Lembar 107
Malam dingin yang telah membekukan darah yang menyatu dengan tanah, Cenayang Min Ok menghantamkan telapak tangan nya pada meja di hadapan nya dengan amarah yang membuncah dan berhasil menarik perhatian dari Junheo yang duduk di tengah ruangan.
"Kurang ajar!" Geram Cenayang Min Ok, tampak berusaha untuk mengendalikan amarahnya sendiri.
"Ada apa? Apa kau gagal?" Junheo berujar dengan penuh tuntutan dan hanya sekilas mendapatkan perhatian dari Cenayang Min Ok sebelum akhirnya helaan napas beratnya yang terdengar menyapu ruang kosong tersebut.
"Aku membesarkan mu bukan untuk membunuh mu seperti ini, dasar gadis bodoh!" Gumamnya.
"Apa maksud mu dengan hal itu?" Tuntut Junheo dan membuat tatapan tajam Cenayang Min Ok jatuh padanya.
"Aku sudah mengatakan pada Daegam sebelumnya, bahwa anak itu tidak akan menjadi raja apapun yang terjadi. Sekarang justru aku harus kehilangan putri ku sendiri karna keserakahan Daegam." Cenayang Min Ok berujar dengan kesal.
"Apa kau gagal membunuh anak itu?"
"Berhenti mengejar anak itu! Apapun yang terjadi anak itu tidak akan pernah bisa menjadi Raja, jika masih bersikeras ingin membunuhnya. Lakukan sendiri! Aku tidak akan pernah berurusan lagi dengan anak itu." Tandas Ceyangan Min Ok yang tak lagi memperdulikan tatapan tajam Junheo yang tertuju padanya hingga pintu di belakang nya yang terbuka dengan pelan mengalihkan perhatian keduanya.
Shin masuk kedalam dan menutup pintu dari dalam sebelum akhirnya menundukkan kepalanya ke arah Junheo.
"Bagaimana?"
"Ungeom itu berhasil melarikan diri." Ujar Shin dan jelas merupakan sebuah kebohongan karna pada kenyataan dialah yang membiarkan Namgil untuk pergi.
"Kau yakin anak itu tidak bisa melakukan nya?" Junheo berujar dengan serius kepada Cenayang Min Ok yang tampak sudah kehilangan antusiasnya untuk berbicara lagi dengan nya.
"Jika sampai dia menjadi Raja, Daegam tinggal menyuruh Shin untuk membunuh anak itu. Begitukan sudah beres dan aku tidak perlu kehilangan putri ku." Jawaban yang masih menunjukkan kekesalan nya dan jawaban itu pula yang membuat Shin sempat tersentak.
Junheo pun kemudian beranjak dari duduknya dan bergegas meninggalkan ruangan tersebut dengan hentakan kaki yang melambangkan kemarahan nya, dan tepat setelah pintu di belakang Shin tertutup dengan kasar dari luar.
Keheningan menyelimuti ruang yang hanya menyisakan dua siluet hitam yang saling bertukar pandang tanpa ada seorang pun yang berpindah dari posisi sebelumnya.
"Jangan biarkan pak tua itu melihat wajah putra mu. Jikapun cucunya harus jatuh, bukan anak Ungeom itu penyebabnya. Melainkan putra mu sendiri."
Perkataan pelan yang terucap dengan nada bicara yang begitu serius membuat kedua tangan Shin terkepal kuat sebelum akhirnya berbalik dan meninggalkan ruangan itu tanpa sepatah katapun yang terucap dari mulut nya.
"Hehh!" Sebuah senyum yang tersungging ketika hanya tersisa dia seorang dalam keheningan malam itu.
"Akan terjadi banyak pertumpahan darah di masa mendatang, benar-benar mengerikan." Gumamnya dan kemudian tawa ringan itu kembali terdengar memenuhi ruangan tersebut.
Pageran Tersembunyi Joseon
Malam yang panjang itu mengantarkan langkah kaki sang Ungeom untuk kembali menginjakkan kakinya di Paviliun Selatan Gwansanggam dengan membawa keputus-asaan nya, tangannya yang berlumuran dengan darah yang mengering mendorong pintu Paviliun hingga pintu besar itu terbuka dan menarik perhatian dari ketiga Guru Besar Gwansanggam yang tengah berada dalam ruangan tersebut.
Tatapan yang kemudian jatuh pada sosok sang putra yang masih di tempat sebelumnya bersama punggung gadis muda yang merengkuhnya, tangan nya tergerak untuk menutup pintu tanpa berbalik dan kemudian membawa langkahnya yang terlihat begitu rapuh untuk berjalan mendekati tempat dimana sang putra berada.
"Tuan." Teguran pelan dari Guru Dong Il di saat langkahnya menjangkau tempat dimana ketiga Guru Besar Gwansanggam itu berdiri, dan teguran itu pula yang membuat langkahnya terhenti dengan pandangan yang jatuh pada ketiga Guru Besar tersebut.
Pandangan yang seakan menuntut sebuah kejelasan akan kondisi putranya dan anggukan pelan dari Guru Dong Il yang kemudian membimbingnya menjatuhkan lututnya satu persatu hingga kedua lututnya menyatu dengan sempurna bersama lantai yang begitu dingin serta kedua tangan nya yang bertumpu pada lututnya.
Kepala yang tertunduk dengan bahu yang kemudian berguncang dengan pelan, untuk pertama kalinya ketiga Guru Besar tersebut melihat air mata sang Ungeom sepanjang hidup mereka dan semakin menegaskan bahwa seekor singa buas pun bisa hancur ketika melihat anak nya terluka.
Tangis seorang ayah yang kemudian menjadi penutup malam yang panjang hingga kegelapan malam itu terjatuh pada fajar yang kembali menyingsing bumi Joseon, membiarkan embun pagi membersihkan darah yang menyatu dengan bumi Joseon dan menyisakan luka bagi yang kehilangan.
Sinar matahari yang sudah kembali pada tempatnya, menerobos masuk melalui lubang ventilasi dan saat itu perlahan tangan yang sempat terkulai lemas diatas lantai bergerak dengan begitu lemah bersamaan tubuhnya yang melakukan sedikit pergerakan sebelum akhirnya kelopak mata itu kembali terbuka, dan menemukan cahaya setelah ia mendapatkan kesadaran nya kembali.
"Pangeran..."
Teguran halus dari pria tua yang duduk di sampingnya berhasil menarik seluruh kesadaran nya, Changkyun pun perlahan mengangkat wajahnya dan menemukan wajah Guru Dong Il yang menatapnya dengan tatapan yang penuh harap. Namun gadis muda yang masih tetap merengkuhnya memaksanya untuk benar-benar mengembalikan semua kesadaran nya di saat tak ada lagi rasa sakit yang menghujam tubuhnya.
"Yeon-a." Gumamnya yang keluar seiring dengan napas beratnya, kedua tangan lemahnya yang telah terkotori oleh darah pun mendorong pelan bahu Yeon dan membaliknya. Menggunakan satu tangan nya untuk menahan punggung Yeon dalam pangkuan nya.
Di lihatnya wajah pucat gadis muda tersebut yang terlelap dengan begitu damai dan menuntun telapak tangan nya yang terbebas untuk menyentuh wajah gadis tersebut.
Dingin, itulah yang ia rasakan pada telapak tangan nya ketika permukaan tangan nya menyentuh wajah gadis tersebut.
"Yeon-a, bangunlah!" Panggilan kedua yang terdengar lebih jelas di bandingkan dengan sebelumnya.
"Dia, tidak akan pernah bangun kembali, Pangeran."
Perkataan Guru Dong Il yang membuat nya perlahan menolehkan kepalanya ke arah pria tua tersebut.
"Apa maksudmu?" Pertanyaan yang terucap dengan begitu lemah.
"Agassi, sudah tidak ada."
Mata itu mengerjap, tak mampu menunjukkan reaksi lain akan apa yang di ucapkan oleh Guru Dong Il.
"Tidak." Gumamnya dan kembali menjatuhkan tatapan nya yang tiba-tiba gemetar pada gadis nya, dia kemudian meraih pergelangan tangan Yeon dan seketika napasnya terasa tercekat tepat setelah ia memeriksa denyut nadi yang tak lagi ada pada tempatnya.
Dia kembali hancur dengan air mata yang kembali berderai, mencoba membangunkan tubuh yang telah menjadi jasad.
"Yeon-a... Tidak mungkin, kenapa bisa begini? Kenapa bisa begini?" Racaunya dan kembali membawa jasad gadis tersebut dalan rengkuhan nya.
"Bangunlah! Aku mohon buka matamu, ada apa dengan mu?"
"Yeon Agassi adalah seorang Cenayang penyerap bencana."
Tersentak akan penuturan Guru Dong Il, Changkyun menjatuhkan pandangan nya pada Guru Besar Gwansanggam tersebut yang menatap iba ke arahnya.
"Apa maksudmu?"
"Agassi menyerap bencana yang ada di sekitarnya dan menggunakan tubuhnya sendiri sebagai wadah."
"A-ap-apa yang sedang kau bicarakan?" Perkataan yang terbata tatkala air mata yang kembali membuat hatinya berantakan.
"Agassi membiarkan dirinya untuk menggantikan posisi Pangeran."
Pandangan Changkyun terjatuh dengan mata yang menutup kuat di saat ia mendekap jasad gadis pujaan nya, isakan yang kembali keluar dari mulutnya bersama deraian air mata yang menutupi penglihatnya.
"Tidak mungkin, kenapa begini? Kenapa tidak ada yang memberi tahuku? KENAPA KAU TIDAK MEMBERI TAHU KU!!!" Bentaknya yang di tujukan untuk Guru Dong Il yang tak sempat menjawab di saat ia meregangkan pelukan nya dan mencoba untuk membangunkan jasad yang telah membeku tersebut.
"Yeon-a... Kau tidak boleh begini, buka matamu! Kau tidak boleh melakukan hal ini padaku, tidak boleh. Kau tidak boleh pergi, kenapa kau membohongiku? KENAPA KAU MEMBOHONGI KU.... Yeon-a....."
Tangis yang kembali terdengar pagi itu, di saat sang Rubah yang kembali jatuh saat yang kembali telah meninggalkan nya tanpa sepatahpun kata perpisahan.
"Kenapa kau melakukan ini padaku? Harusnya aku yang mati. Harusnya aku yang mati... Bukan kau yang harus begini.... Arghh......" Teriakan serta tangis yang menyayat hati, sang Rubah yang hanya mampu merengkuh jasad dari sang penyegel hatinya.
Satu hati kembali terluka di saat luka lama yang belum mampu di sembuhkan, sang Rubah yang mengutuk segalanya. Segala penyebab penderitaan nya, Ibunya, Ayahnya, kakaknya, Tuannya serta gadisnya. Dia mengutuk takdir yang telah membuatnya kehilangan segalanya, dia membencinya. Sangat!.
Pangeran Tersembunyi Joseon
Cahaya yang kembali menghangatkan bumi Joseon, memancarkan siluet hitam yang tengah berbenah diri di dalam sebuah ruangan. Tubuh kurus yang tak menghilangkan ketegasan nya, rambut hitam legam yang jatuh menyusuri bahunya serta Pedang yang telah bertengger pada tangan kanan nya.
Pintu di belakang nya terbuka dan setelahnya suara langkah kaki datang mendekat setelah terdengar suara pintu yang tertutup, namun wajah yang terlampau dingin tersebut tak mampu menujukkan apapun selain hanya kesedihan.
"Pangeran benar-benar akan pergi sekarang?" Tegur Guru Dong Il yang telah berdiri di belakang nya.
"Malam itu," Mulut itu kemudian berucap, bukan untuk memberi jawaban melainkan untuk mengembalikan pertanyaan.
", adakah orang lain yang datang bersama mu?"
Guru Dong Il sempat tersentak akan pertanyaan Changkyun, mungkinkah ia menyadari kehadiran Namgil malam itu.
"Tidak ada orang asing yang mengunjungi tempat ini selama Pangeran tertidur." Ujar Guru Dong Il yang tak sepenuhnya berbohong karna yang datang bukanlah orang asing melainkan ayah nya sendiri.
"Kondisi Pangeran belum pulih benar, akan lebih baik jika Pangeran berada di sini untuk beberapa hari ke depan."
"Aku bukanlah seseorang yang bisa kau panggil dengan sebutan Pangeran. Suatu saat, aku akan menjadi seorang Ungeom dan selalu berada di samping Tuanku."
Perkataan yang terucap dengan begitu tenang dan sempat menusuk perasaan sang ayah yang tengah berdiri di ruangan sebelah dan mendengarkan apa yang baru saja keluar dari mulutnya, sebuah perkataan yang terucap layaknya sumpah yang pernah ia ucapkan kepada Tuan nya sendiri sebelum ia merasa terkhianati dan justru berambisi untuk membunuh Tuan nya sendiri.
Changkyun kemudian berbalik menghadap Guru Dong Il. "Jadi mulai sekarang, berhenti memanggilku dengan sebutan Pangeran. Terlepas dari siapa ibu ku, aku hanya ingin melindungi apa yang harus aku lindungi."
Menatap penuh keraguan, Guru Dong Il mencoba mencari pembenaran dari tatapan sayu seorang pemuda yang tengah mencoba untuk bangkit tersebut, hingga pada akhirnya seulas senyum yang mengembang di kedua sudut bibirnya.
"Jika itu sudah menjadi keputusan yang telah Tuan Muda ambil, orang tua ini bisa berbuat apa. Mulai dari sekarang, orang tua ini hanya akan melihat mu dari jauh jadi mohon jaga diri Tuan Muda baik-baik."
Tak memiliki apapun untuk di katakan, Changkyun pun melangkahkan kakinya melewati Guru Dong Il. Meninggalkan pria tua itu tanpa sepatah katapun dan hanya membiarkan pria tua itu mengantarkan kepergian nya dengan tatapan hangatnya.
Dan tepat setelah langkah sang Rubah menjangkau cahaya yang sudah berhari-hari tak di izinkan untuk menyentuh kulitnya, saat itu pula Guru Dong Il mengarahkan pandangan nya pada ruangan yang berada di sebelah ruangan tempat ia berdiri sekarang.
"Sekarang, apa yang kiranya akan Tuan Ungeom lakukan setelah mendengar keinginan yang terucap dari mulut Tuan Muda sendiri?"
Pertanyaan yang hanya mampu membuat sang Ungeom terdiam tanpa mampu memberikan jawaban akan pertanyaan yang baru saja datang padanya, putranya telah memilih jalan nya sendiri. Jalan yang sama dengan jalan yang pernah ia pilih sebelumnya, keputusan yang tak mungkin bisa ia rubah sekalipun dia yang merupakan seorang ayah.
Dan sama seperti putranya yang telah mengambil keputusan, diapun juga harus mengambil keputusan saat itu juga.
"Awasi dia baik-baik, dan jika sampai dia kembali terluka. Ku pastikan akan melenyapkan Gyeongbok!" Sebuah peringatan yang kemudian menjadi keputusan untuk kembali kepada putra angkatnya, Kim Taehyung.
Di sisi lain sang Putra Mahkota Lee Jungkook yang nyatanya masih tetap menunggu sang Rubah mengetahui jalan nya untuk kembali ke tempatnya, terduduk di dalam perpustakaan dengan hanya membiarkan buku-buku di hadapan nya terlantar di saat ia hanya menatap halaman buku yang terbuka di hadapan nya dengan tatapan yang kosong.
Dan bahkan suara pintu yang terbuka pun tak mampu menarik perhatian nya, hingga sebuah langkah kaki yang datang mendekat ke arah nya yang kemudian berhasil menarik perhatian nya.
Perlahan siluet biru tua tersebut mengangkat wajahnya dan seketika binar dimatanya yang sempat menghilang tiba-tiba kembali seiring dengan langkah sang Rubah yang datang kepadanya bersamaan senyum tipis yang perlahan mengembang dengan sempurna di wajahnya, hingga sang Rubah berdiri tepat di hadapan nya dan langsung menjatuhkan satu lutunya di lantai dengan kepala yang tertunduk. Memberi penghormatan sebagai seorang Prajurit yang baru saja kembali dari tugasnya.
"Syukurlah, kau tahu jalan menuju ke tempat ku." Suara lembut yang sarat akan rasa bersyurkur ketika Rubah sang kakak yang akhirnya kembali ke sisinya.
"Telah meninggalkan Putra Mahkota terlalu lama, hamba pantas mendapatkan hukuman."
"Kesakitan mu adalah hukuman bagiku, tetaplah sehat dan selalu berdiri di samping ku. Kim Changkyun."
"Hamba akan mematuhi perintah Yang Mulia Putra Mahkota."
Senyum yang semakin mengembang dan membuat air mata itu meloloskan diri dari kelopak mata yang begitu jernih tersebut.
"Terimakasih karna sudah kembali padaku, Changkyun."
Pangeran Tersembunyi Joseon
Dedaunan yang jatuh ketanah satu persatu di setiap detiknya, seiring berjalan nya waktu telah menutupi jalanan yang di tumbuhi oleh rumput liar. Kim Namgil, berjalan begitu jauh meninggalkan Istana Gyeongbok, berbaur kembali dengan orang-orang yang mengenalnya sebagai Tuan Kim si pengembara.
Langkah tegap yang berbaur dengan langkah ringan para penduduk serta langkah kecil yang berlarian di sekitarnya hingga pandangan nya menemukan satu sosok yang terlihat begitu sempurna tanpa cacat sedikit pun, seulas senyum hangat yang terlihat begitu tulus yang terlontar untuk setiap orang di sekitarnya.
Hingga senyuman itu yang pada akhirnya terarah padanya di saat tatapan hangat itu yang menuntunnya untuk kembali.
"Kenapa melihat ku seperti itu?" Perkataan yang terlontar dengan begitu sinis sebagai balasan akan sambutan ramah yang telah di berikan oleh putra angkatnya.
"Abeoji, sudah kembali?"
"Tentu saja! Kau tidak lihat aku sudah di sini? Bagaimana aku tidak kembali jika aku sudah ada di depan matamu?" Nada bicara yang meninggi yang hanya mampu membuat Taehyung melebarkan senyumnya.
"Harus berapa kali ku katakan, berhenti tersenyum seperti itu! Lagi pula kenapa kau di sini? Kau tidak membaca surat ku?"
"Aku membacanya."
"Lalu kenapa masih di sini? Cepat pulang!" Ujar Namgil yang kembali pada sifat bar-bar nya yang tak pernah bisa berbicara dengan cara yang baik terhadap putra angkatnya yang kini hanya bisa mengikuti langkahnya untuk berjalan pulang.
"Sudah ku bilang jangan pergi keluar, kenapa malah berkeliaran di sini? Bagaimana jika ada gadis yang menculik mu?" Ocehan yang ia dapatkan sepanjang perjalanan.
"Aku hanya ingin mencari kesibukan, bukannya mencari seorang gadis."
"Berhenti berbicara dengan cara seperti itu, kau ingin aku menarik lidah mu keluar!"
"Abeoji hanya melakukan nya karna merindukan ku."
"Merindukan mu, pantatku!"
"Terimakasih karna telah merindukan ku."
"Kau sudah sinting!"
Next Episode.
Perasaan Tersembunyi Sang Tuan Muda
"Baginda Raja mengundang ku ke Istana."
"Kembali atau biarkan aku mengakhiri nya sampai di sini!"
"Bagaimana dengan mu? Kau membenci ayah nya dan menyelamatkan putra nya. Sebenarnya, apa yang sedang kau rencanakan?"
"Demi masa depan Joseon, berikan putri mu padaku."
"Hamba tidak bisa memberi jawaban, karna hanya putri hamba sendirilah yang memiliki jawaban nya."
"Aku akan menunggu jawaban dari putri mu."
"Baginda Raja tengah mempersiapkan pernikahan untuk Putra Mahkota."
"Dari Klan mana gadis itu berasal?"
"Putri Ketua Kelompok Pedagang, Park Hwagoon."
"Selesaikan masalah ini secepatnya, hanya gadis dari Klan Heo lah yang berhak mendampingi cucu ku."
"Abeoji.........."
"Segera tinggalkan Hanyang."
"Apa yang harus kita lakukan?"
"Pergilah! Bawa Agassi bersama mu."
"Abeoji tidak akan pergi bersama kami?"
"Mulai sekarang, kau lah yang akan memimpin Kelompok Pedagang."
"Kita akan kembali ke Hanyang besok."
"Jika Naeuri yang memutuskan, aku akan pergi."
"Baginda Raja meminta Hwagoon Agassi untuk menjadi pendamping dari Putra Mahkota."
"Keputusan apa yang akan Ketua ambil?"
"Hyeongnim......"
"Kim Changkyun?"
"Hyeongnim kemana saja? Kenapa meninggalkan ku begitu saja?"
"Besok, berangkat lah ke Istana!"
"Apa kita masih akan bertemu setelah ini?"
"Pasti! Jika kau tak bisa menemui ku, maka akulah yang akan menemui mu. Di dalam Istana Gyeongbok."
"Berdosakah jika aku menaruh hati kepada wanita yang telah di miliki oleh orang lain."
"Kau menyembunyikan dengan baik, Jung Hoseok."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro