Lembar 115
Pagi itu Hwagoon terduduk di tangga kayu setelah tak mendapati satu orang pun di sana, karna baik Taehyung atau pun Namgil. Kedua nya sama-sama menghilang setelah fajar menyingsing dan tinggallah Hwagoon yang terduduk di sana seorang diri tanpa mengetahui kemana kedua orang tersebut pergi.
"Jika ingin pergi, kenapa tidak mengatakan terlebih dulu?" Gumamnya, menyampaikan kekecewaan nya. Dia bahkan baru datang kemarin dan sekarang sudah di tinggalkan.
"Agassi." Tegur seseorang dari halaman dan menarik perhatian Hwagoon.
"Eoh! Paman Choi." Dia segera beranjak dari duduknya dan turun ke halaman untuk menghampiri pria yang terlihat lebih tua dari Ketua Park tersebut, yang merupakan salah satu dari anggota Kelompok Pedagang.
"Apa paman Choi tahu kemana Naeuri dan Ahjussi pergi?"
"Tuan Kim mengatakan bahwa dia akan pergi bersama Tuan Muda dan baru akan kembali saat malam."
"Dia tidak mengatakan apapun lagi?"
"Agassi seperti tidak tahu saja bagaimana Tuan Kim itu, meski di tanya pun dia juga tidak akan pernah menjawab." Ujar Paman Choi sembari tertawa ringan di saat Hwagoon menghembuskan napas sebalnya, merasa kesal karna di tinggal secara tiba-tiba ketika ia baru kembali.
"Tapi kenapa semua orang tiba-tiba pergi di hari yang sama." Gerutu Hwagoon yang benar-benar merasa kesepian sekarang.
"Untuk hal itu, tanyakan saja nanti jika mereka sudah kembali. Kalau begitu aku permisi dulu." Ujar paman Choi yang segera menghilang dari pandangan Hwagoon.
Dia meliha ke jalanan di depan rumahnya dan berbalik dengan bahu yang turun, berjalan menaiki tangga dan kembali ke kamarnya.
Perasaan Tersembunyi Sang Tuan Muda.
Bukchon. Setelah dua tahun lamanya pada akhirnya Taehyung kembali menginjakkan kakinya di Bukchon, tempat terakhir di mana ia meninggalkan Changkyun dan memilih jalan nya sendiri.
Namun tanpa sepengetahuan nya bahwa Namgil diam-diam mengikutinya dan keberadaan nya di Bukchon berhasil membuat sang ayah angkat menaruh kecurigaan padanya. Mungkinkah ingatan nya telah kembali ataukah dia yang tengah mencari tahu tentang kunjungan Ketua Park ke Istana, yang jelas Namgil begitu yakin bahwa tujuan putranya tersebut adalah Istana.
Dan setelah diam-diam mengikutinya hampir seharian, sebuah pembenaran datang padanya ketika melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Taehyung hanya bergerak di sekitar Istana, berbaur dengan penduduk dan sesekali bertanya atau pun mengikuti seseorang untuk menguping pembicaraan mereka.
Namun aksinya itu harus terhenti kan ketika keberadaan nya di sana di ketahui oleh Prajurit Istana yang tengah berpatroli.
"Tangkap pengkhianat itu..." Seru salah seorang Prajurit yang mengalihkan perhatian semua orang, Namgil yang mendengarnya pun segera melarikan diri dari sana. Menerobos para pejalan kaki tanpa ada kesempatan untuk memikirkan bagaimana nasib Taehyung di saat beberapa Prajurit Istana memburunya.
Dan keributan itu sempat menarik perhatian Taehyung. Dia sempat melihat siluet Namgil yang berlari di antara kerumunan, namun karna terlalu banyak orang di sana, dia tidak bisa mengenali siluet yang berlari menjauh tersebut. Terlebih keadaan yang sama tak menguntungkan baginya ketika melihat beberapa Prajurit Istana, menyusul sang ayah angkat yang telah melarikan diri sebelumnya. Dia pun bergegas pergi berlawanan arah dengan Namgil melarikan diri sebelumnya, berusaha menghindari para Prajurit Istana.
Menjelang sore hari, langkahnya menyusuri jalan setapak di tengah hutan yang akan membawanya pulang ke rumah di mana ia tinggal atau lebih tepatnya bersembunyi selama dua tahun terakhir, dengan membawa sebuah fakta yang mungkin tak akan mampu membuatnya melukis sebuah senyuman di sudut bibirnya. Fakta menyakitkan ketika pada kenyataan nya dia di takdirkan untuk kehilangan segalanya.
Dan setelah berjalan cukup jauh dari pemukiman penduduk, dia menghentikan langkahnya dengan ekor mata yang perlahan bergerak ke samping sebelum akhirnya kembali menatap lurus ke depan.
"Kau terkejut? Melihat ku masih bernapas hingga detik ini, Jung Shin." Ujarnya dengan pembawaan yang tenang namun terdegar begitu dingin dan setelahnya, Shin benar-benar keluar dari salah satu balik pohon di belakangnya.
Dia sudah menyadari kehadiran pria yang seusia dengan ayah angkatnya ersebu sejak sebelum meninggalkan pemukiman, namun di bandingkan dengan melarikan diri dia lebih memilih untuk menemui Shin secara langsung.
Dia pun berbalik dan bisa di lihatnya wajah yang sudah lama tak ia jumpai, dia bahkan hampir saja melupakan wajah orang yang kini berdiri di hadapan nya. Wajah yang kini menampakkan rasa tak percaya tersebut.
"Ada apa? Bukankah seharusnya Lee Taehyung sudah mati? Dia tidak mungkin bisa selamat ketika pergi dalam keadaan sekarat. Apa itu, yang sedang kau pikirkan sekarang?" Tebak Taehyung.
"Kenapa?" Satu kata yang mampu keluar dari mulut Shin ketika ia belum bisa mempercayai dengan apa yang ia lihat.
"Jangan salah paham, aku datang hanya sekedar untuk berkunjung bukannya kembali. Sampaikan pada Tuan mu untuk tidak mengusik ku karna aku tidak tertarik untuk kembali ke Istana, karna pengampunan ku tidak akan pernah datang pada seseorang yang telah melukai keluarga ku. Aku harap kau bisa mengingat setiap perkataan ku hari ini, selama tinggal." Tepat setelah menyelesaikan perkataan nya, dia berbalik dan melanjutkan langkahnya di saat Shin sendiri hanya mampu melihat punggungnya yang berjalan menjauh.
Dia terdian ketika melihat kembali pemuda yang harusnya terbunuh malam itu justru masih dalam keadaan baik-baik saja sekarang, dan jawaban itu mungkin hanya bisa ia dapatkan jika dia menemui Cenayang itu. Namun bagaimana jika Cenayang itu sendiri tak memiliki jawaban untuk di katakan meski dia memilikinya sekalipun.
Waktu yang berlalu, membawa langit gelap kembali menyelimuti Joseon. Menuntun langkah sang Tuan Muda untuk kembali ke tempat persembunyian nya di saat sang Ungeom sendiri tengah menantikan kedatangan nya di dalam kamar, namun bukanlah tempat si Ungeom yang ia tuju melainkan kamar yang berada di sebelahnya.
Dengan raut wajah yang berbeda dari biasanya, dia berdiri tepat di depan pintu kamar Hwagoon. Terdiam untuk beberapa saat dengan pandangan yang terjatuh pada ujung sepatu nya, sebelum tangan nya yang terangkat untuk membuka pintu di hadapan nya.
Perbuatan yang lancang dan dia menyadari hal itu, namun terlambat untuk menghentikan nya sekarang. Perlahan dia masuk ke dalam kamar gadis muda yang kini tengah terlelap di tengah ruangan tersebut, sekilas berbalik menghadap pintu unuk menutupnya dengan pelan sebelum kembali berbalik.
Menjatuhkan pandangan nya pada sosok gadis yang tengah terlelap di tengah ruangan, dengan cahaya temaram yang semakin menambah kesunyian di hatinya.
Perlahan dia melangkahkan kakinya mendekati Hwagoon dan berhenti tepat di samping tubuh Hwagoon yang terbaring, di lihatnya wajah gadis tersebut yang terlelap dengan damai. Namun sangat di sayangkan baginya, semua harus segera berakhir.
Perlahan dia menjatuhkan kedua lututnya, duduk bersimpuh dengan kedua tangan yang berada di atas lututnya. Kepalanya menunduk seakan tengah mengadukan apa yang ia dengar hari ini, setelah sekian lama dan dia kembali ke tempat kelahiran nya namun yang di dapatkan nya hanyalah sebuah pematah harapan dan pemupuk kebencian.
Sebuah fakta yang membuat napasnya tercekat, fakta dimana ayahnya berencana mempersunting Hwagoon untuk Putra Mahkota, untuk Jungkook, untuk adiknya.
Dan dari semua orang, kenapa harus Jungkook? Kenapa lagi-lagi Jungkook yang mendapatkan semua yang pernah ia miliki? Kenapa? dan hanya itulah yang membayanginya setiap waktu.
Sebuah penyesalan yag memupuk rasa sakitnya, perlahan tangan nya mencengkram lututnya di saat air mata itu terlihat meloloskan diri dari kelopak matanya. Dia menangis, menangis karna pada akhirnya Jungkook lah yang menjadi alasan lukanya. Jungkook yang telah mendapatkan tahta nya dan sekarang juga mendapatkan wanitanya.
"Dosa apakah, yang pernah ku perbuat sehingga kau memberikan takdir ini padaku." Sebuah gumamanya yang berhasil meloloskan isakan demi isakan yang tertahan keluar dari mulutnya, di raihnya telapak tangan gadis di hadapan nya yang kemudian ia genggam. Namun bukannya surut, luka hatinya justru semakin melebar.
Bahunya perlahan berguncang seiring dengan ia yang menjatuhkan kening nya pada genggaman tangan nya, menekan suara tangisnya agar tak membangunkan gadis yang tengah terlelap itu.
Namun tanpa dia ketahui bahwa sang Ungeom membuat sedikit celah di pintu dan menyaksikan kehancuran nya malam itu. Menatap sang putra angkat dengan tatapan meng-iba, meski selama ini keduanya hidup dalam kebohongan mereka masing-masing. Namun kasih sayang yang tercurah merupakan sebuah ketulusan.
Terlepas dari dendam yang menghantui pikiran nya, sang Ungeom dengan tulus menyayangi putra angkatnya yang tidak lain adalah keponakan nya sendiri. Dan melihat keadaan ini sama saja dengan melihat penderitaan putranya sendiri.
Pada kenyataan nya, malam tak bertuan jauh lebih menyakitkan dari pada penantian yang tercipta saat fajar menyingsing. Sang Tuan yang kembali menangis dan bersiap untuk kehilangan sekali lagi ketika fajar menyingsing.
Akankah luka ini mampu mengotori hatinya, di saat ia yang telah merelakan tahtanya untuk Jungkook. Akankah kali ini dia juga merelakan wanita nya untuk di persunting oleh Jungkook, adik kecilnya yang bahkan ia sendiri tak sadar bahwa anak itu juga terluka akan hal ini. Takdir apakah yang akan keduanya hampiri ketika fajar kembali menyingsing bumi Joseon.
Selesai di tulis : 01.08.2019
Di publikasikan : 08.08.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro