Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 116

    Di saat Joseon di selimuti oleh kegelapan, saat itulah waktu yang tepat bagi Lee Jeon untuk menyusupkan Ketua Park ke dalam Paviliun nya meski tanpa ia ketahui bahwa kabar angin diam diam telah menyampaikan rencana nya atas pemanggilan Ketua Kelompok Pedagang tersebut kesana.

    "Hamba, Park Seonghwa. Memberi hormat kepada Yang Mulia Raja." Ujar Ketua Park yang bersimpuh di beberapa langkah di hadapan Lee Jeon yang terduduk di tengah ruangan tepat di belakang meja kecil.

    "Kemarilah! Hyeongnim." Lee Jeon bersuara, membimbing langkah Ketua Park untuk mendekat dan duduk berhadapan dengan sang penguasa Joseon yang di penuhi beban yang terlihat di garis wajahnya.

    "Sebelumnya aku minta maaf, karna ini terkesan begitu buru-buru. Aku minta maaf karna tidak membiarkan Hyeongnim untuk beristirahat terlebih dulu dan malah menyuruh mu datang kemari."

    "Yang Mulia tidak seharusnya meminta maaf kepada hamba yang rendahan ini. Sebuah kehormatan bagi hamba, bisa memenuhi undangan dari Yang Mulia."

    "Kau pasti sudah tahu tujuan ku memanggil mu, bukan?

    "Terlepas dari kepekaan hamba, akan menjadi lebih jelas jika Yang Mulia bersedia mengatakan nya langsung pada hamba."

    "Berikan putri mu padaku." Cetus Lee Jeon dengan pengucapan seakan ia yang tak memiliki waktu lagi untuk sekedar basa-basi, dan saat itu seulas senyum terlihat menghiasi kedua sudut bibir Ketua Park.

    "Bagaimana hamba mampu memberikan sebuah jawaban di saat hamba tidak bisa menyanggupi nya."

    Terdapat sedikit keterkejutan di wajah Lee Jeon. "Kenapa? Apa kau sudah menikahkan putri mu?"

    "Bukan begitu yang hamba maksud. Hanya saja, ada seorang pemuda yang tengah menjaganya saat ini. Bisakah hamba menyanggupi nya jika pada kenyataan nya, hamba tidak berhak untuk memberi sebuah jawaban."

    Lee Jeon memalingkan pandangan dengan gusar sebelum akhirnya mengembalikan pandangan nya pada Ketua Park. "Masih belum terlambat, aku mohon bantulah aku."

    "Apa yang bisa di lakukan oleh seorang rakyat untuk Raja nya selain dengan mendoakan bahwa beliau selalu di berikan kesehatan."

    "Demi masa depan Joseon, berikanlah putri mu padaku."

    "Hamba tidak bisa memberi jawaban, karna hanya putri hamba sendirilah yang memiliki jawaban nya."

    "Kalau begitu, aku akan menunggu jawaban dari putri mu."

    Ketua Park sejenak terdiam, mencari celah untuk menolak namum sayang nya. Seperti nya Lee Jeon tidak akan mundur dengan mudah.

    "Lalu bagaimana dengan pemuda yang saat ini tengah menjaganya? Sampai hatikah hamba untuk mengusirnya?"

    "Aku akan memberinya sebuah jabatan. Tolong pikirkanlah masa depan Joseon, aku tidak mungkin membiarkan putra ku mempersunting gadis dari Klan Heo. Hanya putri mu lah yang pantas untuk bersanding dengan Putra Mahkota."

    "Lalu bagaimana dengan putra Yang Mulia, yang satu lagi?"

    Pertanyaan fatal yang membuat mulut Lee Jeon bungkam, tampak penyesalan yang mendalam pada sorot mata yang jatuh pada meja di hadapan nya tersebut.

    "Mohon maaf atas kelancangan hamba, tapi bukankah ini tidak adil bagi Pangeran Taehyung?"

    "Taehyung, Lee Taehyung." Gumam Lee Jeon penuh dengan keputus-asaan.

    "Aku tidak percaya ketika orang-orang mengatakan bahwa dia sudah mati, bagaimana bisa menentukan nasib seseorang berdasarkan sebuah bintang? Tapi hingga detik ini, berapapun orang yang sudah ku kirim. Tidak ada satupun dari mereka yang membawa kabar tentang anak itu, jadi apa yang harus ku lakukan sekarang?"

    "Menunggu. Seseorang pernah mengatakan padaku bahwa 'Penantian seorang Raja tidaklah seberapa besar jika di banding dengan penantian seorang rakyat jelata yang menantikan saat dimana sang Raja akan merengkuh mereka yang berasal dari Kasta rendahan. Jika seorang Raja murka hanya karna penantian satu harinya, lalu bagaimana dengan rakyat yang telah menantikan lebih dari seribu hari lamanya. Meski pada akhirnya mereka harus menerima kepahitan ketika sang Raja tidak akan mampu menjangkau tempat mereka."

    "Siapa? Yang mengatakan hal itu padamu."

    Terdapat rasa tak percaya dalam nada bicaranya ketika perkataan Ketua Park berhasil mengingatkan nya pada seseorang.

    "Seseorang, Tuan Muda Kim."

    "Mungkinkah, dia orang yang kau maksud?"

    Ketua Park mengangguk. "Benar. Hamba tidak memiliki kewenangan untuk mematahkan harapan Tuan Muda Kim, untuk itu hamba akan mengembalikan semua keputusan kepada putri hamba. Jika Yang Mulia berkenan."

    "Aku akan menunggu jawaban dari putri mu."


Perasaan Tersembunyi Sang Tuan Muda.


    Malam yang semakin larut, membimbing langkah Shin untuk menghadap Tuan nya di ruangan yang tampak gelap tersebut.

    "Berita apa yang kau bawa kali ini?" Suara tak bersahabat yang kembali terdengar memenuhi pendengaran Shin.

    "Baginda Raja tengah mempersiapkan pernikahan untuk Putra Mahkota."

    Pandangan yang sebelumnya terarah pada lantai tersebut kemudian terangkat, mempertemukan nya pada tatapan tajam milik Shin.

    "Dari Klan mana gadis itu berasal?"

    "Putri Ketua Kelompok Pedagang, Park Hwagoon."

    Mendengar hal itu Junhoo tertawa ringan seakan tengah meremehkan apa yang baru saja di katakan oleh Shin.

    "Kelompok Pedagang? Park Seonghwa, kah?" Ujarnya dengan sebelah alis yang sekilas terangkat dan tak mendapatkan respon apapun dari Shin, namun seketika raut wajahnya seperti seseorang yang tengah menahan kemarahan nya dengan sorot mata yang tiba-tiba menajam dan juga tangan yang terkepal di atas meja.

    "Selesaikan masalah ini secepatnya, hanya gadis dari Klan Heo lah yang berhak mendampingi cucu ku." Perkataan yang penuh dengan penekanan dan sarat akan sebuah kutukan.

    "Hamba akan melaksanakan perintah." Ujar Shin yang sekilas menundukkan kepalanya sebelum berbalik, berjalan menuju pintu.

    Shin keluar dari ruangan Junhoo dan berjalan ke halaman belakang dan tak sengaja menemukan sosok wanita tua itu berdiri di gazebo dengan tatapan dingin nya yang mengarah ke pada rembulan di langit gelap Joseon, sempat terlintas akan pertemuan nya dengan Taehyung sebelumnya hingga pada akhirnya dia memutuskan untuk menghampiri Cenayang tersebut.

    Cenayang Min Ok yang menyadari pergerakan di belakang nya pun kemudian menjatuhkan pandangan, menatap lurus ke depan.

    "Tidak biasanya kau bersedia menemui ku seperti ini, pasti ada hal yang sangat menganggu mu." Tebak Cenayang Min Ok yang merupakan sebuah kebenaran bagi Shin yang berdiri beberapa langkah di belakang nya.

    "Masih hidup." Dua kata yang membuat mata Cenayang Min Ok memicing.

    "Pangeran, masih hidup."

    Seketika mata Cenayang Min Ok melebar, menampakkan keterkejutan yang kemudian berubah menjadi tawa ringan yang terlihat tak ingin percaya.

    "Kau serius? Bocah itu?"

    "Aku melihatnya sendiri, di hadapan ku. Orang yang sama."

    "Hehh, tidak bisa di percaya. Rupanya takdir jauh lebih kuat di bandingkan dengan kutukan." Perkataan yang sama sekali tak mampu di mengerti oleh Shin.

    "Apa, yang akan terjadi setelah ini?"

    "Sesuatu yang besar." Cenayang Min Ok berbalik menghadap Shin.

    "Darah di bayar dengan darah, nyawa di bayar dengan nyawa. Dan dendam hanya bisa terhapuskan oleh dendam pula, sesuatu yang mengerikan pasti akan terjadi." Dia kembali memalingkan wajahnya ke arah rembulan.

    "Di antara ketiga pangeran. Harus ada yang terbayarkan dari semua ini."

    Shin memalingkan wajahnya, entah mengapa perkataan Cenayang Min Ok terdengar seperti sebuah kutukan yang mengerikan. Ketiga Pangeran, apakah yang akan terjadi selanjutnya.





    "Ketiga Pangeran, darah siapakah yang pertama kali akan menyentuh tanah?"




Selesai di tulis : 09.08.2019
Di publikasikan : 10.08.2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro