Lembar 133
Hari yang terus berganti, membawa udara yang berbeda di setiap waktunya. Lee Jungkook, masih setia duduk di gazebo yang berada di area Paviliunnya. Menunggu telah menjadi rutinitasnya setiap hari sejak kepergian Changkyun, dan sudah lebih dari tiga minggu masa penantiannya.
"Yang Mulia Putra Mahkota." teguran kecil dari Kasim Cha yang berdiri berdampingan dengan Kasim Seo tepat beberapa langkah di belakang Jungkook.
"Sudah lama Yang Mulia Putra Mahkota berdiri di sini, apa tidak sebaiknya Yang Mulia Putra Mahkota kembali ke Paviliun untuk betistirahat?"
"Aku lebih suka di sini."
Jawaban yang terdengar begitu tenang, sungguh jauh dari karakter seorang Lee Jungkook yang biasanya. Kedua Kasim tersebut saling bertukar pandang dan setelahnya Kasim Seo menggeleng pelan sebagai isyarat untuk tidak menganggu Jungkook.
Udara dingin malam hari semakin menambah kesunyian di antara ketiganya. Setelah puas menatap kegelapan di hadapannya, perlahan Jungkook mengarahkan pandangannya ke langit Joseon yang tak begitu gelap karna sinar putih rembulan yang bersinar cukup terang malam itu.
Seperti malam sebelum-sebelumnya, dia akan selalu menyempatkan diri untuk melihat kumpulan bintang-bintang di atas langit Istana Gyeongbok dengan harapan bahwa bintang sang kakak bisa kembali untuk sekedar memberikannya harapan.
Namun sebuah kepahitan harus ia dapatkan berkali-kali setelah tak menemukan apa yang ia cari. Dia pun kembali menjatuhkan pandangannya dan berbalik menghadap dua Kasim yang selalu berada di sisinya tersebut.
"Aku ingin pergi ke Gwansanggam."
Pernyataan yang membuat kedua Kasim tersebut menunjukkan reaksi terkejut mereka, hingga mengharuskan Kasim Seo untuk berucap di saat Kasim Cha tak sampai untuk melontarkan sebuah pertanyaan.
"Pergi ke Gwansanggam semalam ini, apa yang kiranya akan Yang Mulia Putra Mahkota lakukan di sana?"
"Aku hanya ingin mengunjungi Guru Dong Il... Sebentar saja."
Jungkook kemudian melangkahkan kakinya turun dari gazebo di ikuti oleh kedua Kasim yang berjalan di belakangnya. Ketiganya pun menyusuri jalanan setapak yang tampak gelap untuk bisa sampai di Gwansanggam yang lumayan jauh dari Paviliun Putra Mahkota.
"Siapa di sana?" lantang suara tegas yang datang dari kegelapan dan menghentikan langkah ketiganya setelah berjalan cukup jauh dari tempat sebelumnya.
Kasim Seo yang menyadari bahwa itu adalah Prajurit yang tengah berpatroli, segera berdiri di hadapan Jungkook untuk menemui para Prajurit yang datang mendekat tersebut.
"Apa yang sedang kalian lakukan di sini?" ujar si Prajurit yang tak menyadari kehadiran Jungkook.
"Yang Mulia Putra Mahkota sedang bersafari malam." ujar Kasim Seo dan seketika raut wajah para Prajurit tersebut menegang dan segera menundukkan kepala mereka setelah mendapati sosok Jungkook di belakang kedua Kasim tersebut.
"Mohon maaf atas kelancangan kami ini, Yang Mulia Putra Mahkota."
Memilih tak perduli, Jungkook kembali melangkahkan kakinya dan kembali di ikuti oleh kedua Kasim di belakangnya. Setelah hampir menjangkau Gwansanggam, langkah Jungkook kembali terhenti ketika melihat sosok yang sangat familiar datang dari kejauhan. Dia pun segera menghampiri sosok pria berpakaian serba hitam tersebut yang tidak lain adalah Shin.
"Paman."
Shin tersentak ketika sebuah suara tiba-tiba berada di hadapannya, sorot mata tajamnya menunjukkan sedikit keterkejutan ketika melihat Jungkook berada di hadapannya. Namun dia segera menundukkan kepala dan memberi salam guna menutupi rasa terkejutnya.
"Hormat hamba, Yang Mulia Putra Mahkota."
"Paman kenapa bisa ada di sini? Apa Paman baru saja bertemu dengan Ibuku?"
"Ye."
"Apa Kakek yang menyuruhnya?"
"Ye."
"Apa yang Kakek katakan?"
"Mohon maaf yang sebesar-besarnya, tapi hamba hanya bertugas untuk menyampaikan surat dari Daegam."
Jungkook sejenak memalingkan wajahnya, memang masuk akal Shin tidak mengetahui apa yang di katakan oleh Kakeknya kepada Ibunya jika Kakeknya hanya mengirimkan sebuah surat. Dia kembali menjatuhkan pandangannya pada Shin.
"Bagaimana kabar Kakek? Apa dia baik-baik saja?"
"Beliau berada dalam kondisi yang baik."
"Syukurlah, sudah lama aku tidak bertemu dengannya."
"Tapi, Yang Mulia Putra Mahkota." tegur Shin setelah menyadari di mana Jungkook berada sekarang.
"Ada apa?"
"Kenapa Yang Mulia Putra Mahkota bisa berada di tempat ini?"
"Aku ada sedikit keperluan dengan Guru Dong Il."
"Tapi ini terlalu malam untuk melakukan sebuah kunjungan, akan lebih baik jika Yang Mulia Putra Mahkota segera kembali."
"Aku tahu apa yang ku lakukan, sampaikan salam ku pada Kakek."
Memberikan seulas senyum tipis di akhir kalimatnya, Jungkook lantas pergi meninggalkan Shin dan bergegas memasuki area Gwansanggam. Sedangkan Shin masih belum berpaling dari sosoknya yang kemudian menghilang dalam kegelapan.
Terdapat pertanyaan di benak Shin tentang keperluan apa yang di maksud oleh Jungkook sehingga Putra Mahkota tersebut harus menemui Guru Dong Il semalam ini. Namun dia tidak memiliki alasan kuat untuk mencari tahu tentang hal itu dan memutuskan untuk segera meninggalkan Istana Gyeongbok setelah ia menyelesaikan tugasnya.
Jungkook menapakkan kakinya di Paviliun selatan Gwansanggam dan ketukan dari sepatu yang ia hasilkan ketika menaiki tangga kayu menuju lantai atas tersebut berhasil mengusik ketenangan Guru Dong Il yang tengah membaca buku pada saat itu. Perlahan Guru Dong Il mengangkat wajahnya dan menemukan siluet biru tua tersebut menampakkan diri di hadapannya.
Pria tua itu kemudian menutup bukunya dan segera berdiri seiring dengan Jungkook yang datang menghampirinya. Guru Dong Il kemudian sejenak membungkukkan badannya untuk memberi salam pada sang penerus tahta Kerajaan tersebut.
"Hal apakah yang membuat Yang Mulia Putra Mahkota harus repot-repot datang kemari semalam ini?"
"Aku hanya ingin berkunjung."
Jungkook kemudian duduk di bangku kosong yang berada di sampingnya, sedangkan kedua Kasim yang mengikutinya telah berdiri di dekat tangga.
"Jika tidak keberatan, bisakah Guru Dong Il menemaniku di sini?"
"Hamba tidak memiliki daya untuk menolak permintaan kecil dari Yang Mulia Putra Mahkota." Guru Dong Il menjawab, lantas kembali duduk di tempat sebelumnya dan berhadapan dengan Jungkook.
"Adakah hal yang tengah menganggu pikiran Yang Mulia Putra Mahkota?"
"Banyak." jawaban di luar dugaan, begitu singkat namun tak terburu-buru. Membuat Guru Dong Il mengalami sedikit kesulitan untuk memberi respon.
"Jika Yang Mulia Putra Mahkota tidak keberatan, Yang Mulia Putra Mahkota bisa mengatakannya satu persatu. Hamba akan berusaha menjadi pendengar yang baik."
"Bukan hanya pendengar, aku membutuhkan seseorang untuk menjawab pertanyaanku."
Guru Dong Il terdiam sejenak, bagaimanapun juga dia harus tetap berhati-hati karna Jungkook adalah orang yang sulit untuk di tebak. Dia tidak akan bunuh diri dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan Jungkook yang mungkin saja merupakan pertanyaan yang tak mungkin ia jawab meski ia memiliki jawaban tersebut.
Guru Dong Il lantas berucap, "jika hamba memang di izinkan untuk memberi jawaban itu, maka hamba akan memberikannya kepada Yang Mulia Putra Mahkota."
Jungkook menggerakkan ekor matanya ke samping. "Kasim Seo."
"Ye, Yang Mulia Putra Mahkota."
"Kalian berdua tunggulah di bawah!"
"Ye, Yang Mulia Putra Mahkota."
Kedua Kasim tersebut lantas pergi meninggalkan keduanya, dan hal itu membuat Guru Dong Il mulai bersikap was-was. Karna percakapan yang hanya di lakukan oleh dua orang tanpa campur tangan dari siapapun menunjukkan bahwa perbincangan tersebut akan membicarakan hal yang serius.
"Hal apa yang ingin Yang Mulia Putra Mahkota katakan kepada hamba, hingga harus datang selarut ini?"
Jungkook menjatuhkan pandangannya pada meja di hadapannya dan bergumam, "aku bingung."
Perkataan yang justru membuat Guru Dong Il sama bingungnya.
"Hal apa yang tidak Yang Mulia Putra Mahkota mengerti?"
"Semuanya... Aku tidak mengerti semuanya, aku tidak mengerti kenapa harus berapa di posisi ini. Aku tidak mengerti kenapa aku harus menggantikan posisi Taehyung Hyeongnim."
Guru Dong Il tersentak dengan penuturan Jungkook yang seakan menegaskan bahwa pemuda di hadapannya tersebut, kini tengah berputus asa.
"Jawaban apa yang bisa hamba berikan, semua berjalan sesuai garis takdir yang telah di tentukan."
"Tapi aku tidak mau." Jungkook menyangkal dengan nada bicaranya yang begitu lembut seakan ia tak ingin menuntut apapun selain hanya di dengarkan.
"Menggantikan posisi Hyeongnim, sama saja dengan aku menendang Hyeongnim keluar dari Istana... Aku, sudah menginjak-injak harga dirinya. Dan karna hal itu, dia memutuskan untuk pergi dari Istana... Apa itu benar?"
Jungkook mengangkat wajahnya seiring dengan kalimat tanya yang keluar dari mulutnya, mempertemukan tatapan sayunya pada tatapan tegas namun memiliki kesan ramah milik Guru Dong Il.
"Kenapa Yang Mulia Putra Mahkota sampai berpikiran seperti itu... Seperti inilah siklus kehidupan. Ketika seseorang mendapatkan sesuatu, maka saat itu pula harus ada orang yang merasa kehilangan."
"Lalu bagaimana denganku? Aku mendapatkan sesuatu, tapi kenapa aku justru merasa telah kehilangan sesuatu?"
Sungguh pertanyaan yang sangat sulit. Guru Dong Il tidak mengerti bagaimana Jungkook bisa sampai memikirkan hal seperti itu, terlebih lagi insiden tersebut sudah lama berlalu. Mungkinkah selama ini dia lebih memilih diam dan memendam semuanya.
"Perasaan bersalah lah yang telah membuat Yang Mulia Putra Mahkota merasa kehilangan. Cukup Yang Mulia Putra Mahkota ketahui, Takdir tidak akan memilih orang yang salah."
Jungkook kembali menjatuhkan pandangannya dengan helaan napas berat yang kemudian menyapa pendengaran Guru Dong Il dan seakan ia bisa merasakan betapa beratnya beban di bahu Jungkook hanya dengan helaan napas berat pemuda itu, dan hal itulah yang memicu keprihatinannya.
"Aku tidak cukup kuat untuk berada di tempat ini. Aku... Tidak ingin menjadi Raja."
"Bukan hanya untuk kepentingan pribadi. Terlepas dari Yang Mulia Putra Mahkota menginginkannya atau tidak, Yang Mulia Putra Mahkota harus tetap mengambil jalan ini untuk menyelamatkan masa depan Joseon jika sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak di inginkan."
"Ini terlalu berat. Aku sadar bahwa aku tidak akan mampu untuk duduk di singgahsana menggantikan Ayahku, ini seperti Takdir yang tidak menginginkanku berada di sana."
"Yang Mulia Putra Mahkota boleh merasa lelah, merasa marah, merasa tidak memiliki jalan. Tapi Yang Mulia Putra Mahkota tidak di izinkan untuk menjadi lemah hanya karna pemikiran-pemikiran negatif yang setiap hari membayangi pikiran Yang Mulia Putra Mahkota."
Jungkook mengambalikan pandangannya pada Guru Dong Il. "Aku ingin menyerah, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya."
"Menjadi lebih kuat. Alih-alih berpikir untuk menyerah, Yang Mulia Putra Mahkota harus berusaha menjadi lebih kuat dari sekarang, dari hari-hari sebelumnya. Hamba yakin, jauh di dalam hati Yang Mulia Putra Mahkota. Yang Mulia Putra Mahkota memiliki tekad untuk menjadi apa yang di inginkan oleh Mendiang Pangeran Taehyung."
"Dia belum mati!" sanggah Jungkook dan itu sedikit mengejutkan bagi Guru Dong Il.
"Tidak ada yang menemukan jasadnya, dan itu berarti Hyeongnim belum mati... Dia masih hidup, dia pasti masih hidup. Hanya saja, dia tengah bersembunyi di suatu tempat."
"Itulah yang juga menjadi harapan bagi hamba. Namun ketika Baginda Raja yang mengatakannya sendiri, hamba tidak memiliki pilihan lain selain menerima hal itu."
"Hyeongnim pasti masih hidup, aku yakin akan hal itu. Dia tidak akan menyerah dengan begitu mudahnya."
"Itu adalah harapan semua orang." ucap Guru Dong Il meski hatinya telah mengingkari lisannya. Namun, jika dia memilih untuk melanjutkan pembicaraan ini. Pada akhirnya dia hanya akan menguak rahasia besar yang tak seharusnya di ketahui oleh Jungkook, atau mungkin belum saatnya.
"Tapi Yang Mulia Putra Mahkota." teguran ringan yang membuat pandangan Jungkook kembali padanya.
"Sedari tadi, hamba tidak melihat Tuan Muda Kim. Di manakah beliau?"
Jungkook kembali memalingkan pandangannya dan berucap, "dia mungkin tidak akan pernah kembali."
Pernyataan yang sarat akan keputus-asaan. Seberapa lama pun dia menahan Changkyun, dia tahu jalan akhir dari kisah yang ia perjuangkan dan tepat ketika ia melepas kepergian Changkyun meninggalkan Istana Gyeongbok. Saat itu pula dia berusaha melepas harapannya meski itu tak semudah niat akal sehatnya ketika hatinya masih begitu berat untuk menerima kenyataan bahwa kali ini Changkyun akan benar-benar meninggalkannya.
"Apa maksud Yang Mulia Putra Mahkota mengatakan hal seperti itu?"
"Aku yang lemah ini sudah tidak memiliki kemampuan untuk menahan keinginannya. Aku hanya berharap dia masih mengetahui jalan pulang meski dia tidak memiliki niatan untuk kembali."
Guru Dong Il mengalihkan pandangannya, merasakan keresahan ketika mendengar kabar kepergian Changkyun. Bagaimanapun juga, dia merasa turut bertanggung jawab akan pemuda itu.
"Seharusnya tidak seperti ini." Guru Dong Il bergumam.
"Semua masalah tercipta karna aku. Dan untuk itu, aku berharap bisa menebus semuanya di masa mendatang."
Lagi-lagi hanya tatapan prihatin yang bisa Guru Dong Il berikan kepada Putra Mahkota Joseon yang selalu menampilkan kesedihan di matanya yang tak sejernih dulu sebelum Taehyung di lengserkan dari tahtanya. Tampaknya kepergian Lee Taehyung telah berdampak besar bagi beberapa orang yang di tinggalkan.
"Hamba hanya berharap agar Takdir tidak memilih orang yang salah dan jikapun ada kesalahan, hamba berharap bahwa hal itu segera di kembalikan ke tempat yang seharusnya."
"Setiap waktu yang berputar di sampingku, setiap tarikan napas yang ku ambil, hanyalah untuk sebuah penyesalan. Aku tidak ingin tahta... Jika aku tidak bisa hidup dengan tenang, maka setidaknya berikan ketenangan pada kematianku." Lee Jungkook.
Selesai di tulis : 07.11.2019
Di publikasikan : 11.11.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro