Lembar 170
Menjauh dari keramaian. Changkyun dan Cenayang Min Ok berhenti di jalan setapak yang menghubungkan hutan dengan pedesaan. Wanita tua itu duduk di sebuah batu, tampak seperti nenek tua yang tak berdaya meski pada kenyataannya ia tidak selemah itu.
"Di mana rumah Nenek?"
"Aku akan menunggu di sini saja, cucuku akan datang menjemputku nanti."
"Kaki Nenek bagaimana?"
"Kakiku sudah merasa lebih baik. Terima kasih karena kau sudah mau repot-repot mengantarku."
"Lain kali berhati-hatilah, aku permisi." Changkyun berbalik dan hendak pergi sebelum pergerakannya terhenti oleh suara Cenayang Min Ok.
"Aduh," Cenayang Min Ok memekik tertahan sembari memegangi kaki kirinya. Sebuah siasat agar ia bisa menahan pemuda itu sedikit lebih lama.
Changkyun berbalik dan kembali mendekat tanpa menunjukkan perasaan iba di raut wajahnya yang justru berbanding terbalik dengan lisannya. "Nenek baik-baik saja?"
"Entahlah, tiba-tiba saja kakiku sakit. Mungkin aku sudah terlalu tua ... biasanya cucuku akan selalu memijat kakiku dan setelahnya aku merasa lebih baik. Tidak apa-apa, kau pergilah. Cucuku pasti sedang dalam perjalanan kemari.
Tak bisa meninggalkan wanita tua itu seorang diri di sana, Changkyun lantas menjatuhkan satu lututnya di samping kaki Cenayang Min Ok lalu menaruh pedangnya di sebelah kakinya sendiri.
"Izinkan aku melihat kaki Nenek."
Cenayang Min Ok sempat terperanjat. Tak menyangka jika pemuda dengan pembawaan yang dingin itu akan melakukan hal semacam itu.
"Tidak apa-apa, kau pergilah. Aku akan menunggu cucuku saja."
"Aku juga akan menunggu cucu Nenek di sini."
Cenayang Min Ok lantas membiarkan Changkyun menyentuh kakinya yang tertutupi rok. Pemuda itu dengan sukarela memijat kaki wanita tua yang bahkan tak ia kenal.
Cenayang Min Ok memperhatikan dalam diam. Menatap lekat pada netra dengan tatapan sedingin bulan yang sangat misterius itu seakan ingin mencuri sebuah rahasia dari sana. Hingga beberapa waktu kemudian, garis senyum yang begitu tipis terlihat di kedua sudut bibir Cenayang Min Ok. Bukanlah senyum licik seperti biasanya, namun seulas senyum yang selalu terlihat di wajah seorang nenek ketika melihat cucu mereka.
Melihat Changkyun berada di sana, mengingatkannya pada sosok Yeon yang dulu sering memijat kakinya sebelum tidur di malam hari. Namun semua hanya menjadi kenangan yang sia-sia, ketika pada akhirnya bayi perempuan yang ia besarkan justru harus mati di tangannya sendiri akibat keserakahan.
Sisi manusia Cenayang Min Ok tentu saja memiliki penyesalan. Terlebih ketika ia mendapati pemuda yang telah di perjuangkan oleh putri angkatnya hingga gadis itu pergi lebih dulu.
Cenayang Min Ok lantas kembali memulai pembicaraan. "Bolehkah aku mengetahui siapa namamu, anak muda?"
"Kim Changkyun," jawaban yang tampak acuh seperti biasa.
"Di manakah kau tinggal?"
Changkyun sempat terdiam sebelum memberikan jawaban, "di dekat sini."
Tangan Cenayang Min Ok lantas terulur dan sampai pada suarai hitam milik Changkyun. Menghentikan pergerakan pemuda itu yang kemudian memandangnya.
"Kau mengingatkanku pada cucuku." Usapan lembut itu Cenayang Min Ok berikan untuk beberapa kali ketika tak ada penolakan dari pemuda itu.
Lisan wanita tua itu tak sengaja berucap, "mungkinkah itu dirimu, Raja tanpa takhta?"
Batin Cenayang Min Ok tersentak tepat saat Changkyun mendapatkan pergelangan tangannya dan menahannya di udara. Tatapan dingin pemuda itu menyiratkan sebuah tanda tanya, dan Cenayang Min Ok baru sadar dengan apa yang ia ucapkan sebelumnya.
"Apa yang Nenek katakan barusan?"
Cenayang Min Ok segera menarik tangannya dan untuk kali pertama menampakkan kecemasan dalam wajahnya.
"Ah ... tidak, bukan apa-apa. Aku memang sering mengatakan hal-hal bodoh ketika aku bertambah tua. Lupakan saja apa yang baru saja kukatakan."
Changkyun tak bisa mempercayai hal itu dengan begitu mudahnya. Namun ia juga tak bisa memaksa orang asing itu untuk berbicara.
"Kakiku sudah tidak apa-apa. Jika kau ingin pergi, maka pergilah."
"Aku akan menunggu sampai cucu Nenek datang."
"Tidak perlu, cucu Nenek tidak terlalu menyukai orang baru. Sekarang pergilah."
Sempat ragu. Changkyun kemudian beranjak berdiri dan sekilas menundukkan kepalanya. "Jaga diri Nenek baik-baik," ucapnya dan benar-benar pergi meninggalkan Cenayang Min Ok.
Setelah pemuda itu cukup jauh. Saat itu perhatian Cenayang Min Ok teralihkan oleh kehadiran seseorang yang berdiri di sampingnya.
"Apa yang Nyonya bicarakan dengan anak itu?" tegur Shin yang mengawasi keduanya cukup lama.
Cenayang Min Ok tersenyum miring dan kembali memandang sosok Changkyun yang semakin mengecil dalam pandangannya. Dia menjawab, "bukan apa-apa, belum waktunya kau untuk mengetahui hal itu."
"Nyonya pergi terlalu lama, Daegam mencari Nyonya sejak tadi."
"Ya ampun, orang tua itu benar-benar menyusahkan. Kapan dia akan mati?" Cenayang Min Ok beranjak berdiri dan melangkahkan kakinya terlebih dulu, di ikuti oleh Shin di belakangnya.
"Shin."
"Ye?"
"Cucu dari pak tua itu, seperti apa wajahnya?"
Shin sempat terdiam sebelum menjawab. "Mirip dengan ibunya."
"Aku ingin bertemu secara langsung dengan anak itu?"
"Ada urusan apa Nyonya ingin menemui Putra Mahkota."
"Hanya untuk memastikan."
"Apakah itu?"
"Kau akan tahu setelah aku menemui cucu orang tua itu."
"Nyonya harus mendapatkan izin terlebih dulu dari Daegam."
Cenayang Min Ok kembali mengeluh, "ya ampun ... benar-benar."
Pagi itu Changkyun mencoba mencari jejak Taehyung yang bahkan tak bisa ia temui hingga siang menjelang. Ia kemudian memutuskan untuk kembali ke istana, lebih tepatnya ke paviliun selatan Gwansanggam ketika ia masih enggan untuk bertemu dengan Jungkook.
Hendak memasuki bangunan yang ia tempati, langkah itu terhenti ketika dari pintu lain guru Dong Il keluar dan segera menghampirinya.
"Pangeran baru kembali?"
Changkyun hanya sekilas merendahkan pandangannya. Tak ingin memberikan respon lebih, dan saat itu guru Dong Il mengulas senyumnya.
"Jika punggung Pangeran belum membaik, sebaiknya Pangeran tidak melakukan perjalanan jauh terlebih dulu. Aku permisi." Guru Dong Il melangkah pergi.
"Tunggu sebentar."
Langkah guru Dong Il terhenti. Keduanya sama-sama berbalik dan saling berhadapan.
"Adakah yang Pangeran perlukan?"
"Ada hal yang ingin kutanyakan pada Guru."
Guru Dong Il kembali mendekat. "Apakah itu?"
"Raja tanpa takhta ..."
"Kelak, Joseon akan memiliki tiga Raja ... Raja yang di akui oleh rakyat, Raja tanpa kekuasaan dan Raja tanpa takhta. Saat itulah sesuatu yang besar akan terjadi di negeri ini—sangat mengerikan ... dengarkan pesan ibumu ini baik-baik, Min Ok ..."
Selesai di tulis : 28.05.2020
Di publikasikan : 28.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro