Lembar 121
Langit gelap yang kembali menghampiri Joseon di musim gugur, membimbing langkah Taehyung menaiki anak tangga yang terbuat dari kayu yang terhubung dengan lantai dua sebuah gazebo. Di mana saudara seperantauan nya telah menunggu nya di balik meja yang penuh dengan hidangan mewah.
Langkah Taehyung mencapai lantai gazebo, dan seketika senyum tipis menghiasi sudut bibir nya ketika bertatap muka dengan Sicheng yang juga tengah tersenyum ke arah nya.
"Kau sudah datang, saudara ku?" Tegur Sicheng.
"Mungkinkah aku datang terlalu lambat, sehingga membuat mu menunggu terlalu lama?" Balas Taehyung sembari berjalan menghampiri Sicheng. Dia kemudian menempatkan diri duduk berseberangan dengan Sicheng.
"Aku sengaja datang lebih awal, kau tidak perlu memikirkan hal itu."
Sudut bibir Taehyung sekilas tertarik dan pandangan nya terjatuh pada seorang Kisaeng yang tengah memainkan alat musik tradisional di ujung lantai gazebo, tepatnya di arah samping keduanya.
Wanita muda yang cantik dengan tatapan sendu yang begitu lembut. Sicheng melihat keduanya secara bergantian, hingga ia menyadari ada hal yang berbeda dari wajah Taehyung kala itu.
"Adakah sesuatu yang tengah menganggu pikiran mu?" Tegur Sicheng dan berhasil mengalihkan perhatian Taehyung. Membiarkan alunan musik yang di mainkan oleh Kisaeng tersebut, keduanya memulai perbincangan yang mungkin akan menjadi perbincangan untuk yang terakhir kali nya sebelum Sicheng kembali ke dataran Ming.
"Manusia memang harus berpikir. Dengan begitu, mereka tidak akan menyesali keputusan yang sudah mereka ambil."
"Kau terlihat tengah mencemaskan sesuatu."
Taehyung menarik sudut bibir nya sedikit lebih lebar. Apa mungkin begitu terlihat hingga Sicheng pun sampai mengatakan hal tersebut, karna memang benar dia tengah mencemaskan sesuatu. Mencemaskan Gadis Muda yang tak kunjung kembali ke tempat nya meski malam telah tiba.
"Sesuatu kah? Aku tidak yakin apakah itu bisa di sebut sebagai sesuatu."
Sicheng tertawa ringan, hampir tak bersuara ketika justru Taehyung lagi-lagi melarikan diri untuk menjawab rasa penasaran nya.
"Jadi, apa yang telah terjadi di Negeri mu sehingga kau begitu terburu-buru untuk kembali ke sana?" Menyisihkan kecemasan nya dan lebih memilih menunggu kabar dari Hoseok, dia memulai perbincangan mereka.
"Entahlah. Tapi aku rasa, sepertinya keluarga ku berada di ambang kehancuran."
"Aku turut prihatin atas apa yang tengah menimpa keluarga mu."
"Terimakasih."
Taehyung mengambil gelas arak nya dan menenggak sedikit arak yang bahkan tak bisa membasahi tenggorokan nya sebelum mengembalikan nya ke meja. "Aku dengar, Dinasti Ming tengah menghadapi masalah yang besar." Dia kembali berujar dan menangkap senyum terpaksa dari Sicheng.
"Perebutan tahta. Pada akhirnya, keserakahan lah yang menghancurkan sebuah Negeri yang makmur. Bahkan Dinasti Ming sendiri ada karna sebuah pemberontakan, sangat ironis bukan?"
"Tapi di antara semuanya, Dinasti Ming lah yang paling berjaya."
Sicheng menenggak arak nya. "Aku tidak meragukan hal itu. Namun, apa yang di saksikan oleh rakyat bisa saja berbeda dengan apa yang di alami oleh anggota keluarga Kerajaan."
Mata Taehyung sekilas memicing, merasa terusik akan perkataan Sicheng yang seperti sebuah sindiran bagi Negeri yang di pimpin oleh ayah nya.
"Aku pernah mendengar kabar ketika aku singgah di Hanyang."
"Kabar apakah yang telah kau dengar itu?" Ujar Taehyung dengan penuh ketenangan meski sesuatu tengah berusaha mengusik hati nya.
"Dulu, ada seorang Putra Mahkota yang di agungkan di seluruh Joseon."
Sudut bibir Taehyung tertarik ketika pandangan nya terjatuh pada gelas arak di hadapan nya. "Lalu, apa yang terjadi padanya?"
"Aku dengar bahwa dia di turunkan dari tahta karna sakit keras. Dan setelahnya, tidak pernah ada kabar lagi tentang nya."
"Lalu, bagaimana menurut mu?" Pertanyaan yang membimbing pandangan nya kembali tertuju pada Sicheng, meski merasa berat ketika ia harus mendengarkan kisah tentang dirinya sendiri.
"Karna tidak ada kabar apapun setelah kabar terakhir yang mengatakan bahwa dia berada di Bukchon. Beberapa orang berpikir bahwa dia telah di asingkan karna penyakit menular."
"Penyakit menular kah?"
Taehyung melebarkan senyum nya dengan mulut yang tetap terkatup rapat. Ironis bukan, mendengar bagaimana seseorang menceritakan tentang kisah hidup nya secara langsung di hadapan nya. Bahkan dia selalu berusaha melupakan fakta bahwa dia pernah menduduki tahta Putra Mahkota Joseon, meski ia tak pernah benar-benar berhasil melakukan nya.
"Lalu bagaimana menurut mu? Aku ingin mendengar pendapat mu sendiri."
"Aku pikir itu adalah hal yang masuk akal. Jujur saja, selama perantauan ku di Joseon. Aku ingin sekali bertemu dengan nya."
"Kau sudah bertemu dengan nya sekarang." Ungkapan yang hanya terucap dalam hati di saat mulut nya hanya mampu memberikan seulas senyum sebelum ia kembali mengambil gelas arak nya. Meminum nya tanpa selera dan kembali menelantarkan gelas tersebut di atas meja.
"Kenapa kau ingin bertemu dengan nya?"
"Kebijaksanaan nya. Aku mendengar setiap pujian yang di tujukan padanya di sepanjang perjalanan, aku ingin belajar apa itu kebijaksanaan dari seseorang yang mampu mengambil hati seluruh rakyat Joseon."
"Begitukah?"
Perhatian keduanya kemudian teralihkan oleh seorang pria berpakaian serba hitam yang tiba-tiba bergabung dengan mereka. Pria itu sejenak membungkukkan badan nya pada Taehyung sebelum berakhir dengan menjatuhkan satu lutut nya tepat di samping Sicheng, dan dengan begitu Taehyung tahu bahwa itu adalah orang yang di miliki oleh Sicheng.
"Wangzi, anda harus segera kembali ke Dinasti Ming sekarang juga." Ujar pria tersebut dan sangat di sayangkan karna pria tersebut berbicara menggunakan bahasa Dinasti Ming, sehingga Taehyung tidak akan mengerti apa yang tengah keduanya bicarakan.
Wangzi = Pangeran.
"Ada apa?"
"Baginda Raja tengah mempersiapkan pernikahan untuk Pangeran Yan'an."
Mata Sicheng tiba-tiba membulat, dan Taehyung mengerti bahwa sepertinya kabar yang tengah di bawa oleh pria itu benar-benar mengejutkan Sicheng. Dan ingatkan bahwa Taehyung sendiri tidak tahu tentang latar belakang kehidupan Dong Sicheng selain hanya sebagai seorang pengembara dari Dinasti Ming.
"Bangsawan manakah yang akan di persunting oleh nya?"
"Hamba tidak tahu menahu tentang hal itu, tapi akan lebih baik jika Wangzi segera kembali ke Dinasti Ming."
"Tunggulah di bawah!"
"Baik."
Pria itu beranjak pergi dengan kepala yang tetap tertunduk, dan selepas kepergian pria tersebut. Sicheng mempertemukan kembali pandangan dengan Taehyung.
"Sepertinya kau berada dalam masalah besar." Tebak Taehyung.
"Aku harus kembali ke Negeri ku sekarang juga." Ucap Shiceng dengan raut wajah yang begitu serius.
"Jika itu memang harus, maka aku tidak akan menjadi penghalang bagi mu."
"Aku minta maaf karna tidak bisa memenuhi janji untuk tinggal sampai esok."
"Kau tidak perlu memikirkan hal itu. Jika memang Dewa berkehendak, maka kita akan di pertemukan kembali."
Keduanya beranjak berdiri dan saling menghampiri, memberikan pelukan singkat sebagai salam perpisahan.
"Selamat tinggal, Saudara ku." Ujar Sicheng.
"Selamat jalan, saudara ku." Balas Taehyung.
Dengan begitu, Sicheng pun melakukan perjalanan lebih awal untuk kembali ke Negeri nya sendiri dan meninggalkan Taehyung di sana bersama seorang Kisaeng yang masih memainkan alat musik tradisional. Namun hal itu tak berlangsung lama, karna ketika ia mengantarkan kepergian Sicheng, saat itu pula Hoseok menampakkan diri di hadapan nya dan menyita seluruh perhatian nya.
Hoseok sekilas menundukkan kepala nya, namun yang menjadi perhatian Taehyung adalah di belakang Hoseok. Di mana tidak ada siapapun di sana dan itu berarti Hwagoon tidak pulang bersama nya.
"Apa saudara Sicheng telah pergi?"
Taehyung mengangguk. "Sepertinya dia mendapatkan masalah yang besar. Di mana dia?" Ujar Taehyung kemudian.
"Aku tidak menemukan nya."
Taehyung mengalihkan pandangan, terlihat jelas bahwa dia benar-benar khawatir sekarang.
"Aku akan mencari nya kembali."
"Tidak perlu." Sergah Taehyung. "Dia pasti sedang memiliki sesuatu untuk di kerjakan."
"Tapi Ketua,"
"Hwagoon Agassi adalah wanita yang tangguh. Tidak akan menjadi masalah sekalipun ia pergi menjelajahi Joseon sendirian."
Taehyung mengulas senyum tipis nya guna menyembunyikan kekhawatiran nya, dia kemudian berbalik ketika Kisaeng tersebut memainkan melodi yang terdengar begitu menyakitkan dan karna hal itu pula. Hoseok menatap wajah nya dengan intens.
Dia kemudian berjalan meninggalkan Hoseok menuju ke arah Kisaeng tersebut. Pandangan terjatuh pada wanita muda yang kini tengah berada di hadapan nya. Namun seperti tak melihat apapun, Kisaeng tersebut tetap memainkan alat musik di hadapan nya.
Taehyung kemudian menjatuhkan satu lutut nya tepat di hadapan Kisaeng tersebut, mengamati garis wajah yang menunjukkan sebuah kesedihan. Garis wajah yang membuatnya tertarik untuk mendekat sejak pertemuan pertama mereka.
Pandangan Taehyung kemudian terjatuh pada jemari cantik yang tengah memetik senar-senar yang menghasilkan melodi merdu tersebut.
Tangan kanan nya kemudian terangkat dan meraih telapak tangan Kisaeng tersebut, membuat Kisaeng tersebut terkesiap dan menghentikan permainan nya. Dengan perlahan dia mengangkat wajah nya, tersentak ketika melihat tatapan hangat dari Tuan Muda di hadapan nya dan keduanya tak lepas dari perhatian Hoseok.
"Tangan mu hampir melepuh, berhentilah bermain!" Ujar Taehyung dan seketika Kisaeng tersebut menarik tangan nya seakan ingin menyembunyikan nya dari Taehyung dengan kepala nya yang sedikit tertunduk.
"Ini sudah menjadi tugas hamba, terimakasih karna Tuan sudah memperdulikan hamba." Kisaeng tersebut memperdengarkan suara lembut nya yang membuat sudut bibir Taehyung terangkat.
"Kenapa kau seperti ini? Bolehkah aku tahu alasan nya?"
Pertanyaan yang membuat batin Kisaeng tersebut tersentak dan perlahan kembali mengangkat pandangan nya. Untuk pertama kali nya dia menemui orang yang benar-benar menunjukkan keperdulian padanya.
"Apa yang Tuan maksud?"
"Kau adalah wanita cantik dan juga memiliki bakat, kenapa kau justru memilih menjadi seorang wanita penghibur?"
Kisaeng tersebut menjatuhkan pandangan, merasa tertohok akan pertanyaan Taehyung. Karna selama ia bekerja, baru kali ini ada orang yang terang-terangan menanyakan hal itu.
"Kenapa Tuan ingin mengetahui nya?"
"Aku hanya menginginkan sebuah alasan."
Kisaeng itu terdiam untuk beberapa waktu hingga satu butir air mata berhasil meloloskan diri dari kelopak mata nya ketika ia berkedip. Melihat hal itupun, sudut bibir Taehyung sempat terangkat. Benar dugaan nya bahwa wanita muda itu tengah menyembunyikan sesuatu.
"Kau bisa mengatakan nya, jika itu tidak memberatkan mu."
"Hamba tidak di beri pilihan." Ujar si Kisaeng dengan suara yang sedikit parau. "Hamba hanya gadis dari kalangan bawah yang harus mengemis belas kasihan kepada para Bangsawan agar tetap bisa makan. Dengan begini, hamba bisa merasakan kehidupan yang lebih baik."
"Bukan kau, melainkan keluarga mu." Sahut Taehyung, dia mengangkat tangan nya ke udara. Menangkup wajah Kisaeng tersebut dan sedikit mengangkat nya, membuat tatapan keduanya kembali bertemu. Di usap nya bekas air mata yang membasahi bagian kecil dari pipi Kisaeng tersebut.
"Apa menurut mu, kau benar-benar bahagia dengan kehidupan mu sekarang? Apa kau berpikir bahwa mereka yang tertawa benar-benar merasa bahagia?"
Kisaeng itu menangis tanpa suara setelah mendengar perkataan Taehyung, dan hal itu membuat mata Hoseok menajam ketika tak hanya dia yang salah paham akan apa yang kini di lakukan oleh Taehyung. Melainkan sosok wanita yang kini menghentikan langkah nya dengan tatapan yang terkejut bercampur kecewa.
"Ada banyak cara untuk meraih kebahagiaan, namun beberapa di antara mereka pergi sebelum mendapatkan kebahagiaan."
"Apa, apa yang harus hamba perbuat?" Lirih Kisaeng tersebut.
"Kau memiliki hati. Gunakan hati mu dan tentukan jalan mana yang akan kau lewati.
"Naeuri." Suara lembut yang sarat akan kekecewaan menyapa pendengaran nya dan seketika menghentikan gerak tubuh nya.
Selesai di tulis : 25.09.2019
Di publikasikan : 25.09.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro