Lembar 125
Fajar kembali menyapa, mengembalikan kesibukan di Pelabuhan yang sempat surut tatkala sinar matahari telah membuka jalan yang sebelumnya di penuhi oleh kegelapan.
Setelah perbincangan yang tak bisa di katakan singkat semalam, Hwaseung dan Hwajung memutuskan untuk berpamitan dan segera kembali ke Hanyang.
Dengan suasana yang lebih bersahabat di bandingkan saat pertemuan mereka, Taehyung mengantarkan kedua tamunya di halaman rumah sewa yang ia tempati. Tak lupa dengan Hoseok yang berdiri di sampingnya dan juga Hwagoon yang berdiri di dekat Hwajung.
"Aku akan sangat menantikan pertemuan kita selanjutnya, aku harap kau tidak akan lama menetap di sini." Hwaseung berucap, mengungkapkan kalimat yang akan menjadi perpisahan mereka.
"Segera setelah kami menapakkan kaki kami di Hanyang, Hyeongnim akan segera mengetahui berita tersebut. Atau jika tidak, aku akan mengirim Hoseok Hyeongnim untuk menyampaikan kedatangan kami ke kediaman Hyeongnim."
Hwaseung memberikan seulas senyum tipis kepada Hoseok ketika netra keduanya bertemu.
"Kalau begitu, sudah waktunya untuk berpisah. Jaga dirimu baik-baik, dan juga jagalah Agassi."
Senyum Taehyung perlahan mengembang, namun tidak dengan Hwagoon yang memberikan tatapan yang lebih tajam dari sebelumnya.
"Berhati-hatilah di jalan."
Sepasang kekasih itu pun bergegas meninggalkan area penginapan dan sempat melambaikan tangan mereka untuk membalas lambaian tangan Hwagoon yang berdiri di samping Taehyung.
Dan setelah kedua tamunya pergi, Taehyung menjatuhkan pandangannya ke samping. Melihat Hwagoon yang masih melambaikan tangan dengan seulas senyum yang langsung memudar ketika bertemu pandang dengannya.
"Hari ini-"
Perkataan itu terpotong ketika gadis muda di sampingnya langsung pergi meninggalkannya begitu saja dan menyisakan senyum getir di wajahnya. Dia kemudian mengalihkan pandangannya pada Hoseok yang juga melihat kepergian Hwagoon, namun tatapan yang mengarah pada Hoseok tersebut membuat pemuda itu menjatuhkan pandangan kepadanya.
"Bisakah Hyeongnim pergi bersama dengan Agassi?"
"Kemana Ketua akan pergi?"
"Hanya sekedar melihat-lihat dan kembali."
Taehyung kemudian berlalu membawa seulas senyumnya, menapaki jalan yang berlawanan arah dengan jalan yang di ambil oleh Hwagoon. Hoseok yang sempat melihat kepergiannya pun segera bergegas menyusul Hwagoon sebelum gadis muda itu menghilang dari pandangannya.
Taehyung berjalan menyusuri jalanan menuju Pelabuhan dan sesekali bertemu dengan beberapa rakyat jelata yang langsung menyingkir dari jalan ketika hendak berpapasan dengannya.
Dengan kedua tangan yang berada di balik punggungnya tanpa melupakan sebilah pedang di tangan kirinya, hari itu dia menjelajahi Pelabuhan dan tak jarang dia bertemu dengan beberapa Saudagar yang pernah terlibat kerja sama dengannya.
Meninggalkan Hwagoon yang tengah bersama Hoseok dan seperti hari-hari sebelumnya, dia akan lebih memilih meninggalkan Hwagoon bersama Hoseok di saat ia lebih suka menyendiri.
Meninggalkan Pelabuhan, dia menapaki jalanan di antara rumah-rumah penduduk yang berada di dekat Pelabuhan. Dan tanpa sengaja, ia melihat seorang Kisaeng yang tengah berjalan sendirian di jalan yang akan ia tuju. Langkahnya meragu ketika bayangan kejadian semalam berputar dalam ingatannya.
Meski Kisaeng di hadapannya kini seperti orang yang berbeda dengan semalam, namun sepertinya akan berimbas sama jika sampai Hwagoon tiba-tiba datang seperti semalam. Seketika langkahnya terhenti, dia kemudian memutar kakinya. Memilih jalan lain untuk di lewati.
Melepaskan diri dari keramaian, langkahnya berganti menyusuri jalan setapak di tengah hutan yang begitu menenangkan di saat sinar matahari masih enggan untuk menyakiti.
Langkahnya kembali terhenti ketika pandangannya menangkap sesuatu yang berhasil menarik perhatiannya.
Menyingkir dari jalan setapak, dia menginjakkan kakinya di atas rerumputan. Dia sedikit merendahkan tubuhnya lalu mencabut bunga liar yang berada di bawah kakinya, dan seketika itu senyumnya mengembang dengan sempurna ketika perhatiannya tersita oleh setangkai bunga liar di tangannya.
Mengulang masa lampau, perlahan dia bergerak dan mencabut satu persatu bunga yang di lewati oleh kakinya dan jika ada orang yang melihatnya. Mereka pasti menganggapnya adalah Bangsawan yang aneh.
Setelah beberapa saat, dia berhasil mengumpulkan seikat kecil di dalam genggaman telapak tangan lebarnya. Dia kemudian mencari rumput panjang untuk mengikat bunga kecil tersebut dan setelah dapat, dia langsung mengikat bunga tersebut dengan senyum yang tak ingin menghilang di kedua sudut bibirnya.
Namun tatapan hangatnya menunjukkan sedikit keprihatinan ketika terlintas di pikirannya, bayangan seseorang yang selalu ingin ia tahu bagaimana keadaannya.
Dan seperti hari-hari sebelumnya, sekeras apapun dia berharap. Maka harapan itu akan berakhir dengan sebuah helaan napas beratnya.
"Kau sudah dengar beritanya?"
Perhatian Taehyung kemudian teralihkan oleh suara berat seorang pria. Dia segera mengarahkan pandangannya ke sumber suara dan mendapati beberapa pejalan kaki yang hendak menuju arah di mana ia datang sebelumnya.
"Berita yang mana?"
"Hong Gil Dong, aku dengar dia ada di sini."
"Hoh! Benarkah?"
"Sungguh, aku dengar dia merampok rumah Bangsawan semalam."
Taehyung sejenak memiringkan kepalanya dengan raut wajah yang menunjukkan bahwa ia tengah mempertimbangkan sesuatu. Entah mengapa nama Hong Gil Dong sedikit mengusiknya, karna satu-satunya Hong Gil Dong yang ia kenal adalah ayah angkatnya sendiri.
"Woah... Aku tidak menyangka bahwa dia berada di tempat seperti ini. Bukankah dia hanya bergerak di Hanyang saja? Kenapa tiba-tiba datang ke tempat seperti ini?"
"Entahlah, dia orang yang sulit untuk di tebak."
Pelahan suara orang-orang tersebut memudar seiring pandangan Taehyung yang tak mampu lagi menjangkau tempat mereka.
"Hong Gil Dong, kah?" gumam Taehyung, seketika senyumnya melebar dan memutuskan untuk kembali melanjutkan langkahnya. Memasuki hutan lebih dalam lagi tanpa ada tujuan yang pasti.
Di sisi lain Hwaseung dan Hwajung berjalan memasuki hutan untuk bergegas menuju desa yang akan mereka singgahi selanjutnya. Sesekali Hwajung sempat mencuri pandang ke arah Hwaseung, karna tidak biasanya tunangannya tersebut menjadi sosok yang pendiam.
Mungkinkah telah terjadi sesuatu saat ia meninggalkannya bersama dengan Taehyung semalam? Setidaknya itulah yang ia pikirkan di sepanjang jalan.
Dia tersentak ketika kakinya tidak sengaja tersandung oleh batu kecil di depan kakinya, dan hal itu sontak membuat Hwaseung menahan bahunya dengan mata yang sekilas melebar.
"Kau melamun?" tegur Hwaseung.
Hwajung tersenyum canggung dan menjawab, "tidak, aku hanya kurang berhati-hati." dia kemudian kembali berdiri dengan tegap dan membuat tangan Hwaseung terlepas dari kedua lengannya.
"Jangan menyangkal, kau pasti sedang melamun." selidik Hwaseung. Dia tahu betul seperti apa gadis muda di hadapannya tersebut.
"Apa ada hal yang menganggu pikiranmu?" tanya Hwaseung kemudian.
"Harusnya aku yang bertanya seperti itu." balas Hwajung.
Sebelah alis Hwaseung terangkat sekilas. "Kenapa? Memangnya ada apa?"
"Orabeoni tidak sadar bahwa Orabeoni tidak mengatakan apapun sejak kita meninggalkan penginapan?"
"Ah... Benarkah?"
Hwaseung terlihat tengah mempertimbangkan sesuatu dan dia baru sadar telah mengacuhkan gadis muda yang berjalan di sampingnya sedari tadi di saat pikirannya menerawang jauh tentang siapa Taehyung sebenarnya.
"Ada apa? Apa terjadi sesuatu di antara kalian?"
"Sesuatu apanya? Tidak terjadi apapun di antara kami."
Hwaseung kemudian meraih tangan Hwajung dan meletakkannya di lengannya, sebagai isyarat agar Hwajung memegang lengannya dan barulah mereka kembali melanjutkan perjalanan.
"Apa saja yang kalian bicarakan semalam?"
"Kami tidak memiliki waktu untuk membicarakan banyak hal. Tapi dia benar-benar membuatku merasa terganggu."
"Kenapa? Apa dia mengatakan sesuatu?"
"Tutur kata yang dia gunakan bukanlah tutur kata yang di ucapkan oleh sembarangan orang."
"Maksud Orabeoni?" terdapat guratan heran di wajah tegas Hwajung.
"Dia memilih kata-kata yang sulit untuk di pahami ketika tengah berbicara. Dia pandai bermain dengan kata-kata untuk menyembunyikan sebuah fakta. Caranya bersikap benar-benar berbeda dengan para Bangsawan yang pernah ku temui."
Pandangan Hwaseung menelisik, mencoba menemukan jawaban akan pertanyaan yang terus berputar-putar di kepalanya. Demi apapun, Kim Taehyung memang berbeda dengan ratusan Bangsawan yang pernah ia temui sebelumnya dan hal itu sedikit menganggunya. Dia kemudian sekilas mempertemukan pandangannya dengan Hwajung.
"Apa Agassi mengatakan sesuatu padamu?"
"Tidak banyak, tapi sepertinya dia menyukai pria itu."
Sudut bibir Hwaseung terangkat untuk sepersekian detik sebelum ia kembali menghadap ke jalanan yang mereka tuju. Dia tidak terkejut, karna insiden semalam sudah cukup membuktikan bahwa keduanya memiliki hubungan yang lebih. Terlebih ketika Taehyung hanya menjawab pertanyaannya dengan seulas senyum simpul yang bisa memiliki lebih dari seribu maksud di dalamnya.
"Tentang asal-usulnya, apa Agassi mengatakan padamu?"
Hwajung mengangguk. "Dia mengatakan bahwa Ketua Kim adalah putra dari seorang Pengembara, mereka bertemu setelah Pengembara itu membawa Ketua Kim yang sedang sakit parah ke rumahnya."
"Pengembara siapa? Kau tidak mengenalinya?"
Hwajung menggeleng. "Aku belum pernah mendengar nama itu sebelumnya."
"Siapa namanya?"
"Kalau tidak salah, Kim Namgil."
Seketika langkah Hwaseung terhenti dengan raut wajah yang tampak tertegun, membuat guratan heran tercipta di wajah Hwajung.
"Ada apa? Apa ada masalah?"
Hwaseung sekilas memiringkan kepalanya sebelum menjatuhkan pandangannya pada Hwajung yang tengah menunggu responnya.
"Kau bilang siapa?"
"Kim Namgil."
Senyum Hwaseung tersungging tak percaya dan semakin membuat Hwajung terheran.
"Orabeoni mengenalnya?"
Hwaseung sekilas memalingkan pandangannya ke arah lain sembari bergumam. "Entah orang yang sama atau bukan. Tapi di antara banyaknya nama, kenapa harus nama itu?"
Perkataan yang berhasil membuat kerutan di dahi Hwajung. Dan tak ingin belama-lama membuat gadisnya di landa kebingungan, Hwaseung pun bergegas memberi jawaban.
"Itu adalah nama dari ayah mertuamu."
"Ye?"
Hwajung tertegun, kata 'Ayah mertua' sungguh mengejutkan untuknya. Namun belum sempat ia berusara, Hwaseung lebih dulu menariknya dengan lembut dan membawanya untuk kembali berjalan.
"Ayah mertua?"
"Benar... Selama ini bukankah kau sangat penasaran dengan ayahku? Itulah nama ayahku." sahut Hwaseung dengan santai meski pada kenyataannya dia telah berpisah dengan sang ayah dalam waktu yang lama.
"Lalu, siapa nama ibu, Orabeoni?"
"Yowon."
"Nama belakang apa yang beliau gunakan?"
Hwaseung menjatuhkan pandangannya pada Hwajung tanpa menghentikan langkah keduanya.
"Jika kau tahu nama belakang ibuku, kau pasti akan mencari tahu asal-usulku yang sebenarnya." sinisnya yang kemudian bersikap acuh dan membuat sedikit kekesalan terlihat di raut wajah Hwajung.
Karna meski keduanya telah menjalin hubungan cukup lama, Hwaseung tidak pernah mengatakan apapun tentang keluarga aslinya dan hanya membiarkan Hwajung mengenal keluarga yang telah mengangkatnya sebagai putra mereka.
"Apa salahnya jika aku ingin tahu. Lagi pula jika ayah Orabeoni masih hidup, kenapa tidak mencarinya?"
"Jika kau tahu mungkin kau akan meninggalkanku. Dan jika aku mencarinya, dia akan besar kepala."
Respon yang keluar dengan begitu santainya, membuat Hwajung melayangkan satu pukulan pada bahunya yang hanya meresponnya dengan senyuman lebar. Dan dari sanalah perjalanan mereka terlihat lebih hidup di saat kedua mulut yang saling terbuka untuk saling menyahuti perkataan satu sama lain.
Selesai di tulis : 24.10.2019
Di publikasikan : 11.11.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro