Lembar 169
Taehyung kembali memasuki kamar Hwagoon setelah semalaman menghilang. Membuat dua Dayang yang berada di dalam ruangan itu berjalan keluar dengan kepala yang tertunduk.
"Tunggu sebentar," tegur Taehyung ketika para Dayang itu melewati pintu.
"Di mana Jung Hoseok?"
"Kami tidak melihat Tuan Muda Jung sejak tadi malam, Ketua," jawab salah satu dari kedua Dayang itu.
"Terima kasih, kalian boleh pergi."
Kedua Dayang itu menunduk dan segera pergi, tak lupa menutup pintu dari luar. Taehyung lantas melangkahkan kakinya menuju tempat Hwagoon, dimana gadis itu yang tetap terbaring seperti hari sebelumnya dengan kelopak mata yang tertutup.
Menempatkan diri duduk di samping Hwagoon. Pandangan itu segera tertuju pada wajah pucat yang sangat menyedihkan. Di raihnya telapak tangan gadis muda itu, memberinya genggaman lembut sebagai perwakilan dari permintaan maafnya.
"Bertahanlah sedikit lebih lama lagi. Secepatnya aku pasti membawamu pulang," sebuah monolog dengan suara pelan.
Untuk beberapa waktu Taehyung terdiam di sana. Dan setelah Hwagoon bangun, ia meninggalkan gadis itu agar para Dayang bisa merawatnya. Turun ke halaman, dari kejauhan ia melihat Hoseok datang mendekat.
"Hyeongnim dari mana saja?" tegur Taehyung begitu keduanya saling berhadapan.
"Paman dan Hwaseung Hyeongnim menunggu Ketua di luar istana."
"Mereka di sini?"
"Ye."
"Di mana mereka sekarang?"
"Di rumah sewaan milik seseorang bernama Hong Seonggyu."
"Kalau begitu, aku akan menemui mereka sebentar."
"Perlukah kuantar?"
"Tidak, aku bisa pergi sendiri. Hyeongnim tetaplah di samping Agassi."
"Berhati-hatilah."
Keduanya berpisah. Taehyung berjalan menuju Gwanghwamun dan kehadirannya itu berhasil menarik perhatian dari Changkyun yang kemudian menyusulnya.
Meninggalkan istana dan berbaur dengan para penduduk pagi itu, Taehyung tidak tahu jika sang Rubah ternyata mengikutinya dengan jarak yang cukup jauh.
Menghindari gerobak yang membawa tumpukan jerami, bahu Taehyung justru tidak sengaja menabrak seseorang. Dengan cepat ia segera menahan bahu seorang nenek yang hampir terjatuh itu.
"Maafkan aku, apa nenek baik-baik saja?"
Cenayang Min Ok mengangkat wajahnya dan tertegun untuk beberapa detik ketika melihat wajah Taehyung di hadapannya. Sungguh pertemuan di luar dugaan.
"Apa nenek terluka?" tegur Taehyung setelah tak ada respon dari Cenayang Min Ok.
Mata Cenayang Min Ok mengerjap setelah ia menyelami netra teduh milik Taehyung. Dan saat itulah bayangan lain dari Taehyung terlihat di pandangan Cenayang Min Ok.
Wanita tua itu tersenyum tipis. Tampak tak percaya ketika melihat bayangan Taehyung yang mengenakan mahkota Raja, lengkap dengan jubah kebesaran Kaisar Joseon.
Tangan Cenayang Min Ok yang tiba-tiba gemetar itu lantas memegang kedua lengan Taehyung dan mencengkeramnya. Membuat Taehyung merasa bingung dengan sikap wanita tua di hadapannya saat itu.
"K-kau—" suara Cenayang Min Ok tercekat di tenggorokan.
"Nenek baik-baik saja?"
"Bagaimana bisa?"
"Nenek? Kau baik-baik saja?"
Cenayang Min Ok lantas menurunkan tangan Taehyung dari bahunya dan kembali tersenyum tak percaya dengan wajah yang terkesan seperti orang bingung.
"Pergilah, kau berada di jalan yang benar, anak muda ... pergilah."
"Nenek yakin tidak apa-apa?"
"Tidak, tidak ... pergilah. Cepat pergi dari sini."
Menatap ragu, Taehyung sekilas menundukkan kepalanya dan kembali melangkah. Namun beberapa detik setelah kepergian Taehyung, kedua kaki Cenayang Min Ok tak mampu lagi menahan beban tubuhnya sehingga ia terjatuh. Tak terlalu keras karena seseorang menahan kedua lengannya dari samping.
Pandangan Cenayang Min Ok terjatuh pada jubah hitam dengan warna emas yang menjadi warna pendukung dari jubah yang bersentuhan dengan tanah itu.
"Nenek baik-baik saja?" suara yang lebih berat menyapa pendengaran Cenayang Min Ok.
Wanita itu perlahan mengangkat pandangannya. Seakan keterkejutan akan masa depan Taehyung sebelumnya belumlah cukup. Cenayang Min Ok kembali di hadapkan dengan sosok yang berhasil menggetarkan jiwanya.
Kim Changkyun. Datang dengan jubah berwarna gelap yang menyerupai jubah kebesaran Kaisar Joseon, meski pada kenyataannya saat itu Changkyun tengah memakai pakaian biasa yang sama seperti pakaian Bangsawan seumurannya.
"Nenek," teguh Changkyun.
Cenayang Min Ok tersadar dan penglihatannya mendapati penampilan Changkyun yang terlihat biasa saja, tak seperti pandangannya sebelumnya. Dengan cepat wanita tua itu menjauh. Terduduk di tanah dengan wajah bingungnya.
Changkyun sekilas memandang ke arah Taehyung pergi sebelumnya dan tak lagi menemukan keberadaan Taehyung di sekitar sana. Ia pun segera menjatuhkan pandangannya pada Cenayang Min Ok.
"Lain kali berhati-hatilah."
Changkyun hendak beranjak, namun saat itu pergerakannya terhenti ketika Cenayang Min Ok tiba-tiba menahan pergelangan tangannya.
"Tunggu sebentar, anak muda."
Changkyun kembali menjatuhkan satu lututnya. Dan Cenayang Min Ok kembali bersuara, "jika kau tidak keberatan, bolehkah aku minta tolong padamu?"
Changkyun sedikit gelisah. Namun ia telah kehilangan jejak Taehyung ketika ia menghabiskan banyak waktu di sana dengan wanita tua itu.
"Apa yang bisa kubantu?"
Cenayang Min Ok memegang kakinya sendiri sembari berucap, "kakiku tiba-tiba saja sakit dan tidak bisa di gunakan untuk berjalan. Bisakah kau mengantarku pulang?"
"Apa kaki Nenek terkilir?"
"Sepertinya begitu ... bisakah kau membantuku, anak muda?"
"Di mana rumah Nenek?"
"Lumayan jauh dari sini. Aku takut cucuku akan mencariku jika aku tidak cepat pulang."
Wajah Changkyun menunjukkan sedikit kegelisahan. Dan dengan pertimbangan singkatnya, ia kemudian membelakangi Cenayang Min Ok.
"Naiklah ke punggungku, aku akan mengantar Nenek pulang."
Cenayang Min Ok lantas naik ke punggung Changkyun. Membiarkan pemuda itu menggendongnya meski ia masih mampu untuk berjalan sendiri.
"Di mana rumah Nenek?"
"Di sana, aku datang dari arah sana," Cenayang Min Ok menunjuk arah yang berlawanan dengan Taehyung pergi sebelumnya.
Membimbing langkah sang Rubah untuk mengikuti arahannya yang entah akan ia bawa kemana dan juga apa yang akan ia lakukan pada si Rubah yang sama sekali tak menyadari bahwa wanita tua yang saat ini ia tolong adalah orang yang harusnya ia bunuh untuk membalas dendam atas kematian Yeon.
Taehyung memasuki sebuah kedai yang cukup ramai oleh pengunjung yang rata-rata adalah seorang Bangsawan. Berdiri di tengah keramaian. Kebingungan di wajah tenangnya itu berhasil menarik perhatian seorang perempuan berpakaian pelayan di sana.
"Kau mencari sesuatu, Tuan Muda?"
"Aku dengar kedai ini milik Hong Seonggyu."
"Benar, adakah yang bisa kubantu?"
"Aku ingin bertemu dengan pemilik kedai ini."
"Ah ... ye, mohon tunggu sebentar."
Pelayan itu meninggalkan Taehyung dan kembali lagi setelah beberapa waktu dengan membawa seorang pria paruh baya.
"Ada perlu apa kau mencariku?" tegur Hong Seonggyu dengan pembawaan yang arogan.
"Aku dengar ada dua Bangsawan yang semalam menyewa tempat Paman. Bisakah Paman mengantarku bertemu dengan mereka?"
Seonggyu memandang Taehyung dari ujung kaki hingga kepala dengan tatapan yang terkesan menghakimi. "Kau mengenal mereka?"
"Jika tamu Paman adalah tuan Kim dan putranya. Maka tidak salah lagi bahwa mereka adalah ayah dan kakakku."
"Oh! Sungguh?" raut wajah Seonggyu tiba-tiba berubah menjadi ramah.
"Bisakah Paman mengantarku ke tempat mereka?"
"Ah ... tentu saja. Ayo, ikut denganku."
Seonggyu membawa Taehyung keluar kedai dan beralih ke bangunan lain yang lebih bisa untuk di sebut dengan rumah.
"Masuklah ..." Seonggyu lantas berujar dengan lantang sembari berjalan ke dalam bangunan tersebut, "Tuan Pendekar ... putramu datang mencarimu."
Namgil yang saat itu berbaring di salah satu ruangan di bangunan tersebut pun membuka matanya dan saling bertukar pandang dengan Hwaseung yang saat itu duduk menghadap meja.
Sebelum mereka sempat berucap, pintu ruangan tiba-tiba terbuka dan menampakkan Seonggyu. "Ada yang mencari kalian."
Namgil yang sejak datang sudah di buat kesal oleh pemilik penginapan tersebut lantas meraih apa saja yang bisa ia gapai, lalu menggunakannya untuk melempar Seonggyu.
"Aigoo! Sudah kukatakan untuk bersikap sopan pada tuan rumah," protes Seonggyu.
"Berhenti berteriak padaku, aku tidak tinggal secara cuma-cuma."
"Ya ampun, benar-benar tidak tahu diri. Putramu datang mencarimu," ketus Seonggyu yang justru diabaikan oleh Namgil.
"Apa benar mereka yang kau cari?" tanya Seonggyu kepada Taehyung yang berdiri di luar ruangan.
"Benar."
"Ya sudah, masuk saja dan katakan pada ayahmu untuk tidak membuat keributan di tempatku."
"Terima kasih atas bantuannya."
Taehyung sekilas menundukkan kepalanya ketika Seonggyu pergi sebelum ia yang kemudian berjalan masuk. Menutup pintu dan di sambut oleh Hwaseung yang segera berdiri dari duduknya.
"Kau menerima pesan dari Hoseok?"
Taehyung mengangguk dan menghampiri Hwaseung. "Kenapa kalian bisa ada di sini?"
Hwaseung sekilas memandang sang ayah yang tampak tak peduli sebelum menjawab pertanyaan Taehyung. "Kami mengkhawatirkanmu, untuk itu kami datang kemari ... duduklah dulu."
Keduanya lantas duduk berhadapan dan kembali memulai pembicaraan disaat Namgil justru berpura-pura tak melihat kedatangan Taehyung.
"Bagaimana keadaan Agassi?"
Taehyung tak langsung menjawab. Merasa ragu dengan jawaban yang ia miliki dan hal itulah yang membimbing pandangan Namgil mengarah pada sang putra angkat.
Hwaseung kembali menegur, "ada apa?"
"Aku ... akan secepatnya membawa Agassi meninggalkan istana."
"Itupun jika Rajamu mengizinkan," celetuk Namgil yang segera menarik perhatian dari kedua putranya.
Hwaseung menegur, "berhenti berbicara jika itu bukanlah hal yang penting."
"Bocah kurang ajar, pintarlah sedikit. Jika orang itu bersedia memberikan izin, saat ini Agassi pasti sudah ada di sini," ujar Namgil yang sekilas memandang dengan tatapan jengah.
"Apakah itu membantu?"
Taehyung segera mengahi perdebatan itu, "aku belum sempat bertemu secara pribadi dengan Yang Mulia. Secepatnya akan meminta pertemuan dengannya."
Memperhatikan dalam diam. Namgil pun kembali mengalihkan pandangannya, meski ia sangat penasaran dengan apa yang terjadi di dalam istana setelah putra angkatnya itu kembali memasuki bangunan itu. Dan pada akhirnya kekhawatirannya itu justru terwakilkan oleh pertanyaan Hwaseung.
"Apa kau baik-baik saja?"
"Aku sedang tidak berada dalam kondisi yang buruk."
"Bukan itu, tapi ..." Hwaseung terlihat ragu-ragu sebelum ia menyerah. "Ah ... sudahlah, lupakan saja."
"Sampai kapan kalian akan tinggal di sini?"
"Aku tidak—"
"Tergantung padamu," celetuk Namgil tanpa berniat memandang kedua putranya. "Jika kau pergi, kami juga akan pergi dari sini. Jadi lebih segera selesaikan urusanmu dan jangan berlama-lama."
Tatapan tak terima itu justru di lontarkan oleh Hwaseung. Kenapa ayahnya terkesan begitu terburu-buru?
"Aku akan segera meminta pertemuan dengan Yang Mulia. Setelah aku mendapatkan izin, aku akan segera membawa Agassi pergi dari sana."
Selesai di tulis : 28.05.2020
Di publikasikan : 28.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro