Lembar 126
Suara gemericik air di sertai oleh dedaunan yang saling bergerak karna tiupan angin memenuhi pendengaran Taehyung di saat ia telah sampai di tepi aliran sungai, di mana tak terlihat satupun orang yang berada di tempat tersebut selain dirinya.
Menyusuri bebatuan yang tersusun secara alami di tepi sungai, dia melangkahkan kakinya menuju sebuah batu besar yang berada di tepi aliran sungai. Mendapatkan posisi yang nyaman, dia pun duduk di atas batu besar tersebut dengan pedang yang ia geletakkan di sampingnya.
Namun ralat jika hanya dia seorang yang berada di sana, karna tidak jauh dari tempatnya, terdapat beberapa wanita yang tengah mencuci baju. Sebelumnya memang tidak terlihat, namun dengan posisi batu besar yang kini ia duduki lebih tinggi daripada aliran sungai tersebut, membuat pandangannya mampu melihat keadaan di sekitarnya dengan lebih mudah.
Namun jangan berpikir bahwa dia datang ke sana untuk mengintip para wanita yang tengah melakukan aktivitas mereka di sungai, karna ingat baik-baik bahwa seorang pria terhormat tidak akan pernah atau bahkan berpikir untuk melakukan tindakan tersebut.
Mencari ketenangannya sendiri, Taehyung mengalihkan pandangannya untuk menikmati pemandangan alam yang di suguhkan padanya. Namun tiba-tiba saja sosok Hwagoon kembali terbayang dalam ingatannya. Dia menjatuhkan pandangannya pada air di bawahnya dan seulas senyum itu perlahan menghiasi kedua sudut bibirnya.
Sangat lucu melihat Hwagoon yang terlihat masih kesal padanya karna insiden semalam, dan lagi pula keduanya belum sempat berbicara setelah perbincangan terakhir mereka semalam. Namun bagaimana cara Taehyung untuk bicara, sedangkan Hwagoon sendiri terus menghindarinya.
Dia terkejut ketika sebuah batu melesat di samping wajahnya dan jatuh ke sungai, dia dengan cepat menoleh ke arah di mana batu tersebut berasal dan saat itu pula netra tajamnya mampu menangkap sebuah batu yang melesat ke arahnya. Dengan sigap tangan kirinya menangkap batu tersebut tepat di hadapan wajahnya.
Tanpa sadar ia menghela napasnya dan senyum tipis itu kembali menghiasi kedua sudut bibirnya ketika ia melihat batu yang tidak lebih besar dari kepalan tangannya yang kini berada dalam genggamannya tersebut.
Dia kemudian melihat ke arah hutan, mencoba menemukan sosok yang baru saja melemparkan batu ke arahnya. Tak ada siapapun yang ia lihat di sana, namun bukan berati tak ada siapapun di sana.
"Jika Abeoji tidak keluar, maka aku akan mengembalikan batu ini." ujarnya dengan pembawaan yang tak berubah sama sekali dan seketika terlihat pergerakan di tempat yang ia maksud.
"Sinting!" umpatan pertama yang Taehyung dengar begitu ia mendapati sosok yang keluar dari balik pohon.
Senyum Taehyung perlahan memudar ketika mendapati sosok sang ayah angkat keluar dari tempat persembunyiannya. Namgil kemudian bergegas menghampiri sang putra angkat yang sudah tak ia lihat dalam waktu yang lama, karna ketika Taehyung meninggalkan Hanyang. Saat itulah pertemuan terakhir mereka sebelum di pertemukan kembali sekarang ini.
Tak membutuhkan waktu lama, Namgil telah menginjakkan kakinya di batu yang sama dengan Taehyung dan membuat sang putra mendongakkan wajahnya. Namun hal tak mengenakkan di dapatkan oleh Taehyung di pertemuan pertama mereka, karna saat itu Namgil langsung memukul kepalanya menggunakan tangan kosong.
"Harus berapa kali ku katakan agar kau tidak tersenyum di tempat umum? Kenapa kau suka sekali menggumbar senyum di mana-mana?" sinis Namgil yang kemudian menempatkan diri di samping Taehyung.
Sepertinya dalam waktu tiga tahun itu, tak ada hal yang berubah dari sosok ayah angkatnya tersebut. Masih dengan gaya bicara yang sama dan juga tatapan yang sama, namun justru itulah yang di rindukan oleh Taehyung. Karna di saat semua orang selalu berhati-hati ketika berbicara dengannya, Namgil justru bersikap seenaknya.
Namgil sekilas melihat ke arah Taehyung ketika menyadari sang putra angkatnya tengah memperhatikannya.
"Kenapa melihatku seperti itu? Kau tidak pernah melihat manusia?"
Mendengar hal itu, sudut bibir Taehyung kembali terangkat. Dia pun turut menjatuhkan pandangannya pada aliran sungai.
"Kapan Abeoji datang?"
"Untuk apa aku menjawab pertanyaan bodohmu itu?"
"Aku, tidak terlambat bukan?"
Namgil sekilas menjatuhkan pandangannya pada Taehyung dengan senyum yang terlihat begitu sinis, dan pertemuan mereka kali ini memanglah sudah di rencanakan sebelum Taehyung meninggalkan Hanyang.
Kesepakatan yang mengatakan bahwa Taehyung baru boleh kembali setelah tiga tahun kemudian, dan sepertinya kedatangan Namgil di sana adalah untuk menyambut kedatangan putra angkatnya itu meski dia bertindak seperti mengacuhkan segalanya.
"Terlambat atau tidak, apa perduliku? Kau kembali pun tidak ada untungnya bagiku."
"Aku dengar bahwa semalam Hong Gil Dong berkeliaran di sekitar sini."
Kali ini Namgil benar-benar menjatuhkan pandangannya pada Taehyung, dan tentu saja dengan tatapan malasnya yang kembali di pertemukan dengan tatapan hangat sang putra.
"Hong Gil Dong, pantatku!" gumamnya namun dengan sedikit penekanan.
"Aku benar-benar serius, sejak kapan Abeoji berada di tempat ini?"
"Apa perdulimu?"
"Aku hanya ingin tahu."
"Kau ingin tahu apa yang sedang di lakukan oleh para wanita itu di sungai? Dan oleh sebab itu kau duduk di sini, begitukah?"
"Jika aku menyangkal, bukankah itu akan terkesan sangat munafik? Bagaimanapun juga aku sudah melihat mereka. Tapi jika aku membenarkannya, bukankah itu akan menyakiti harga diri mereka?"
Namgil tiba-tiba mendorong wajah Taehyung ke samping. "Sudah ku katakan, perbaiki tata bahasamu! Kapan kau bisa berbicara dengan benar, eoh?" lantang Namgil yang menyerupai sebuah bentakan.
"Tidak ada yang salah dengan tata bahasaku, hanya Abeoji yang tidak mampu memahaminya."
"Ya! Kau baru saja mengataiku?"
"Seorang anak tidak di perbolehkan untuk mengucapkan kalimat buruk terhadap orang tuanya."
"Aish..." Namgil mengalihkan pandangannnya, tampak sedikit frustasi dengan sikap Taehyung yang bukannya berubah namun justru bertambah parah.
"Sebenarnya kau ini anak siapa?"
"Abeoji."
Namgil tertegun akan jawaban yang di berikan oleh Taehyung hanya dalam selang waktu satu detik setelah ia selesai mengucapkan kalimatnya. Dia pun kembali menjatuhkan pandangannya pada Taehyung.
"Kemanapun aku pergi, di manapun aku tinggal dan siapapun aku. Aku akan tetap menjadi putra Abeoji."
"Bicara apa kau ini?" sinis Namgil yang langsung memalingkan wajahnya, namun terlihat bahwa dia yang salah tingkah atas pernyataan Taehyung sebelumnya.
Cukup lama keduanya terdiam, membiarkan suara alam yang menggantikan obrolan mereka hingga Namgil yang kemudian menepuk kedua lututnya sembari mengeluhkan sesuatu sebelum menjatuhkan kembali pandangannya pada Taehyung.
"Bagaimana dengan Agassi?"
"Sepertinya dia baik-baik saja."
Mata Namgil memicing tajam. "Sepertinya?" ucapnya mengulang perkataan Taehyung.
"Di mana dia?"
"Di suatu tempat."
Namgil yang merasa gemas pun kembali mendaratkan satu pukulan pada kepala Taehyung.
"Jawab dengan benar, bocah!"
Bukannya langsung menjawab, Taehyung justru melebarkan senyumnya terlebih dulu. Bagaimana ia bisa mengatakan bahwa Hwagoon dalam keadaan yang baik di saat matanya sendiri melihat Hwagoon pergi dengan raut wajah yang menegaskan bahwa gadis muda itu tidak sedang dalam keadaan yang baik.
"Masih tidak mau menjawab?" Namgil mengancam.
"Abeoji bisa menyimpulkannya sendiri ketika bertemu dengan Agassi nanti."
"Kau, apa kau melakukan sesuatu padanya?"
"Aku tidak pernah memikirkan hal yang buruk tentang Agassi sebelumnya."
"Dan tidak ada jaminan kau tidak akan memikirkan itu." ralat Namgil yang hanya di balas senyum simpul oleh Taehyung.
"Bagaimana dengan Istana?"
Sebelah alis Namgil terangkat, menyatakan rasa tak mengertinya terhadap pertanyaan Taehyung.
"Apa yang kau maksud?"
"Pernikahan untuk Putra Mahkota, apa Istana sudah melakukannya?"
Namgil membuang muka dan berucap, "di batalkan, satu minggu setelah kepergian kalian. Putra Mahkota di kabarkan sakit."
Batin Taehyung tersentak akan berita yang telah di bawa oleh Namgil, namun dia berusaha untuk menyembunyikan kekhawatiran yang tiba-tiba datang menghampirinya dan mempertahankan pendiriannya.
"Sakit? Tapi bukankah ini terlalu lama jika hanya ingin menundanya?"
Namgil kembali menjatuhkan pandangannya pada Taehyung dengan tatapan yang kembali ke sedia kala.
"Menikah atau tidak, apa urusanmu? Masih untung di batalkan, bayangkan saja jika mereka benar-benar membawa Agassi dan menikahkannya dengan Putra Mahkota? Kau ingin melajang seumur hidupmu."
Sudut bibir Taehyung tertarik sedikit lebar, mendengar perkataan ayah angkatnya yang begitu frontal. Meski merupakan sebuah kebenaran baginya.
"Jika mereka membawanya, maka aku yang akan menjemputnya di Istana."
"Cih! Kau ini, kalau begitu cepatlah kembali ke Hanyang dan aku akan segera menikahkan kalian berdua."
"Pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa di putuskan dengan cepat atau tidaknya kami kembali ke Hanyang."
"Baiklah... Jika kau tidak mau, aku saja yang menikahinya."
"Sebelum itu, Abeoji harus berhadapan dengan ku terlebih dulu."
"Tidak punya pendirian."
Perbincangan keduanya pun segera berakhir ketika mereka yang harus segera meninggalkan tempat tersebut dan kembali ke penginapan. Mengobati sedikit kegusaran Taehyung akan apa yang kini di lakukan oleh sang kekasih hatinya yang nyatanya tengah merajuk padanya.
Selesai di tulis : 24.10.2019
Di publikasikan : 11.11.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro