Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Lembar 124

    Taehyung membawa kedua tamunya ke tempat yang ia tinggalkan sebelumnya. Tak ada lagi Kisaeng yang berada di sana, dan hanya ada Hoseok yang atas perintahnya kemudian duduk di sampingnya namun dengan sedikit memberi jarak. Seakan ia yang ingin menegaskan perbedaan kasta di antara keduanya, meski dia sendiri tahu bahwa Taehyung tidak pernah menyukai akan hal itu.

    Dengan perasaan yang lebih tenang. Keempat orang tersebut duduk berhadapan dan memulai sebuah perbincangan ringan di awal perjumpaan mereka.

    Tanpa ada senyum yang menghiasi sudut bibirnya. Taehyung berujar, "Sebelumnya, aku meminta maaf karna memberikan kesan yang tidak menyenangkan dalam pertemuan pertama ini."

    Dengan senyum ramahnya. Hwaseung menyahut, "Tidak perlu sesungkan itu. Sepertinya, telah terjadi kesalahpahaman di antara kita. Jika Ketua tidak keberatan, maka izinkan aku untuk meluruskan masalah ini."

    "Aku bukanlah seorang Raja. Kisanak tidak memerlukan izinku untuk melakukan sesuatu."

    Pada akhirnya, seulas senyum itu kembali melukis wajah Taehyung yang tampak kembali ke sediakala. Begitu tenang dan ramah, namun ucapannya sebelumnya telah membimbing pandangan Hoseok jatuh padanya untuk beberapa detik. Seakan pendekar muda itu sedikit terganggu atas ucapannya barusan.

    "Kalau begitu, aku tidak akan sungkan." ucap Hwaseung dengan sedikit tundukan kepala.

    "Jadi begini. Saat menarik tangan ku, Agassi mengira bahwa aku adalah Hwajung dan dia baru menyadarinya saat berada di dalam kamar. Agassi langsung keluar dan ingin memanggil Hwajung, namun entah kenapa dia malah masuk kembali dan menutup pintu... Aku berpikir bahwa mungkin saja, Agassi melakukannya karna melihat kedatangan Ketua."

    Penjelasan yang di tujukan untuk dua orang sekaligus. Namun sepertinya penjelasan itu hanya berguna bagi Taehyung, karna Hwajung sendiri justru terlihat begitu acuh.

    "Jujur saja, aku sangat terkejut. Agassi tidak pernah membawa pria asing selama ini." Taehyung menyahuti dan terdapat sedikit kelegaan di dalam hatinya.

    "Jadi... Apakah kisanak berdua ini adalah teman dari mendiang Ketua Park?"

    "Benar... Kami sudah lama sekali tidak bertemu. Terakhir kali kami bertemu sekitar dua tahun yang lalu."

    "Dua tahun yang lalu?"

    Taehyung sejenak berpikir. Kembali ke masa dua tahun yang lalu dan menemukan masa yang di maksud oleh Hwaseung, mungkin saja mereka bertemu di perjalanan terakhir Ketua Park sebelum tutup usia.

    "Seandainya waktu itu aku mengikuti perjalanan, mungkin kita bisa saling mengenal lebih cepat."

    "Waktu itu... Mungkinkah Ketua Kim sudah mengenal Agassi?" Hwajung menyahuti, mengingat bahwa Hwagoon pernah menceritakan pria asing yang tinggal di rumahnya. Dan jika benar, maka pria asing yang di maksud oleh Hwagoon benarlah seseorang yang kini duduk di hadapannya.

    "Itu benar."

    "Ah.... Aku rasa pembicaraan ini terlalu kaku." keluh Hwaseung dan menarik perhatian semua orang. Lantas ia kembali berucap, "Mari kita menjalin hubungan yang baik mulai detik ini."

    Sebuah ajakan yang berbalas seulas senyum yang terlihat mengembang dengan sempurna. Taehyung berujar, "Jika itu memungkinkan, aku akan dengan senang hati memanggil kisanak dengan sebutan 'Hyeongnim'."

    "Kenapa tidak? Bagaimana pun juga kita akan menjalin hubungan yang baik setelah ini."

    Tawa ringan Hwaseung terdengar di saat kedua orang yang hanya mampu memberi seulas senyum dan Hoseok yang masih tetap pada pendiriannya. Tetap bertahan dengan tatapan sayu di wajah dinginnya meski Hwaseung sesekali mencuri pandang kearahnya, berharap dia yang masuk ke dalam pembicaraan mereka.
    Namun tak ada kata-kata berarti yang mampu di ucapkan oleh seorang Jung Hoseok, selain hanya mengikuti kemana perginya Tuan Muda yang duduk di sampingnya kini.

    Menikmati malam yang semakin gelap, kedua Bangsawan tersebut masih bertahan di tempat masing-masing dengan posisi yang tak berubah sedikitpun. Memulai pembicaraan yang lebih serius ketika tak ada siapapun lagi di sekitar mereka.

    Sebelumnya Hwajung meninggalkan tempat itu dan karna perintah dari Taehyung, Hoseok lah yang mengantar Bangsawan muda itu untuk pergi ke kamar Hwagoon. Dan kini tinggalah ia bersama dengan Kim Hwaseung, Bangsawan yang baru saja di pertemukan dengannya dalam keadaan yang tidak begitu baik.

    "Jadi, sudah berapa lama Hyeongnim meninggalkan Hanyang?"

    Taehyung kembali berucap untuk yang pertama kali sebagai kalimat pembuka atas obrolan yang akan kembali terjadi.

    "Aku tidak yakin, tapi sepertinya sudah sangat lama."

    Seulas senyum ramah di akhir perkataan yang membuat batin Taehyung terusik, saat sekilas wajah Hwaseung tampak tak asing dalam ingatannya.

    "Ketua Kim sendiri, sudah berapa lama Ketua mengenal mendiang Ketua Park?"

    "Cukup lama, tapi pasti tidak selama Hyeongnim."

    Keduanya saling melebarkan senyum masing-masing, mencoba menghilangkan kecanggungan yang masih di rasakan oleh keduanya.

    "Aku mendengar berita tentang kematian Ketua Park dari Agassi."

    Taehyung kembali melihat lawan bicaranya dengan wajah tenang dan juga tatapan hangat yang telah kembali seutuhnya. Membuat siapapun yang melihatnya tentu mendapatkan keyakinan untuk berbicara padanya.

    "Apakah yang telah di katakan oleh Agassi kepada Hyeongnim?"

    "Semuanya."

    Satu kata yang membuat sudut bibir Taehyung perlahan tertarik dan menciptakan seulas senyum yang benar-benar tipis di sana.

    "Tujuanku datang menemui Ketua adalah untuk menanyakan kebenaran tentang kematian Ketua Park, dan aku harap aku bisa mendapatkan jawaban itu dari Ketua Kim."

    Taehyung menjatuhkan pandangannya dengan tangan yang kemudian terulur untuk meraih gelas araknya dan membawanya mendekat.

    "Kiranya, jawaban seperti apakah yang Hyeongnim inginkan?" ujar Taehyung dengan pandangan yang masih tertuju pada gelas arak di tangannya dan juga seulas senyum tipis yang membuat mata Hwaseung memicing tajam untuk sepersekian detik.

    "Tentu saja jawaban yang merupakan sebuah kebenaran."

    Dengan senyum yang sedikit melebar. Taehyung kembali melihat lawan bicaranya lalu berujar, "tapi sayangnya, sepertinya aku tidak memiliki kebenaran yang Hyeongnim maksudkan."

    Jawaban dengan tutur kata yang lembut dan sempat membuat Hwaseung tertegun, namun setelahnya tawa ringan itu terdengar memenuhi gazebo dan sempat membuatnya mengalihkan pandangannya.

    Namun tawa itu memudar tanpa menyisakan seulas senyum tipis pun ketika ia bertemu kembali dengan tatapan hangat Taehyung, dan seketika tatapan ramah sebelumnya itu di gantikan dengan tatapan menyelidik. Merasa bahwa Bangsawan muda di hadapannya tersebut bukanlah orang sembarangan.

    "Tutur kata Ketua Kim benar-benar membuatku kagum." ungkap Hwaseung namun sepertinya lebih di tujukan sebagai sebuah cibiran.

    Dan dengan senyum berwibawanya Taehyung menyahuti, "itu bukan berarti aku yang ingin menyembunyikan kebenaran yang Hyeongnim maksudkan."

    "Sepertinya Ketua Kim adalah Bangsawan muda yang sangat sulit."

    "Hyeongnim terlalu berlebihan."

    Tanpa ada keinginan untuk meminumnya, Taehyung kembali meletakkan gelas arak di tangannya pada meja dan kembali melihat lawan bicaranya.

    "Mendapatkan undangan ke Istana dan kembali dalam keadaan tak bernyawa, kiranya apa yang terjadi saat itu?" ujar Hwaseung, menuntut penjelasan dengan cara yang bijak.

    "Itu di luar kemampuanku untuk mengetahuinya."

    "Atau kau sedang berusaha menyembunyikan sesuatu." ralat Hwaseung.

    "Kenapa Ketua Kim terkesan buru-buru untuk meninggalkan Hanyang tepat di hari kematian Ketua Park? Mungkinkah Ketua Kim ingin menghidari sesuatu? Tidak! Atau lebih tepatnya seseorang." pungkas Hwaseung dengan tatapan menyelidik tanpa bisa menghilangkan senyuman ramah di wajah Taehyung yang tampak begitu tenang.

    "Jika aku mengatakan sebuah kebenaran, bisakah semua tetap berada pada tempatnya? Bahkan saat kau menginjak rumput liar dan menghancurkannya, tanpa kau sadari bahwa rumput itu akan kembali bangkit saat kau telah menyingkir. Lalu bagaimana aku harus mengungkit luka lama di saat seseorang telah menanggung luka itu hingga detik ini?"

    "Caramu merangkai kata untuk di ucapkan seakan mencerminkan bahwa kau bukanlah sekedar Bangsawan biasa, bisakah kita mengalihkan pembahasan kita dengan hal ini?"

    Taehyung sejenak terdiam, mendalami perkataan Hwaseung yang seperti tengah menantangnya. Begitupun Hwaseung yang benar-benar menaruh kecurigaan pada Taehyung, karna di lihat dari tutur kata dan kewibawaannya, Taehyung bukan sekedar Bangsawan biasa. Tapi siapakah sosok dengan pembawaan yang begitu tenang yang kini di hadapkan dengannya tersebut?

    "Bagaimana? Kiranya manakah yang akan Ketua pilih?" Hwaseung kembali berujar setelah tak mendapatkan respon dari Taehyung.

    "Aku menolak."

    Sebelah alis Hwaseung sekilas terangkat, menyatakan keheranannya atas perkataan Taehyung.

    "Jika Hyeongnim menginginkan sebuah kebenaran, dan jika sebuah kebenaran itu merupakan sebuah rahasia. Maka apapun yang terjadi, sebuah rahasia akan tetap menjadi rahasia meski mulut telah menyampaikan rahasia itu pada kehidupan yang lain."

    "Katakan!"

    Suara datar Hwaseung mengiringi kebimbangan hatinya, merasa sedikit kesulitan dengan kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Taehyung. Sangat sempurna dan bahkan melebihi seorang Cendekiawan sekalipun.

    "Baginda Raja, ingin mempersunting Agassi sebagai pendamping Putra Mahkota."

    Netra Hwaseung melebar, tercengang akan pernyataan Taehyung yang telah memberikan sebuah kebenaran yang ia maksudkan.

    "Putra Mahkota?" gumamnya tak percaya.

    "Hyeongnim telah mendapatkan kebenarannya dan seperti yang ku katakan sebelumnya-"

    "Siapa?" sergah Hwaseung yang seketika menghentikan perkataan Taehyung.

    "Siapa yang melakukannya?" tuntut Hwaseung di saat kemarahan tiba-tiba terlihat di sorot matanya.

    "Bukan dengan mengetahui siapa pelakunya semua masalah akan dapat di selesaikan. Hyeongnim tahu, bahwa tidak ada yang berjalan sendiri di bawah langit. Menyudutkan satu orang sebagai tersangka bukan berarti kau bisa menyelamatkan segalanya."

    "Tolong, gunakanlah bahasa yang bisa ku mengerti." ujar Hwaseung dengan sedikit penekanan di saat ia yang tengah mencoba mengendalikan kemarahannya sendiri dan semakin di persulit oleh tata bahasa yang di gunakan oleh Taehyung.

    "Jadi maksudmu, kematian Ketua Park adalah sebuah konspirasi dari Klan yang tidak menginginkan pernikahan itu terjadi?"

    "Aku tidak memiliki hak untuk membenarkan hal itu, karna dengan begitu, dendam baru akan tercipta. Hyeongnim bisa memperkirakan apapun, namun pikirkanlah berulang kembali sebelum mengatakannya."

    Hwaseung membuang wajahnya ke samping bersamaan dengan helaan napas beratnya dan juga tangan yang terkepal di atas lutut. Merasa marah sekaligus bingung.

    "Jadi, perjalanan Kelompok Pedagang kali ini adalah untuk sebuah pelarian?" gumam Hwaseung di sertai oleh seulas senyum tak percayanya. Dia kemudian mengembalikan pandangannya pada Taehyung.

    "Aku tidak tahu orang seperti apa Ketua Kim ini, tapi jujur kau membuatku sangat penasaran."

    "Jika Hyeongnim merasa penasaran, maka Hyeongnim harus tinggal lebih lama untuk memahami karakter orang tersebut."

    "Tidak sekarang! Mungkin nanti, karna aku harus segera kembali ke Hanyang besok."

    "Secepat itu?"

    Hwaseung mengangguk. "Kau tidak memiliki niatan untuk kembali ke Hanyang?"

    "Kami akan kembali, tapi entah kapan hal itu bisa terlaksana. Namun yang pasti, cepat atau lambat kami akan kembali ke Hanyang."

    "Kalau begitu, aku akan mengenalmu dengan lebih baik ketika kau kembali ke Hanyang."

    Ketegangan yang sempat mengapit keduanya, perlahan memudar di saat perbincangan ringan kembali mengantarkan mereka pada malam tak bertuan yang benar-benar di selimuti oleh kesunyian.

    "Aku sangat menantikan hal itu, aku berharap bahwa kita bisa memulai hubungan baik mulai sekarang."

    "Kita sudah memulainya, kita baru memulainya."

    Senyum keduanya mengembang dengan sempurna, meski Hwaseung sendiri masih menyimpan seribu pertanyaan dalam pikirannya tentang sosok Ketua Kim di hadapannya tersebut.

    "Jujur, ini adalah pertemuan yang begitu canggung." ujar Hwaseung.

    "Aku berharap di pertemuan selanjutnya, kecanggungan ini akan menjadi sebuah kenangan."

    Hwaseung tertawa ringan, menyisihkan pembicaraan berat karna terlalu sulit untuk mendapatkan jawaban dari orang seperti Taehyung. Dan sepertinya cara terbaik adalah dengan memulai sebuah pendekatan terlebih dulu.

    "Tapi tunggu sebentar, ada yang benar-benar menganggu pikiranku."

    "Apakah itu?" Taehyung menyahuti masih dengan senyum ramahnya.

    "Kau dan Agassi, mungkinkah kalian menjalin hubungan yang lebih?"

    Pertanyaan yang seketika membuat wajah Taehyung kehilangan senyumnya dan di gantikan oleh wajah datarnya. Apa yang harus dia jawab?

Selesai di tulis : 23.10.2019
Di publikasikan : 11.11.2019

   

  

   

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro