Lembar 172
Tengah malam itu, ketika Taehyung tengah berada di kamar Hwagoon. Hoseok masuk dengan langkah tenang tanpa suara. Menjatuhkan satu lututnya di samping Taehyung lalu membisikkan sesuatu yang membuat tatapan bertanya Taehyung mengarah padanya.
Satu anggukan singkat Hoseok berikan. Taehyung lantas berucap dengan suara yang pelan, "Hyeongnim tetaplah di sini."
Hoseok kembali memberikan anggukan ringan. Taehyung lantas meraih pedang di sampingnya dan berdiri, lalu meninggalkan ruangan itu. Keluar dari paviliun, Taehyung segera melangkahkan kakinya meninggalkan halaman. Menyusuri kegelapan malam yang begitu tenang untuk memenuhi panggilan yang datang dari Gwansanggam.
Namun belum sampai menjangkau wilayah Gwansanggam, langkah Taehyung terhenti ketika di tengah kegelapan itu netranya menangkap sosok Guru Heojoon yang menghadang jalannya. Dan pria tua itu tidak lain adalah orang yang telah memberikannya undangan.
Guru Heojoon lantas mendekat dengan langkah yang begitu tenang. Kedua tangan yang saling bertautan di balik tubuh. Dalam hitungan detik, Guru Besar Gwansanggam itu telah sampai di tempat Taehyung.
"Telah mengganggumu semalam ini, aku mohon maaf, Ketua Kim."
Bertahan sebagai orang asing, Taehyung lantas melontarkan teguran pertamanya, "sebelum itu, perkenalkan dirimu terlebih dulu, Tuan."
Mendengar hal itu, segaris senyum terlihat di wajah Guru Heojoon. Pria itu lantas berucap, "akan terdengar berlebihan jika Ketua Kim memanggilku seperti itu. Kebanyakan orang akan memanggilku 'Guru Heojoon'. Jika Ketua Kim tidak keberatan, Ketua Kim bisa memanggilku dengan sebutan itu."
"Guru Heojoon dari Gwansanggam?"
"Benar, akulah yang mengirim undangan pada Ketua Kim."
Taehyung sejenak terdiam, mencoba memahami maksud dari Guru Heojoon yang justru juga bersikap layaknya orang asing padanya. Namun tak ada yang bisa ia dapatkan dari ketenangan yang menahan langkah mereka malam itu.
Setelah beberapa saat terdiam, Taehyung lantas kembali berucap, "menginginkan pertemuan denganku semalam ini, pastinya Guru Heojoon memiliki keperluan yang sangat mendesak."
Senyum tipis Guru Heojoon mengembang. "Aku pikir juga begitu. Tapi, bisakah Ketua Kim ikut denganku?"
"Jika itu bisa membuat Guru Heojoon bersedia mengatakan tujuan Guru yang sebenarnya. Maka tunjukkan jalannya padaku."
Guru Heojoon kembali tersenyum. "Mari," ucapnya yang kemudian membimbing langkah Taehyung untuk menyusuri jalanan gelap istana Gyeongbok tanpa adanya pembicaraan di antara keduanya.
Di sisi lain, tepatnya di paviliun selatan Gwansanggam. Guru Dong Il mengetuk pintu kamar yang di tempati oleh Changkyun. Dan Changkyun yang saat itu masih terjaga lantas meraih pedang miliknya dan berjalan ke pintu.
Pintu terbuka, membuat keduanya saling berhadapan. Guru Dong Il lantas memberikan teguran, "Pangeran belum tidur?"
"Kenapa Guru kemari?"
"Ada hal yang ingin kutunjukkan pada Pangeran. Bisakah Pangeran ikut denganku sebentar?"
Tanpa mengucapkan apapun, Chankyun melangkah keluar dan menutup pintu. Memberikan persetujuannya akan permintaan daru Guru Dong Il.
Guru Dong Il lantas berjalan terlebih dulu. Keluar dari paviliun, keduanya menyusuri teras paviliun dengan Guru Dong Il yang berjalan beberapa langkah di depan Changkyun. Guru Dong Il berbelok dan Changkyun menyusul. Namun beberapa langkah setelah berbelok, dua orang prajurit menyergap kepala Changkyun menggunakan karung dan juga menahan kedua tangan di belakang tubuh, membuat pedang di tangan Changkyun terjatuh. Changkyun hendak memberikan perlawanan, namun sayangnya lututnya lebih dulu menghantam lantai kayu.
Guru Dong Il berbalik. Satu anggukan ia berikan sebelum kedua prajurit itu membawa Changkyun pergi dengan paksa. Dan saat itu dari arah belakang, Guru Kiseung datang.
"Kalian yakin akan melakukan hal ini?" tanya Guru Kiseung. Terdapat kekhawatiran dalam nada bicaranya.
Guru Dong Il menyahut, "kita tidak memiliki pilihan lain."
"Lalu apa yang akan kalian katakan pada anak-anak itu nantinya?"
Guru Dong Il memandang Guru Kiseung. "Sejak awal kita sudah membuat kesalahan. Ramalan mengerikan itu ... seharusnya kita tidak merahasiakannya."
"Kau ingin memberitahukan ramalan itu pada anak-anak itu," Guru Kiseung menatap tak percaya.
"Pangeran Taehyung adalah orang yang bijaksana. Aku yakin dia pasti akan membuat keputusan yang benar."
"Kau akan membiarkan mereka pergi bersama? Pangeran Taehyung dan Pangeran Changkyun? Kau tidak ingat apa yang sudah dilakukan anak Ungeom itu ketika para Menteri menandatangani petisi penurunan takhta Pangeran Taehyung dulu?"
"Aku mengingatnya, untuk itu aku membiarkan mereka pergi bersama."
"Jangan gegabah. Jika anak itu serakah, dia akan berakhir seperti ayahnya."
Guru Dong Il menepuk dada Guru Kiseung dengan gerakan pelan. "Aku mengawasi mereka sejak mereka masih kecil. Pangeran Changkyun tidak mungkin menjadi serakah jika tuannya tidak menginginkan hal itu ... jika kau merasa keberatan, kau tidak perlu ikut."
Guru Dong Il lantas meninggalkan Guru Kiseung dan menyusul kedua prajurit yang sebelumnya membawa Changkyun pergi. Guru Kiseung terlihat sangat resah sebelum pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti langkah Guru Dong Il. Meski ia merasa ragu dengan tindakan kedua rekannya yang ingin mengirim dua Pangeran itu ke pengasingan.
Sementara itu, Guru Heojoon dan Taehyung sudah sampai di area Gwanghwamun. Sorot mata ramah milik Taehyung tanpa sadar berubah menjadi waswas ketika Guru Heojoon tak juga menghentikan langkahnya, seakan ingin membimbingnya meninggalkan istana.
Langkah Taehyung kemudian terhenti ketika Guru Heojoon menunjukkan identitasnya pada prajurit yang berjaga di sekitar gerbang. Dan setelah mendapatkan persetujuan dari prajurit tersebut, Guru Heojoon berbalik.
"Mari, Ketua Kim."
Guru Heojoon bermaksud menyuruh Taehyung berjalan lebih dulu, namun sayangnya Taehyung sama sekali tak beranjak dari tempatnya. Hal itulah yang kemudian membuat Guru Heojoon sejenak terdiam. Menunggu respon dari Taehyung yang tak kunjung datang.
Pada akhirnya Guru Heojoon lah yang harus menegur terlebih dulu. "Kenapa Ketua Kim berhenti?"
"Kita bisa berbicara di tempat ini. Kenapa Guru Heojoon harus repot-repot membawaku keluar istana?"
"Ada sesuatu yang ingin kutunjukkan pada Ketua Kim."
"Kalau begitu tunjukkan sekarang."
"Tapi sayangnya apa yang ingin kutunjukkan tidak berada di tempat ini. Jadi, bersediakah Ketua Kim ikut denganku?"
"Kalau begitu, aku menolak."
Guru Heojoon terdiam dengan pandangan yang tak lepas dari sosok Taehyung. Taehyung kemudian sekilas menundukkan kepalanya dan berbalik, namun saat itu beberapa prajurit datang mengepungnya sembari menodongkan pedang ke arahnya.
Taehyung menoleh ke samping, membiarkan ekor matanya menjangkau tempat Guru Heojoon. Dengan pembawaan tenangnya dia berucap, "apa maksudnya ini, Guru Heojoon?"
"Jika Ketua Kim menolak, aku tidak memiliki pilihan lain selain memaksa Ketua Kim."
"Aku tidak pernah terlibat urusan denganmu."
"Itu sebuah kebenaran, aku mengerti akan hal itu."
"Maka dari itu, berikan jalan untukku."
"Tidak untuk malam ini ... Pangeran."
Netra Taehyung semakin menajam, namun saat itu para prajurit menyerangnya dalam waktu bersamaan. Pedang di tangan kiri Taehyung terangkat untuk menangkis serangan dari beberapa prajurit itu sebelum ia yang berguling untuk melepaskan diri dari kepungan para prajurit.
Taehyung segera berdiri, memberikan tatapan dinginnya pada para prajurit yang tengah bersiap untuk menyerangnya kembali. Taehyung tidak mengerti dengan jalan pikiran Guru Heojoon. Dia berpikir bahwa pria tua itu adalah orang yang baik. Namun kenyataan yang ia dapatkan malam itu adalah Guru Heojoon yang berniat untuk membunuhnya meski sudah tahu bahwa dia adalah Pangeran Taehyung.
Merasa tak diberikan pilihan lain, Taehyung lantas menarik pedangnya. Dan setelahnya Taehyung benar-benar mengayunkan pedangnya untuk memenangkan pertarungan malam itu.
Jika dibandingkan dengan Taehyung, kemampuan prajurit rendahan itu tidak ada apa-apanya. Namun karena jumlah mereka yang banyak, Taehyung terlihat sedikit kuwalahan.
Taehyung bisa saja memenangkan pertarungan malam itu, namun semua justru harus berakhir baginya ketika batu seukuran kepalan tangan melesat ke arahnya dan berhasil menghantam bagian samping lehernya. Taehyung hampir limbung, namun saat ia mencoba untuk mempertahankan diri, saat itu para prajurit yang tersisa segera menghunuskan pedang mereka ke lehernya. Mengunci pergerakannya dari segala arah dan membuatnya sedikit mendongak.
Guru Dong Il datang, si pelaku pelemparan batu yang membuat kekalahan Taehyung malam itu. Sempat bertemu pandang dengan Taehyung, Guru Dong Il lantas melewatinya begitu saja dan menghampiri Guru Heojoon.
"Sudah kuperingatkan untuk tidak membuat keributan," tegur Guru Dong Il dengan suara yang pelan.
"Tidak ada pilihan lain, bagaimana dengan anak itu?"
"Segera bawa dia pergi dari sini." Guru Dong Il lantas berjalan menuju Gwanghwamun dan melewati gerbang itu. Sementara Guru Heojoon menghampiri Taehyung.
Guru Heojoon menegur, "sudah berakhir, Pangeran. Sekarang jatuhkan pedangmu."
Taehyung kemudian menyahut, "Lee Taehyung sudah mati, kenapa kalian bersikeras menyebutku sebagai orang itu?"
"Aku tidak harus menjawab hal itu karena Pangeran sudah memiliki jawabannya sendiri. Sekarang ... mari, pergilah bersamaku."
Taehyung tak memberi respon. Dan saat itu Guru Heojoon membuat kontak mata dengan salah satu prajurit yang kemudian merebut pedang di tangan Taehyung dan mengikat kedua tangan Bangsawan muda itu. Para prajurit itu menarik pedang mereka, namun saat itu salah satu dari mereka menutup kepala Taehyung menggunakan karung kecil yang terbuat dari kain hitam.
Guru Heojoon kembali memberikan isyarat dan setelahnya Taehyung di bawa paksa meninggalkan istana bersama Changkyun serta ketiga Guru Besar Gwansanggam lainnya.
Jalanan gelap malam itu menjadi saksi bisu akan konspirasi yang tengah di lakukan oleh ketiga Guru Besar Gwansanggam itu. Dan setelah perjalanan yang cukup jauh, pada akhirnya mereka sampai di Pelabuhan yang tampak kosong dan hanya ada beberapa orang yang memang sudah menunggu kedatangan mereka.
Ketiga Guru Besar Gwangsanggam itu naik ke atas perahu yang cukup besar, begitupun dengan kedua Bangsawan muda itu yang kemudian dipaksa mempertemukan lutut keduanya dengan lantai kayu. Dan setelah itu para prajurit berdiri sedikit menjauh.
Baik Changkyun maupun Taehyung sama-sama tidak tahu menahu keberadaan satu sama lain, karena memang tak ada yang berbicara sejak mereka meninggalkan istana Gyeongbok. Kedua tangan mereka terikat di belakang tubuh sehingga percuma saja melakukan perlawanan.
Ketiga Guru Besar Gwansanggam itu saling bertukar pandang. Dan tanpa ada kesepakatan sebelumnya, Guru Heojoon mewakilkan kedua rekannya untuk berbicara.
"Aku tahu ini tidaklah adil bagi kalian. Tapi ... ketahuilah, Nak. Dibutuhkan pengorbanan untuk mencapai sebuah kedamaian ... kalian tidak bersalah, hanya takdir yang kalian bawa lah yang membuat keadaan menjadi sulit."
Guru Heojoon tak melanjutkan dan melempar pandangan pada Guru Dong Il. Memberikan isyarat agar rekannya itu mengambil alih.
Guru Dong Il lantas berucap, "kami menginginkan yang terbaik bagi Joseon. Dan untuk itu, jalan satu-satunya agar Joseon tetap aman adalah dengan membuang kalian ..."
Kedua Bangsawan itu sama-sama terkejut, menyadari bahwa bukan hanya mereka sendiri yang berada di sana. Taehyung lantas menyahut dengan suara yang sedikit mengeras, "apa yang sedang kalian rencanakan?"
Batin Changkyun tersentak ketika suara familiar itu tertangkap oleh pendengarannya, dan saat itu Changkyun dengan gerakan yang sangat berhati-hati mencoba melepaskan ikatan di tangannya.
Guru Heojoon menyahut, "kami hanya ingin menjaga apa yang bisa kami jaga. Tentang ramalan yang buruk itu ... kami sedang mencoba menyelamatkan kalian dari takdir buruk itu."
Pergerakan Changkyun terhenti. Tentu saja dia tahu apa yang tengah dibicarakan oleh Guru Heojoon. Namun dia tidak mengerti apa hubungan mereka dengan ramalan itu.
Taehyung menyahut, "ramalan apa yang kalian maksud?"
"Kelak, ketika Joseon memiliki tiga Raja. Itulah akhir bagi Joseon."
Taehyung tak ingin percaya, namun entah kenapa ada sesuatu yang mengusik hatinya ketika ia mendengar perkataan Guru Heojoon. Dia lantas bergumam, "omong kosong, siapa yang membuat ramalan semacam itu?"
"Terlepas dari itu semua. Mohon, agar Pangeran berbesar hati untuk mengalah dan membiarkan Putra Mahkota menjadi satu-satunya Raja Joseon sebagai pengganti dari Baginda Raja."
"Berhenti mengatakan omong kosong! Lee Taehyung sudah mati!"
Semua orang tak terkecuali Changkyun, terkejut ketika Taehyung tiba-tiba membentak meski suara bentakannya sedikit teredam oleh kain yang membungkus kepalanya. Taehyung sendiri tidak tahu kenapa dia tiba-tiba merasa marah sehingga ia mengeluarkan bentakan yang membuat batin si Rubah tersentak ketika ia mengatakan bahwa 'Lee Taehyung sudah mati'.
Guru Heojoon hendak kembali berbicara, namun mereka terinterupsi oleh kedatangan Shin yang tiba-tiba. Ketiga Guru Besar Gwansanggam itu sekilas saling bertukar pandang. Tampak bertanya-tanya setelah menemukan kaki tangan Heo Junhoo tiba-tiba berada di sana.
Shin sekilas memandang kedua Bangsawan muda itu sebelum menghadap ketiga Guru Besar itu. Tundukan singkat Shin berikan sebagai pengganti salam.
Guru Dong Il lantas menegur dengan suara yang tak terlalu keras, "bukankah kau Jung Shin?"
Namun sayangnya suara pelan itu masih mampu didengar oleh Taehyung yang seketika memicu amarahnya. Dia lantas berujar sedikit lantang, "Heo Junhoo! Kau, kah itu?"
Ketiga Guru Besar Gwangsanggam beserta Shin serempak memandang Taehyung. Dan sepertinya kesalahpahaman di antara mereka semakin memburuk.
Guru Heojoon tak bermaksud meluruskan kesalahpahaman tersebut dan kembali berfokus pada tujuan Shin datang ke sana.
"Bagaimana caramu bisa sampai berada di sini, Tuan Shin?"
Shin menyahut, "itu bukanlah hal yang penting. Aku datang kemari untuk menyampaikan sesuatu kepada kalian."
Guru Dong Il menyahut, "apa itu?"
Shin mengambil amplop yang dititipkan oleh Cenayang Min Ok dari balik bajunya dan menyerahkannya pada Guru Kiseung yang berada paling dekat dengannya. Guru Kiseung lantas segera mengambil kertas yang berada di dalam amplop tersebut dan langsung memeriksanya.
Guru Heojoon menegur, "kau datang atas perintah Bangsawan Heo?"
"Bukan Bangsawan Heo," celetuk Guru Kiseung dengan raut wajah terkejut.
"Apa maksudmu?" tegur Guru Dong Il.
"Ini bukan dari Bangsawan Heo," guru Kiseung menyerahkan kertas di tangannya. Membiarkan kedua rekannya juga membawa apa yang tertulis di sana.
"Biarkan air mengalir semestinya. Jika kau membelokkan aliran air, maka dia akan menghancurkan apapun untuk membuka jalannya sendiri. Jangan ikut campur. Tiga Raja Joseon ... mereka akan mengambil takdir mereka sendiri. Aku sudah kalah, aku berlutut pada Raja yang diakui oleh semesta ... mundurlah ..."
Guru Heojoon dan Guru Dong Il saling bertukar pandang, menampakkan keterkejutan yang sama dengan Guru Kiseung sebelumnya.
Guru Dong Il lantas menegur Shin, "siapa yang memberikan ini padamu?"
"Cenayang Min Ok."
Keterkejutan ketiga Guru Besar Gwansanggam itu semakin besar. Guru Heojoon menyahut, "di mana wanita itu sekarang?"
"Dia sudah tewas."
"A-apa? Apa yang terjadi padanya?" gumam Guru Dong Il tak percaya.
"Dia mengakhiri hidupnya sendiri."
"Min Ok? Tidak mungkin," gumam Guru Heojoon.
Ketiga Guru Besar Gwangsanggam itu saling bertukar pandang. Seketika kebingungan menghampiri mereka. Merasa berada di jalan yang buntu ketika mendapati bahwa si pembawa ramalan lebih memilih mengakhiri hidupnya sendiri dibandingkan dengan harus melihat kebenaran dari ramalan tersebut.
Pandangan Guru Heojoon terjatuh pada kedua Bangsawan muda itu. Dia lantas bergumam, "apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Selesai ditulis : 01.08.2020
Dipublikasikan : 05.08.2020
Catatan Penulis :
Ada satu kabar. Series ke dua dari The Dynasty : THE FALLEN SWORD OF WAR IN JOSEON [Terbukanya Segel Iblis] sudah bisa kalian baca di Dreame mulai besok.
Untuk daftar Line Up-nya, kalian bisa kunjungi Book dengan judul Dreame Project di akun ini👇
Mulai dari Monsta X, BTS, Seventeen, Ikon, hingga The Boyz. Book ini menjadi Book pertama saya yang menggabungkan genre Historical Fiction dan Fantasy.
Jika kalian belum tahu seperti apa Book itu. Silahkan cek di Book Coming Soon Project.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro