EPILOGUE
Pagi itu Taehyung melepaskan jubah kebesarannya, menggantikannya dengan pakaian safari. Membiarkan rambut panjangnya menuruni punggungnya dengan ikat kepala yang membuatnya terlihat seperti bangsawan biasa.
Pagi itu juga Taehyung meninggalkan istana bersama Hoseok. Tak mengizinkan siapapun ikut dalam perjalanan keduanya, Taehyung berniat menjadikan perjalanan mereka sebagai perjalanan rahasia yang hanya mereka berdua yang mengetahuinya.
Berkuda cukup jauh meninggalkan istana. Keduanya memacu kuda mereka di atas bukit dengan rumput yang mulai menguning, menandakan bahwa musim sebentar lagi akan berganti.
Menempuh perjalanan yang cukup jauh. Keduanya lantas turun dari kuda mereka. Berjalan beriringan di tengah hutan dengan menuntun kuda mereka masing-masing. Hoseok mengambil langkah di depan Taehyung, menjadi penunjuk arah bagi sang matahari Joseon.
Tak begitu jauh, Hoseok kemudian mengikat kudanya di salah satu pohon. Taehyung yang melihat hal itupun lantas melakukan hal yang sama. Seulas senyum tercipta di wajah Taehyung ketika tangannya mengusap wajah kuda yang telah mengantarkannya sampai sejauh itu.
Hoseok kemudian menegur, "Yang Mulia."
Taehyung memandang Hoseok.
"Mari hamba tunjukkan jalannya."
Hoseok kemudian kembali membimbing langkah Taehyung, dan kali ini keduanya menyusuri jalan setapak yang sedikit menanjak. Tak begitu jauh dari tempat sebelumnya, Hoseok lantas menghentikan langkahnya di depan bebatuan kecil yang tertata rapi dan membentuk sebuah gundukan.
Langkah Taehyung berhenti di samping Hoseok. Pandangan pemuda itu lantas terjatuh pada apa yang saat ini menjadi pusat perhatian Hoseok. Tatapan Taehyung semakin melembut, memperlihatkan kesedihan dan juga penyesalan dalam sorot matanya ketika ia dihadapkan dengan makam Park Hwagoon. Itulah sebabnya Taehyung melarang Changkyun untuk ikut bersamanya.
Taehyung melangkah ke depan. Membimbing satu lututnya untuk terjatuh pada tanah hingga tangannya bisa menyentuh bebatuan yang telah menyembunyikan raga wanita yang hingga detik ini masih berada di dalam hatinya.
Rasa sakit itu kembali memenuhi ruang kosong di dalam hati Taehyung. Namun alih-alih menangis, pemuda itu lebih memilih untuk tersenyum.
Tak mengizinkan Hoseok mendengar apa yang ingin ia katakan. Taehyung lebih memilih mengucapkan hal itu dalam hatinya.
"Kau tidak perlu khawatir, Agassi. Kami hidup dengan baik sekarang ... kelompok pedagang, kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka lagi. Maafkan aku, kau mungkin harus menunggu sedikit lebih lama lagi ..."
"Yang Mulia," teguran itu kemudian mengalihkan perhatian Taehyung.
Taehyung berdiri, kembali berhadapan dengan Hoseok. "Ada apa?"
"Hamba ingin membuat sebuah pengakuan."
Taehyung sempat terdiam sebelum mengulas senyum tipisnya. "Aku menolak untuk mendengarnya," Taehyung berjalan meninggalkan Hoseok, mengira bahwa Hoseok akan membicarakan tentang Hwagoon.
"Hamba ingin menyelesaikan tugas terakhir hamba."
Langkah Taehyung terhenti. Tanpa berbalik Taehyung berucap, "tugas dari siapa?"
Hoseok berbalik, menghadap punggung Taehyung yang hanya bersedia menggunakan ekor matanya untuk melihatnya.
"Ayah hamba."
Dahi Taehyung mengernyit. "Katakan."
"Hamba akan memulai dengan sebuah pengakuan terlebih dulu."
"Kau berhak memilih."
Sempat terlihat ragu, Hoseok kemudian kembali berbicara. "Ayah hamba ... adalah seorang pria bernama Jung Shin."
Taehyung tertegun dengan pandangan yang mengarah ke tanah. Tak ingin langsung merespon pernyataan yang cukup mengejutkan itu.
Hoseok kembali berbicara, "dan ibu hamba ... adalah wanita bernama Heo Youngbin."
Batin Taehyung tersentak, benar-benar terkejut kali ini dan hal itu membuat tubuhnya merespon dengan sangat lambat. Setelah beberapa detik dan telah berhasil mengatasi keterkejutannya, seulas senyum tak percaya terlihat di wajah Taehyung.
Mempertahankan ketenangannya, Taehyung lantas menegur, "lalu, tugas apa yang telah diberikan oleh ayahmu?"
"Bunuhlah ... Baginda Raja."
Taehyung kembali tertegun. Perlahan ia berbalik bersamaan dengan suara pedang yang ditarik keluar. Tepat saat Taehyung telah menghadap Hoseok, saat itu pedang di tangan Hoseok terangkat ke udara.
Taehyung tak mampu mencegah meski di tangannya sendiri terdapat sebuah pedang. Alih-alih mengarahkan pedang itu ke Taehyung, Hoseok memutar ujung pedangnya mengarah ke balik punggungnya dan langsung menebas lehernya sendiri. Membuat netra Taehyung membulat terkejut.
Pedang di tangan Hoseok terjatuh seiring dengan tubuh yang limbung ke arah Taehyung. Taehyung maju selangkah dan menahan tubuh Hoseok, tak peduli jika lehernya terkena darah milik Hoseok yang tewas seketika.
Netra Taehyung mengerjap, membimbing air mata kembali membasahi wajahnya. Mengukir luka di atas luka yang belum sembuh.
"H-hyeongnim ... kenapa?" suara itu terdengar gemetar.
Kaki Taehyung yang tiba-tiba melemas tak lagi mampu menahan tubuh Hoseok. Taehyung limbung, namun masih tetap mempertahankan tubuh Hoseok. Tangan yang gemetar itu kemudian merengkuh tubuh Hoseok dengan tangis yang tertahan.
Meskipun Hoseok telah menyampaikan pengkhianatannya, Taehyung sama sekali tak menyimpan kebencian pada pemuda itu. Namun kini semua sangat terlambat. Taehyung kembali kehilangan satu orang di dalam hidupnya.
Suara serak dan lebih dalam itu lantas kembali terdengar untuk menyampaikan penyesalan yang kembali menghampirinya.
"Kenapa begini? Kenapa Hyeongnim tidak membunuhku? Kenapa Hyeongnim tidak membunuhku ... seharusnya Hyeongnim membunuhku. Seharusnya aku yang mati ... seharusnya aku yang mati ... maafkan aku ... Hyeongnim ... maafkan aku ..."
Satu jiwa kembali meninggalkan raga yang terbujur kaku. Ribuan kata maaf yang terucap seakan hanya sebagai alat untuk menjatuhkan diri pada penyesalan yang semakin menumpuk.
Setelah hari itu, Joseon benar-benar mendapatkan kedamaian ketika para pengkhianat telah menemukan akhir dari kisah mereka. Taehyung berdiri dengan tegap untuk memimpin Joseon sembari menyembunyikan luka yang tak ia biarkan siapapun mengetahuinya.
Changkyun bersikeras menolak untuk menjadi pewaris takhta. Membuat Taehyung mendapatkan tekanan dari banyak pihak untuk segera menikah. Namun pada akhirnya Taehyung menunjuk keturunan Jungkook lah yang akan menjadi penerus takhta, meski itu hanya sebuah rencana yang ia simpan sendiri di saat ia membohongi semua orang bahwa dia bersedia untuk menikah.
Namun pada kenyataannya, bahkan setelah Hwaseung menikah dengan Hwajung dan Jungkook yang telah memiliki seorang keturunan. Si tuan dan Rubahnya belum menemukan tambatan hati mereka ketika hati mereka telah dibawa pergi oleh jiwa yang telah kembali ke Nirwana.
Sampai akhir, si Rubah menyimpan perasaannya untuk cenayang muda yang ia temui di Seongsucheong yang kini menjadi tempat persembunyian baginya. Begitupun dengan sang tuan dari si Rubah yang tetap menunggu hingga tiba saatnya ia kembali bertemu dengan gadis muda yang dulu selalu menunggunya di bawah langit gelap malam. Park Hwagoon, nama yang selalu berada di jalan Lee Taehyung.
Semua orang bahagia dengan cara mereka sendiri. Tanpa memaksakan diri untuk bahagia di jalan orang lain.
Kapankah seseorang itu akan bahagia?
Ketika mereka merelakan apa pernah mereka sesali.
Ketika mereka menerima semua hal dengan ketulusan. Saat itulah waktu yang tepat untuk bahagia meski dalam keadaan terluka sekalipun.
THE END.
Selesai Ditulis : 01.09.2020
Dipublikasikan : 01.09.2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro