Lembar 168
Malam semakin larut. Gong penanda waktu tengah malam telah di bunyikan, namun hal itu sama sekali tak memiliki arti apapun bagi sang Rubah yang terduduk di anak tangga yang berada di paviliun selatan Gwansanggam.
Di bawah langit gelap malam itu, pemuda itu berdiam diri dalam lamunannya. Setelah sebelumnya merasakan sedikit kebahagiaan ketika tuannya memenuhi janji untuk kembali padanya. Kini, nyatanya kebahagiaan itu tak menyisakan apapun ketika pandangannya tak lagi mampu menjangkau sosok tuannya yang sore tadi meninggalkannya di danau setelah mengucapkan kalimat yang datang bagaikan mimpi buruk.
Sudah lama Changkyun memendam kebencian pada Jungkook. Namun pada akhirnya, Taehyung lah yang kembali membelitkan takdirnya dengan takdir seorang Lee Jungkook. Changkyun ingin memberontak — dia menginginkan Taehyung menjadi Raja. Namun sayangnya keinginan itu tak mendapatkan restu dari Taehyung bahkan sebelum ia mengungkapkan keinginan tersebut.
Jadi, apakah yang bisa di lakukan oleh Rubah kecil yang kini tengah tersesat dalam kegelapan hatinya sendiri?
Angin senyap membawa suara langkah kaki yang sangat tenang itu mendekat ke tempat dimana sang Rubah terduduk dalam kebimbangan. Menoleh ke samping, di sana Changkyun menemukan Guru Dong Il tersenyum lembut sebelum menempatkan diri duduk di sampingnya.
Guru Dong Il mengarahkan pandangannya dan bergumam, "sungguh malam yang menyesatkan." Pria tua itu menjatuhkan pandangannya pada sang Rubah. "Bukankah begitu, Pangeran?"
Changkyun memalingkan wajahnya. Tak merasa bahwa ucapan Guru Dong Il merupakan sebuah pertanyaan.
Guru Dong Il kembali tersenyum. Mengalihkan pandangannya lalu bergumam, "bukankah ini sangat membingungkan?"
Terdiam sejenak menunggu respon sang Rubah. Pada akhirnya Guru Dong Il hanya melakukan sebuah monolog ketika jawaban itu tak kunjung ia dapatkan.
Guru Dong Il kembali memandang, meski yang di pandang tak memiliki ketertarikan untuk menatapnya. "Pangeran sudah bertemu dengan Ketua Kim?"
"Apa, yang akan terjadi setelah ini?" sebuah gumaman yang pada akhirnya menyatu dengan senyap udara malam itu.
"Yang mengetahui jawabannya adalah yang memiliki rencana. Siapapun orangnya, tidak mungkin bisa menjawab pertanyaan Pangeran jika seseorang itu tidak memiliki rencana."
"Aku tidak tahu."
Guru Dong Il tersenyum lembut. "Pangeran tidak seperti biasanya. Pangeran terlihat begitu gelisah malam ini ... jika Pangeran berkenan, izinkanlah pria tua ini memahami kekhawatiran yang tengah Pangeran rasakan."
Changkyun menjatuhkan pandangannya. Berdiam diri untuk sejenak sebelum mempertemukan pandangannya dengan tatapan hangat Guru Dong Il.
Guru Dong Il kembali tersenyum. Memberikan sambutan akan keraguan yang tampak dalam netra sang Rubah. "Katakanlah, tidak ada yang perlu Pangeran khawatirkan."
"Jika seandainya ... Ketua Kim adalah Naeuri. Masih bisakah dia menjadi Raja?"
Guru Dong Il sejenak terdiam. Entah kenapa dia tidak begitu terkejut dengan pertanyaan Changkyun. Dia kemudian berucap, "hanya seandainya, kah?"
"Bagaimana jika itu benar?" ralat Changkyun.
Guru Dong Il mengalihkan pandangannya dan berucap, "semua orang bisa menjadi Raja. Pada dasarnya rakyat tidak di berikan pilihan untuk memilih siapa yang akan menjadi Raja mereka." Guru Dong Il kembali memandang. "Pada dasarnya. Seorang Raja di tentukan berdasarkan kekuatan. Bukan hanya fisik, melainkan juga sesuatu yang berada di balik mereka ... seseorang yang lemah, tidak bisa menjadi Raja untuk rakyatnya. Melainkan hanya menjadi boneka bagi sebuah Klan yang menunjuknya sebagai Raja."
Pandangan Changkyun terjatuh dan tampak mempertimbangkan sesuatu sebelum mulutnya bergumam. "Seseorang yang tidak pantas menjadi Raja, apakah dia berhak untuk dipertahankan?" Changkyun membawa kembali pandangannya bertemu dengan Guru Dong Il.
Guru Dong Il tersenyum tipis. "Berhak atau tidaknya seseorang untuk dipertahankan tidak bisa di putuskan oleh orang lain. Pangeran sendirilah yang harus memutuskan hal itu."
"Jika Naeuri menjadi Raja, apa yang akan terjadi pada Putra Mahkota?"
"Keputusan itu, hanya Raja sendiri yang bisa menentukan. Tapi, untuk bisa menjadi Raja di saat Putra Mahkota masih menduduki tahtanya. Di perlukan seseorang yang benar-benar kuat ... bukan hanya fisik, namun mereka juga harus membuang hati mereka untuk bisa mempertahankan tahta yang sudah ia ambil."
Pandangan Changkyun kembali berpaling. Satu hal yang ia sadari, bahwa tuannya tak memiliki hati yang kuat untuk melakukan pemberontakan. Sangat berbanding terbalik dengannya.
Changkyun lantas kembali memandang dengan membawa pernyataan yang sangat mengejutkan. "Bagaimana ... jika aku yang menjadi Raja."
Netra Guru Dong Il membulat, menyatakan keterkejutannya kali ini. Perkataannya lantas tercekat di tenggorokan, "a-apa, apa yang baru saja Pangeran katakan?"
"Apa yang akan terjadi, jika seandainya aku yang menjadi Raja?"
"P-pangeran ..."
Udara sunyi yang membawa setiap suara sekecil apapun mampu tertangkap oleh jiwa yang masih menetap, perlahan menyusup di lubang-lubang kecil untuk menemukan sosok dari tuan sang Rubah yang kini tengah mengadu dalam diam pada wanita yang telah melahirkannya.
Terbaring dengan menaruh kepalanya di pangkuan sang ibu. Tangis itu terhenti namun tak mampu membuat lisan itu untuk berucap. Tangan hangat Young In beberapa kali mengusap surai hitam putranya. Menyampaikan kerinduan yang bercampur dengan kekhawatiran dan juga kebahagiaan ketika putranya kembali ke dalam rengkuhannya.
Setelah cukup lama. Taehyung membalik tubuhnya. Berbaring menghadap langit-langit dan menemukan tatapan teduh milik wanita yang paling ia cintai. Wanita itu tersenyum, membuat Taehyung mendapatkan satu tangan sang ibu dan membimbing tangan itu untuk menyentuh dadanya.
"Ibu ... bahagia?" sebuah gumaman yang terucap, menyusul kata 'Maaf' yang sempat ia ucapkan dalam pengaduannya sebelumnya.
Satu tangan Young In yang terbebas menyentuh kening yang terbalut kain berwarna biru tua dengan motif yang sangat cantik, dan ikat kepala itu tidak lain adalah pemberian Changkyun yang selalu disimpan oleh Taehyung dalam waktu yang cukup lama.
Young In lantas berucap, "bagaimana seorang ibu tidak bahagia ketika bisa kembali merengkuh putranya yang pernah menghilang."
Tangan Young In beralih menangkup rahang tegas sang putra. "Kembalilah, jangan pergi lagi. Tinggallah di sini bersama ibu."
Taehyung sedikit mengeratkan genggamannya pada punggung tangan Young In yang berada di atas dadanya. "Rasanya sangat sakit di sini. Jika aku tetap tinggal, aku tidak yakin bahwa aku akan di berikan umur yang panjang."
"Kenapa kau berbicara seperti itu? Di sini adalah rumahmu, di sinilah tempat dimana kau harus tinggal."
Taehyung tersenyum untuk kali pertama di hadapan sang ibu. Ia lantas berucap, "berjanjilah padaku."
"Apa yang harus ibu janjikan padamu?"
"Jangan mengatakan ini pada ayahanda."
"Kenapa? Kenapa kau harus bertindak sampai sejauh ini? Katakan pada ibu."
"Jungkook ... aku ingin, dia yang menggantikan ayahanda. Aku tidak butuh apapun dari ayahanda ... aku hanya ingin menjalani hidup dengan tenang."
"Jangan berbicara seperti itu. Adikmu memang akan menggantikan ayahmu."
Taehyung menggeleng. "Itu tidak akan terjadi jika Lee Taehyung kembali—"
"Taehyung ..."
"Aku tidak ingin menghancurkan semuanya. Aku tidak menginginkan tahta ayahanda ... aku tidak menginginkan apapun dari tempat ini. Oleh sebab itu, mohon agar ibu dan ayahanda bersedia melepaskanku dari beban itu."
"Apa yang sudah membebanimu? Katakanlah pada ibumu ini."
Taehyung lantas menggenggam tangan Young In menggunakan kedua tangannya. Dengan sangat memohon dia lantas berucap, "aku mencintai Hwagoon Agassi. Aku mohon, biarkan dia pergi bersamaku."
Netra Young In membulat. Tentu saja ia sangat terkejut dengan pengakuan dari putranya.
"Aku sangat mencintainya, mohon kembalikan Agassi padaku."
Suara Young In gemetar, "Nak ... kau tahu apa yang sudah kau lakukan? Kau sudah mempersulit takdirmu sendiri." Satu tetes air mata mengenai wajah Taehyung dan di susul oleh air mata milik pemuda itu sendiri.
"Untuk itu, aku memohon pada ibu. Bantulah aku, bantu aku membujuk Yang Mulia ... kembalikan Hwagoon Agassi padaku."
"Jika ... jika seandainya pernikahan ini di batalkan. Apa, apa yang akan kau lakukan?"
"Aku ... akan pergi menjauh dari istana. Aku tidak akan meminta apapun dari kalian."
"Tidak bisa!" Young In menggeleng kuat. "Kau harus tetap tinggal di sini ... ibu tidak akan membiarkanmu untuk pergi lagi."
Taehyung menggeleng. "Aku tidak ingin membuat semuanya menjadi lebih sulit dari ini."
Suara Young In tiba-tiba meninggi, "apa yang sebenarnya sedang kau bicarakan?"
"Aku tidak menginginkan apapun dari kalian. Kembalikan Agassi padaku, dan aku akan membiarkan Jungkook menjadi Raja."
"Jika seandainya ... pernikahan ini tetap di lanjutkan, apa yang akan kau lakukan?"
Taehyung bungkam. Hatinya kembali sakit ketika melihat ibunya yang kembali menangis tanpa suara dan justru menuntut sebuah jawaban darinya.
"Jawab pertanyaan ibu."
"Klan Heo ... aku akan menghancurkan siapapun orang yang berasal dari Klan Heo. Meski itu Jungkook sekalipun."
Selesai di tulis : 24.05.2020
Di publikasikan : 24.05.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro