Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 136

Berselang dua hari, Kelompok Pedagang telah sampai di Hanyang dan tentunya kabar itu dengan cepat sampai ke telinga Lee Jeon berkat utusan rahasianya yang menghadapapnya malam itu.

Kasim Hong membuka pintu salah satu ruangan di Paviliun Baginda Raja, dan di sanalah Lee Jeon bisa melihat seorang utusannya yang duduk bersimpuh di tengah ruangan. Buru-buru dia berjalan masuk di ikuti oleh Kasim Hong yang segera menutup pintu dan menyusulnya.

Lee Jeon duduk di balik meja kecil yang berada di ujung ruangan, tepat di ujung anak tangga yang tidak seberapa tinggi dengan pandangan yang segera terjatuh kepada Prajurit di hadapannya tersebut, di saat Kasim Hong telah berdiri di samping Prajurit tersebut.

"Hormat hamba, Yang Mulia." ucap si Prajurit dengan kepala yang menunduk dalam.

"Katakan padaku, berita apa yang kau bawa kali ini!" titah Lee Jeon.

Si Prajurit menyahuti, "Kelompok Pedagang telah sampai di Hanyang pada hari ini. Tapi, hamba sama sekali tidak mendapati Ketua Park Seonghwa ikut serta dalam rombongan tersebut."

Lee Jeon tampak terkejut dengan kabar itu dan sempat bertemu pandang dengan Kasim Hong sebelum kembali menjatuhkan pandangannya pada Prajurit di hadapannya.

"Lalu, bagaimana dengan putrinya?"

"Park Hwagoon Agassi ikut serta dalam rombongan dan dari apa yang hamba dengar, beliau belum menikah."

"Kau yakin dengan hal itu?"

"Jika hamba berbohong, maka Yang Mulia berhak mengambil nyawa hamba." ucap si Prajurit tanpa ada sedikit keraguan.

Sudut bibir Lee Jeon terangkat, merasa begitu lega akan berita yang ia dengar malam itu. Dan jika begitu, peluangnya untuk membawa Hwagoon ke dalam Istana masih sangat besar.

"Kau boleh pergi sekarang, dan pastikan bahwa tidak ada satu orangpun yang mengetahui tentang hal ini."

"Hamba mengerti, Yang Mulia. Hamba mohon undur diri." Prajurit itupun beranjak berdiri dan segera meninggalkan ruangan tersebut.

Tepat setelah pintu tertutup, Kasim Hong mendekati Lee Jeon dan berdiri di tempat yang lebih rendah di bandingkan dengan Lee Jeon. Tepat di bawah anak tangga.

"Jadi, bagaimana rencana Yang Mulia setelah ini?" Kasim Hong berucap.

"Kita tidak bisa menunda hal ini lebih lama lagi, sudah cukup waktu yang ku berikan kepada Seonghwa Hyeongnim. Jika memang harus memaksa, aku akan tetap membawa putrinya ke dalam Istana." ucap Lee Jeon sungguh-sungguh.

"Jika itu sudah menjadi keputusan dari Yang Mulia, hamba hanya bisa menjalankannya."

"Besok, aku akan mengirimkan surat lamaran kepada Ketua Park. Pastikan semua berjalan dengan baik."

"Ye, Yang Mulia."

Malam itu, langkah Taehyung tergerak untuk keluar dari kamarnya setelah sejak sore hanya berdiam diri di dalam kamar di temani dengan sebuah buku di saat Namgil sama sekali belum terlihat sejak kedatangannya siang tadi. Entah orang tua itu sudah kembali ke Hanyang atau belum.

Pintu kamar terbuka secara halus dan setelahnya langkah kaki itu berjalan melewati pintu. Hawa sejuk tengah malam yang menyapanya tepat saat ia keluar dari tempat persembunyiannya.

Dia menutup kembali pintu kamarnya dan pandangannya tak sengaja terjatuh ke arah samping ketika ekor matanya yang sempat menangkap siluet seseorang.

Sedikit terheran ketika mendapati Hoseok yang duduk di anak tangga tepat di depan kamarnya sendiri. Taehyung pun perlahan melangkahkan kakinya untuk menghampiri saudara angkatnya tersebut yang sepertinya tengah memikirkan sesuatu.

"Sudah tengah malam, apa yang Hyeongnim lakukan di sini?"

Hoseok menolehkan kepalanya ke sumber suara dan tak terkejut ketika mendapati Taehyung telah sampai di tempatnya.

"Kemana Ketua ingin pergi?"

Taehyung menggeleng. "Aku tidak bermaksud untuk bepergian, aku hanya ingin mencari udara malam dan tidak sengaja menemukan Hyeongnim berada di sini."

Taehyung kemudian menempatkan diri duduk di samping Hoseok.

"Hyeongnim terlihat sedang memikirkan sesuatu."

"Aku tidak berpikir, hanya sekedar berdiam diri."

Sudut bibir Taehyung perlahan terangkat ketika pandangannya menembus kegelapan di hadapan mereka. Menikmati kesunyian di ruang terbuka yang tampak kosong, namun cahaya bulan di atas sana berhasil mencuri perhatian si Ketua Kim yang kemudian menghadiahinya dengan seulas senyum yang terlihat begitu tulus.

Sedangkan di sampingnya, Tuan Muda Jung memperhatikannya dalam diam. Namun hal itu tak berlangsung lama karna setelahnya ia pun turut menaruh perhatiannya kepada sang rembulan yang tengah mengawasi mereka dari tempatnya yang begitu tinggi.

"Sudah lama sekali." Taehyung bergumam dan menarik kembali perhatian Hoseok, namun tak ada kata yang kembali terucap dari mulutnya.

"Sudah sangat malam, seharusnya Ketua lekas tidur."

Taehyung menjatuhkan pandangannya pada Hoseok, lalu berucap, "aku hanya ingin mencari angin, bukan perkara." dia lantas menjatuhkan pandangannya pada kegelapan di hadapannya.

"Tapi angin malam pun juga tidak baik untuk kesehatan."

"Hyeongnim sendiri? Apa yang Hyeongnim cari di tengah malam seperti ini?"

Taehyung menjatuhkan pandangannya pada Hoseok, namun pemuda itu dengan segera mengalihkan pandangannya dan saat itu pula, Taehyung mampu merasakan kekhawatiran yang di rasakan oleh saudara angkatnya tersebut. Dia lantas kembali menjatuhkan pandangannya ke tempat sebelumnya.

"Aku sempat khawatir ketika memutuskan untuk kembali ke Hanyang." Taehyung kembali berucap, begitupun dengan perhatian Hoseok yang kembali terarah padanya.

"Apa yang kiranya membuat Ketua begitu khawatir."

"Agassi... Aku khawatir jika dia terlalu emosional ketika sampai di Hanyang."

"Namun semua hanya terjadi dalam pikiran Ketua."

"Tidak, bukan begitu." Taehyung menyangkal, "lebih dari siapapun, dialah orang yang paling terluka saat ini... Dia... Menahannya dengan sangat baik hanya agar terlihat kuat di mata orang lain. Dia... Mungkin jauh lebih terluka dari apa yang terlihat."

Hoseok mengalihkan pandangannya dan untuk sesaat keadaan benar-benar menjadi hening ketika tak ada satupun yang bersedia untuk kembali membuka suara. Namun di saat suasana semakin terasa canggung, saat itu pula Hoseok mengembalikan perhatiannya kepada Taehyung. Menatap wajah tenang itu dengan penuh keraguan.

"Ada hal, yang ingin ku tanyakan kepada Ketua."

Taehyung menjatuhkan pandangannya pada Hoseok dan berucap, "katakanlah!"

"Bukan pertanyaan, lebih tepatnya sebuah nasehat."

Senyum Taehyung perlahan mengembang dengan sempurna. "Katakan!"

Hoseok sejenak terdiam, menunjukkan keragu-raguannya ketika harus kembali membuka mulutnya.

"Seorang Pendekar Pedang tidak di izinkan untuk memiliki keraguan dalam segala tindakan yang ia ambil. Oleh sebab itu, jadilah seperti yang seharusnya... Hyeongnim bisa mengatakan apapun padaku jika Hyeongnim bersedia."

Penuturan lembut yang seakan menguatkan pendirian Hoseok dan dalam waktu bersamaan juga telah menghancurkannya.

"Berdosakah, jika aku menaruh hati terhadap wanita yang telah di miliki oleh orang lain?"

Batin Taehyung tersentak untuk sepersekian detik, namun tidak dengan wajahnya yang masih terlihat begitu tenang. Hingga garis senyum di wajahnya perlahan melebar seiring ia yang menjatuhkan pandangannya ke arah lain.

"Seseorang mengatakan padaku, bahwa mendapatkan hati seseorang adalah hal yang paling sulit untuk di lakukan."

Alih-alih menanyakan kebenaran tentang pertanyaan Hoseok sebelumnya, Taehyung lebih memilih untuk benar-benar memberikan sebuah nasehat. Terlepas dari gadis mana yang di maksud oleh Hoseok.

"Terlepas dari keinginan untuk memiliki atau hanya untuk mencintai, semua di kembalikan kepada yang menjalani... Jika raga itu masih belum di rengkuh oleh raga lain, maka Hyeongnim memiliki hak untuk mempertahannya. Namun... Jika seseorang telah merengkuh raga itu terlebih dulu sebelum Hyeongnim, maka milikilah dia hanya sebatas hatinya..." Taehyung kemudian menjatuhkan pandangannya pada Hoseok.

"Mencintai milik orang lain bukanlah tindakan yang di benarkan. Namun selama Hyeongnim tidak berniat untuk memilikinya... Hyeongnim bisa tetap berjalan di jalan itu."

Seulas senyum di akhir kalimat, menyembunyikan perasaan tak nyaman yang sempat terlihat di sorot matanya. Taehyung kemudian beranjak berdiri.

"Sebaik-baiknya udara malam, cepat atau lambat mereka pasti akan melukai. Akan lebih baik jika Hyeongnim segera masuk ke dalam." Taehyung lantas meninggalkan Hoseok dan kembali ke kamarnya.

Sedangkan Hoseok, pemuda itu menjatuhkan pandangannya. Memikirkan kembali nasehat yang telah di berikan oleh Taehyung, dan kesimpulan yang ia dapat adalah kenyataan bahwa ia berdiri di tempat yang salah.

Tidak masalah jika dia hanya mencintai tanpa berniat untuk memiliki wanita yang telah jatuh ke dalam pelukan pria lain. Namun bagaimana jika pada kenyataannya dia justru berharap untuk bisa memiliki wanita itu? Masihkah ia pantas untuk berdiri sebagai seorang Pendekar Pedang? Masihkan ia pantas menerima uluran persaudaraan dari Bangsawan seperti Kim Taehyung?

Masihkan ia pantas mengungkapkan permohonan maaf suatu hari nanti?

Selesai di tulis : 21.11.2019
Di publikasikan : 23.11.2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro