Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 139

    Pagi itu, Taehyung terlihat di halaman rumah. Sekedar menikmati udara sejuk pagi hari dan memperhatikan aktivitas di sana pagi itu, namun sesuatu yang berbeda terlihat di wajahnya pagi itu. Masih terlihat begitu tenang, namun jika kembali di perhatikan, tatapan matanya terlihat begitu dingin dan tak seramah biasanya.

    Beberapa anggota Kelompok Pedagang dengan ragu menghampirinya dari arah belakang, dan kebisingan yang berasal dari arah belakangnya lah yang kemudian membuat Taehyung berbalik dan menemukan keempat pria paruh baya yang tersenyum canggung ke arahnya sembari saling dorong, seakan mereka yang tak berani untuk mengatakan sesuatu.

    "Apa yang ingin kalian katakan?"

    Sebuah teguran tanpa seulas senyum dan terdengar begitu dingin, menegaskan bahwa dia telah kehilangan sikap ramahnya selama ini. Namun meski begitu, tak banyak orang yang menyadari perubahan sikapnya tersebut, termasuk dengan keempat pria paruh baya di hadapannya kini.

    "Ah... Begini... Ketua... Tuan Muda Jung pasti sudah menyampaikannya kepada Ketua, bukan?" ujar salah seorang yang tampak memberanikan diri untuk berbicara.

    "Lalu?"

    Respon singkat yang justru membuat keempat orang di hadapannya semakin canggung dan sempat saling bertukar pandang sebelum seseorang kembali memberanikan diri untuk berucap.

    "Begini... Kami ingin mengetahui keputusan yang Ketua ambil perihal lamaran dari Baginda Raja."

    "Begitukah?"

    "Ye, ye. Jadi... Apakah keputusan yang telah Ketua ambil?"

    "Aku belum ingin memikirkannya."

    "Ah... Begitukah?"

    Salah satu dari mereka tiba-tiba berucap, "Ketua... Aku mengerti perasaan Ketua, meski kalian juga terlihat sangat serasi. Tapi... Coba Ketua pikirkan kembali bagaimana nasib Kelompok Pedagang, jika Agassi menjadi Putri Mahkota?"

    Seseorang di sampingnya menyikut bahunya dan bergumam dengan penuh penekanan, "apa yang kau bicarakan? Hati-hati jika berbicara!" ujarnya memperingatkan rekannya.

    Taehyung tetap tak menunjukkan perubahan dari raut wajahnya, masih betah dengan sikap dinginnya yang benar-benar tak menaikkan kepekaan dari keempat orang yang kini berhadapan dengannya.

    Seseorang tertawa canggung dan kembali berucap, "Ketua tidak perlu mengambil hati perkataannya tadi, semalam dia mabuk berat, jadi dia sering berkata yang tidak-tidak."

    "Begitukah?"

    "Ye. Tapi... Tidak ada salahnya menerima Lamaran tersebut. Ini merupakan kehormatan bagi Kelompok kecil kita, dan dengan Agassi menjadi Putri Mahkota. Kehidupan Kelompok Pedagang akan lebih makmur."

    "Apa selama ini aku membiarkanmu kelaparan?"

    "Ye?"

    Pertanyaan yang terlontar dengan begitu tenang dan seketika membungkam keempat orang di hadapannya. Membuat mereka baru menyadari bahwa sikap Ketua mereka benar-benar berbeda pagi itu. Tak ada senyum ramah dan tatapan teduh yang tiba-tiba di gantikan oleh tatapan dingin penuh luka yang membuat siapapun akan lebih memilih mundur di bandingkan dengan berhadapan dengannya.

    Taehyung mengulang kembali pertanyaannya, "apa selama kalian hidup bersamaku. Sehari saja kalian pernah merasakan bagaimana itu kelaparan?"

    "K-kenapa, b-bukan seperti itu yang kami maksud. Ketua tampaknya telah salah mengartikan maksud kami." ucap salah satu dari mereka dengan begitu gugup.

    "Tanpa Agassi pergi kemanapun, aku bisa memastikan bahwa kalian tidak akan pernah merasakan bagaimana itu kelaparan."

    "Mohon maafkan atas kelancangan kami ini." sesal seorang yang mewakilkan ketiga rekannya.

    "Bukan begitu." ralat Taehyung, "sepertinya kalian sudah salah paham."

    "Maksud, Ketua?"

    "Aku tidak bisa membahas hal ini karna aku belum bertemu dengan Agassi... Sekalipun aku memutuskan untuk menerimanya, aku tidak akan memaksa Agassi untuk menerima hal ini... Baginda Raja memberi waktu, dan biarkan Agassi menggunakan waktunya untuk berpikir."

    "Ah... Begitu rupanya. Baiklah jika begitu, kami permisi. Kami tidak akan menganggu Ketua lagi."

    Keempat pria itu lantas meninggalkan Taehyung, namun samar-samar Taehyung masih mendengar apa yang tengah mereka bicarakan dan hal itu lah yang semakin memperburuk suasana hatinya, di saat tak ada satu orang pun yang berada di pihaknya.

"Aku akan memberikan waktu tiga hari pada Hyeongnim untuk mengatakannya kepada putri Hyeongnim. Setelah itu, bersedia atau tidak, aku akan membawa putri Hyeongnim ke dalam Istana secara paksa."

    Bait terakhir dari surat yang di tulis oleh Ayahnya sendiri, kembali menguasai pendengarannya untuk sepersekian detik.

    Tiga hari nyatanya adalah waktu yang sangat singkat, dan 'Membawanya dengan paksa' adalah kalimat yang di kutuk oleh Taehyung. Kenapa hal itu seakan-akan sang Ayah yang benar-benar ingin menghancurkan.

    Dia sudah merelakan tahtanya, namun kenapa dia harus kembali merelakan sesuatu yang ia miliki. Kenapa dunia seakan-akan tak lebih lebar dari telapak tangannya di saat di antara ribuan bahkan ratusan ribu gadis yang ada di Joseon, kenapa Ayahnya harus mengambil Hwagoon untuk Jungkook.

    Namun nyatanya, seribu kali batinnya menuntut, seribu kali pula semua orang menjadi dungu di hadapannya. Tak ada yang bersedia memahami hatinya di saat ia telah membuang abdi setianya sendiri.

    Perhatiannya teralihkan ketika sosok Hwagoon menuruni anak tangga dengan seulas senyum lebar yang mengarah padanya, namun langkah gadis itu terhenti ketika ia justru bersikap acuh dan meninggalkan halaman begitu saja. Berusaha untuk menghindari kekasih hatinya yang mungkin dalam waktu tiga hari akan menjadi milik orang lain.

    Hwagoon menatap prihatin kepergian Taehyung, merasa bahwa sepertinya susana hati Taehyung belum membaik meski ia tak tau hal apa yang membuat Tuan Mudanya terlihat begitu kacau sejak semalam.

    Helaan napasnya yang kemudian membimbingnya untuk mendudukkan diri di anak tangga. Memilih merenungkan semuanya sendiri ketika ia masih enggan untuk menuntut jawaban dari Taehyung, dan bahkan semalam, Tuan Mudanya itu tiba-tiba pergi tanpa berucap sepatah katapun dan membuatnya di landa kekhawatiran hingga detik ini.

    Gadis muda itu berharap bahwa Tuan Mudanya akan kembali ke sedia kala ketika fajar menyingsing, namun yang ia temui pagi itu adalah pematah harapannya. Selama ini Taehyung tidak pernah menghindarinya, namun kenapa pagi itu Taehyung terkesan menghindar darinya.

    Hwagoon layak kecewa, karna ini seperti sebuah kepahitan akan pernikahan yang telah di janjikan oleh Taehyung ketika dalam perjalanan kembali ke Hanyang. Dia berpikir bahwa Taehyung akan benar-benar membahas hal itu dengan serius ketika telah sampai di Hanyang, namun semua terlihat begitu abu-abu bagi Hwagoon ketika melihat perubahan sikap dari Tuan Mudanya.

    Hoseok yang saat itu baru keluar dari dalam kamarnya dan berinisiatif untuk menemui Taehyung, nyatanya lebih dulu mendapati Hwagoon. Pemuda dengan pembawaan dingin itupun bergegas menghampiri Hwagoon yang tampak murung pagi itu, membuatnya ragu, mungkinkah Taehyung sudah memberitahukan perihal niat Baginda Raja untuk mempersunting gadis itu.

    "Agassi di sini?" tegur Hoseok yang seketika membuat Hwagoon melihat ke arahnya.

    "Orabeoni."

    "Apa yang sedang Agassi pikirkan?" Hoseok lantas duduk di teras, membiarkan kakinya yang hampir menyentuh tanah dan mengembalikan perhatiannya kepada gadis muda di sampingnya.

    "Tadi malam... Mungkinkah terjadi sesuatu pada Naeuri?" Hwagoon bertanya dengan ragu dan hal itu membuat Hoseok menaruh kecurigaan bahwa Taehyung belum membicarakannya dengan gadis itu.

    "Memangnya, ada apa dengan Ketua?"

    "Aku tidak yakin, tapi dia terlihat berbeda sejak kembali ke rumah. Aku pikir Orabeoni tahu."

    "Apa Ketua belum memberitahu Agassi?"

    Raut wajah Hwagoon menunjukkan keheranan. "Memberitahu tentang apa?"

    "Baginda Raja, berniat mempersunting Agassi sebagai pendamping Putra Mahkota.

    "A-apa?" mata Hwagoon membulat terkejut. Merasa terguncang dengan berita yang ia terima pagi itu.

    "Apa yang Orabeoni katakan?"

    "Aku sudah mengatakannya dengan jelas, Agassi pasti bisa memahaminya."

    Hwagoon memalingkan wajahnya, tatapannya gemetar menunjukkan seberapa terguncangnya ia pagi itu. Mungkinkah hal ini yang telah membuat Taehyung berubah dan menghidarinya.

    Dengan raut wajah yang masih terlihat terguncang, gadis muda itu lantas berdiri dan meninggalkan Hoseok tanpa mengucapkan sepatah katapun. Dia berjalan ke arah Taehyung pergi sebelumnya dengan membawa sebuah tuntutan tentang nasib yang akan ia terima, tanpa mengingkari bahwa hatinya menjadi begitu gusar di setiap langkah yang ia ambil.

    Taehyung yang saat itu berdiri di antara rak buku yang terdapat pada perpustakaan pribadi milik Ketua Park pun perlahan mengalihkan pandangannya dari buku di tangannya ketika seseorang membuka pintu ruangan dengan kasar. Dan tak menunggu waktu lama hingga pelaku pendobrakan pintu telah berdiri di hadapannya dengan raut wajah yang menunjukkan kemarahan.

    Dia pun menutup buku di tangannya dan mengembalikannya ke tempat semula sebelum akhirnya menghadap gadisnya yang datang dengan sebuah tuntutan. Namun bukannya segera membuka mulutnya, dia justru memperhatikan kemarahan sang gadis dengan keterdiamannya hingga sang gadisnya lah yang harus berucap terlebih dulu.

    "Kenapa Naeuri tidak mengatakannya padaku?" Sebuah tuntutan yang langsung Hwagoon tujukan begitu ia membuka mulutnya.

    "Lalu?" dan respon singkat yang membuat batin Hwagoon tersentak. Kenapa hal itu seakan-akan Taehyung yang tak ingin mempertahankannya.

    "Lalu?" Hwagoon berujar dengan rasa tak percayanya, "lalu apa yang sedang Naeuri pikirkan saat ini?"

    "Kau."

    Satu kata terucap, membimbing langkahnya untuk memutus jarak yang terbentang di antara keduanya. Tangan kirinya dengan cepat menarik lembut pinggang gadis di hadapannya dengan tangan kanan yang menangkup wajah sang gadis sebelum ia yang menjatuhkan ciuman lembut pada bibir gadis itu yang sempat terkejut akan perlakuannya yang tiba-tiba.

    Matanya terpejam, namun segera terbuka kembali ketika sang gadis mendorongnya menjauh dan dengan begitu keduanya saling bertemu pandang tanpa ia yang menarik tangannya dari pinggang si gadis yang nyatanya sudah menangis terlebih dulu. Mencoba menarik simpati dari si Tuan Muda agar menyelamatkannya dari nasib yang akan menimpanya.

    "Kenapa tidak mengatakannya kepadaku?" lirih Hwagoon di saat air matanya yang telah berhasil membasahi tangan Taehyung yang masih menangkup wajahnya.

    "Apa yang ingin kau dengar dariku?"

    "Aku tidak mau."

    Perlahan jemari Taehyung tergerak untuk mengusap air mata yang terjatuh dari kelopak mata gadisnya, di saat mulutnya yang masih belum bersedia mengucapkan sesuatu untuk menenangkan keadaan.

    "Jangan lakukan ini padaku."

    Jemari Taehyung berhenti bergerak, mengunci netra sang gadis dengan tatapan sayunya yang terkesan begitu dingin.

    "Kau tahu, seribu harapan rakyat tidak akan lebih kuat dari pada keinginan Rajanya."

    Tangan kiri Hwagoon terangkat dan mengenggam punggung tangan Taehyung yang masih berada di hadapannya.

    "Jangan membuangku! Naeuri sudah berjanji, Naeuri tidak bisa mengingkarinya."

    "Haruskah aku mengucapkan maaf sekarang?"

    Hwagoon menggeleng kuat. "Aku menolak! Aku tidak ingin pergi kemanapun."

    "Penolakanmu tidak akan merubah apapun."

    Hwagoon dengan cepat menurunkan tangan Taehyung dan langsung mengenggamnya menggunakan kedua tangannya, dan dengan begitu, tangan Taehyung pun terlepas dari pinggangnya.

    "Kita pergi dari sini, kita tinggalkan Hanyang dan hidup berdua di luar sana."

    "Lupakan!"

    Satu kata yang menjadi pukulan bagi Hwagoon, kenapa hal itu terdengar begitu mudah bagi Taehyung.

    "Bukalah matamu! Baginda Raja memberi waktu tiga hari, dan itu berarti Baginda Raja sudah mengamankan tempat ini."

    Sebuah kebenaran yang tak di ketahui oleh siapapun kecuali Taehyung, karna memang sebelum berdiri di halaman, dia sempat berkeliling sejenak dan mendapati beberapa Prajurit yang berjaga di sekitar pemukiman.
    Meski mereka mengenakan pakaian yang sama seperti penduduk lain, namun matanya tak bisa di bohongi. Dan itu berarti dia akan benar-benar kehilangan gadisnya dalam kurun waktu tiga hari.

    "Tidak." Hwagoon menggeleng, "jangan lakukan ini padaku. Kita masih bisa pergi sekarang."

    Taehyung menarik tangannya dari Hwagoon tanpa menyadari bahwa hal itu semakin melukai gadis muda tersebut.

    "Tiga hari lagi, pergilah ke Istana!"

    Hwagoon kembali terguncang atas keputusan yang telah di ambil oleh Taehyung, pemuda itu lantas berjalan melewatinya tanpa berucap sepatah katapun.

    Namun hanya beberapa langkah dan Taehyung berhenti ketika sepasang tangan melingkar di pinggangnya, di susul oleh sebuah kepala yang menyandar pada punggungnya.

    "Kenapa Naeuri seperti ini?" gumam Hwagoon, mencoba menahan tangisnya di saat untuk pertama kalinya Taehyung mulukainya.

    "Kenapa Naeuri tidak berusaha untuk mempertahanku?"

    "Jangan berpikir bahwa yang selama ini ku berikan padamu adalah sebuah kepalsuan belaka. Jangan pernah memikirkan hal semacam itu!" Taehyung tetap berujar dengan tenang, meski tak memungkiri bahwa pendiriannya mulai tergoyahkan oleh tangisan gadis yang kini memeluknya dari belakang tersebut.

    "Lalu kenapa? Kenapa Naeuri melepaskanku dengan begitu mudah? Apa aku begitu mudah bagi Naeuri?"

    "Buanglah pikiran burukmu itu! Tiga hari lagi, pergilah ke Istana!"

    Semudah kata itu terucap, semudah itu pula tangan itu melepaskan pelukan sang gadis dan berjalan pergi meninggalkannya begitu saja.

    Seketika Hwagoon jatuh terduduk di lantai dengan tangis yang terlepas begitu saja. Hatinya benar-benar sakit sekarang, dan dia sadar bahwa dia memang benar-benar tak mengenal Taehyung dengan baik.

    Untuk pertama kalinya semenjak kebersamaan mereka, Taehyung melukainya dan itu benar-benar luka yang sempurna, seakan menegaskan bahwa perkataan manis pemuda itu sebelummya merupakan sebuah kepalsuan belaka.

    Namun haruskah semua berakhir semudah ini ketika ia benar-benar memberikan sepenuh hatinya kepada pemuda itu. Kenapa Taehyung seakan-akan memandang rendah perasaannya, dan tanpa ia ketahui bahwa sang Tuan Muda tidak benar-benar pergi meninggalkannya.

    Nyatanya Taehyung masih berada di sana dan melihatnya menangis dari celah yang tercipta di antara rak buku. Namun nyatanya dia tidak bisa melakukan sesuatu yang lebih berguna selain hanya berdiam diri melihat gadisnya terluka karna perlakuannya.

    "Tiga hari. Jika Abeoji tidak kembali, aku akan benar-benar mengambil keputusan yang salah." batinnya dan bersamaan dengan itu, air mata yang telah lama ia tahan tak mampu lagi bertahan dan dengan mudahnya jatuh menyusuri wajahnya.

    Tiga hari. Akankah semua dapat di perbaiki?

Selesai di tulis : 01.12.2019
Di publikasikan : 01.12.2019

Saya nulis apa🙈🙈🙈🙈

Warning Sign mulai dari sini😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭 Hampir nangis di detik-detik terakhir, mungkin Authornya yang berlebihan😞😞😞

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro