pada Hwaseung sebagai isyarat agar putranya itu diam sebentar. Dan Hwaseung yang mengerti hal itu lantas memutuskan untuk hanya menjadi pendengar.
Namgil kembali memandang Taehyung dan berucap, "jawab pertanyaanku."
"Dia sudah tewas."
Sebelah alis Namgil terangkat. Dalam benaknya tiba-tiba muncul dugaan bahwa cenayang itu telah dibunuh oleh Heo Junhoo. Namun ketika dipertimbangkan sekali lagi, itu sedikit tidak masuk akal.
Berpura-pura tak mengerti apapun tentang hal itu, Namgil kembali bertanya, "lalu, apa yang akan terjadi pada Agassi?"
"Aku harus membawanya pergi dari istana."
"Tapi sayangnya penguasa Joseon itu tidak akan pernah melepaskanmu," timpal Namgil
Suasana tiba-tiba menjadi sangat serius. Bahkan Hwaseung yang selalu bisa menciptakan suasana menyenangkan di sekitarnya pun tampak begitu serius setelah mendengar ucapan sang ayah.
Taehyung kemudian bangkit. "Bagaimanapun caranya, akan aku lakukan," ucap pemuda itu sebelum berbalik dan berniat meninggalkan tempat itu. Namun langkahnya terhenti tepat ketika ia hampir melewati Hwaseung.
"Kau tidak akan bisa memenangkan semua ini jika tetap berada di jalan ini."
Ekor mata Taehyung bergerak ke samping. Pemuda itu lantas menyahut, "aku tidak membutuhkan kemenangan."
"Tapi itu adalah satu-satunya cara jika kau ingin mendapatkan kembali Agassi."
Pandangan Taehyung terjatuh ke samping. Sejujurnya dia tidak memahami apa yang saat ini dikatakan oleh Namgil, dan karena hal itu ia memutuskan untuk pergi. Namun sekali lagi langkahnya itu terhenti tepat satu langkah ketika ia melewati tempat Hwaseung.
"Jadilah Raja dan kau akan mendapatkan semuanya dengan mudah ..."
Bukan hanya Taehyung yang terkejut, melainkan juga Hwaseung yang segera memandang sang ayah. Taehyung pun perlahan berbalik, menatap penuh kecurigaan pada sang ayah angkat.
"... Pangeran Lee Taehyung," perkataan itu yang membuat keterkejutan Taehyung berkali-kali lipat lebih besar dari sebelumnya.
Kedua tangan pemuda itu mengepal kuat dengan tatapan yang sedikit gemetar. Dia kemudian berucap penuh penekanan namun berusaha untuk tetap tenang, "apa maksudnya ini?"
Namgil berdiri dan berjalan mendekat. Memberikan jarak di antara keduanya, ayah dua anak itu lantas kembali berucap, "kau ingin tahu sejak kapan aku mengenalmu?"
Taehyung menatap tak percaya.
Namgil kembali berucap, "sejak aku menemukanmu dalam keadaan sekarat malam itu, Pangeran Lee Taehyung."
"Tidak mungkin ..." gumam Taehyung, mencoba untuk menyangkal.
Taehyung tak menyangka bahwa dia telah ditipu selama ini. Meski pada kenyataannya dia pun juga telah menipu orang-orang di sekelilingnya.
"Kau terkejut? Jangan salahkan aku jika kau merasa tertipu, karena kau sendiri juga sudah menipuku dengan mengatakan bahwa kau kehilangan semua ingatanmu ..."
Taehyung menjatuhkan pandangannya dengan helaan napas putusasa.
"... pada kenyataannya tidak ada apapun yang hilang dari ingatanmu. Kaulah orang yang sengaja ingin melupakan semuanya ... apakah aku salah, Pangeran Lee Taehyung?"
Dengan suara yang terdengar gemetar Taehyung berucap, "kenapa ... kenapa Abeoji baru mengatakan semuanya sekarang?" membimbing pandangannya kembali menemukan sang ayah angkat. "Apa alasannya?"
"Cukup sederhana. Aku hanya ingin melihat sejauh mana kau bisa menyimpan semua kebohonganmu itu."
"Siapa kalian sebenarnya?"
"Manusia," jawaban sederhana yang harusnya bisa dijadikan sebuah candaan. Namun sayangnya tak akan ada candaan kali itu karena jawaban itu adalah bentuk lain dari sebuah penolakan.
Tak mampu lagi berkata, Taehyung kembali berbalik memunggungi keduanya. Namun satu langkah yang ia ambil kembali terhenti ketika sebuah telapak tangan menahan bahunya dari belakang.
"Melarikan diri pun juga akan percuma. Kau sudah tahu siapa musuhmu, lalu kenapa kau ingin mundur?"
Tangan Taehyung yang terbebas meraih punggung tangan Hwaseung. Dengan perlahan ia menurunkan tangan pemuda itu lalu berucap, "akan kuselesaikan dengan caraku sendiri."
"Kau pikir Heo Junhoo akan membiarkanmu?" Namgil berjalan mendekat dan menghentikan langkahnya di samping Hwaseung.
Kepala Taehyung menunduk dengan kedua tangan yang terkepal kuat. Dia kemudian bergumam seakan tengah berbicara pada diri sendiri, "apa yang harus aku lakukan?"
"Untuk memenangkan pertarungan melawan orang serakah, kau harus menjadi lebih serakah dari orang itu."
Hwaseung memandang Namgil, tampak tak setuju dengan apa yang baru saja diucapkan oleh sang ayah.
Namgil kembali berucap, "jadilah serakah dan dapatkan semuanya. Itulah sebabnya aku selalu menyuruhmu untuk memperbaiki sikapmu ... kau pikir menjadi bijaksana berarti kau memiliki dunia dengan kehormatanmu?"
"Abeoji—" Hwaseung hendak melayangkan protes, namun terhenti oleh satu telapak tangan Namgil yang terangkat ke udara.
Menurunkan telapak tangannya kembali, Namgil berucap, "menjadi licik bukan berarti kau harus melukai kehormatanmu. Tapi menjadi serakah, berarti kau harus melukai seseorang ... sekarang, aku ingin mendengar jawabanmu."
Taehyung mengatup rapatkan bibirnya yang terlihat gemetar. Mata itu kemudian terpejam, mencoba menahan perasaan yang sulit untuk dikendalikan hingga teguran sang ayah angkat menghancurkan semuanya.
"Pangeran Lee Taehyung."
"Aku ..." suara penuh keraguan yang terdengar sedikit gemetar justru tercekat.
"Jangan menjadi pengecut. Tunjukkan seperti apa dirimu yang sesungguhnya."
Netra itu kembali terbuka. Taehyung kemudian berucap tanpa memiliki keyakinan, "aku ... ingin menjadi serakah. Aku ... ingin mendapatkan kembali apa yang sudah direbut dariku. Aku ingin kemenangan."
"Maka dari itu, jadilah seorang Raja."
Batin Taehyung tersentak. Perlahan ia berbalik dan kembali berhadapan dengan kedua orang asing yang telah menjadi keluarganya itu. Dia kemudian bergumam, "aku tidak ingin menjadi Raja."
Senyum Namgil tersungging. "Kemenangan tanpa menjadi Raja. Kau pikir itu masuk akal, Bocah? Jangan munafik, aku tahu apa yang kau inginkan. Maka dari itu jadilah Raja untuk mendapatkan semua yang kau inginkan."
Taehyung mencoba menentang, "kenapa Abeoji mengatakan hal seperti itu? Jika aku menjadi Raja, lalu bagaimana dengan Putra Mahkota?"
"Pernahkah kau merelakan tempatmu dimiliki oleh orang lain?"
Percuma saja. Taehyung saat ini tengah berdiri di atas tebing yang curam tanpa memiliki pegangan. Berapa kalipun ia mencoba menyangkal, dengan mudah pendiriannya itu akan berubah hanya karena ucapan si Ungeom.
"Kau ingin mengambil semuanya, maka dari itu jangan sisakan satupun. Kau pikir Heo Junhoo tidak merencanakan apapun?"
"Jika aku menjadi Raja ... apakah semua akan kembali?"
"Kau tidak bisa memutuskan sebelum melakukannya. Baik dan buruknya, semua tergantung bagaimana kau memainkan peranmu."
"Lalu, bagaimana cara untuk menjadi Raja?"
"Satu-satunya jalan menjadi Raja adalah kematian ... kau harus menginjak kepala seseorang untuk bisa kembali ke singgasanamu."
"Bagaimana caranya?"
"Bunuh Putra Mahkota dan ambil takhtanya."
Alih-alih terkejut, Taehyung justru tertegun dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Namgil. Terdiam cukup lama tanpa memiliki fokus pandangan, otak Taehyung berhenti berpikir. Dia seakan tengah terjebak dalam labirin dan tak mampu menemukan jalan untuk keluar dari sana.
Suara Namgil kembali terdengar, "apa kau akan membunuh adikmu sendiri dan menjadi satu-satunya Raja Joseon, Pangeran Lee Taehyung?"
Bertahan dengan keterdiamannya, Taehyung berbalik dan kembali memunggungi kedua orang itu. Pandangan pemuda itu menatap lurus ke depan dengan rahang yang terlihat mengeras ketika ia telah menemukan keyakinan sesaatnya.
Dalam keraguannya, Taehyung mencoba mencari sedikit keyakinan untuk bisa memberikan jawaban kepada sang ayah angkat.
"Akan kulakukan apapun untuk bisa menjadi Raja Joseon," perkataan itu menjadi kalimat terakhir sebelum ia benar-benar pergi.
Hwaseung menatap penuh keraguan pada punggung yang berjalan menjauhi tempat mereka. Pemuda itu kemudian bergumam, "aku ragu dia bisa melakukan hal itu."
Satu pukulan keras menghantam bagian belakang kepala Hwaseung dan refleks membuat pemuda itu memegangi kepalanya dan melayangkan tatapan tak terima pada si pelaku pemukulan.
"Jangan mengurusi hidup orang lain, urusi hidupmu sendiri ... cari adikmu dan bawa dia pergi," terucap dengan nada menyebalkan seperti biasanya, Namgil lantas meninggalkan Hwaseung.
Hwaseung kemudian memprotes, "tidak sadar diri! Jika Abeoji adalah ayah yang bertanggungjawab, temui anak itu sendiri. Dasar ..."
Selesai ditulis : 19.08.2020
Dipublikasikan : 29.08.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro