Lembar 092
Di Paviliun selatan Gwansanggam, terlihat ketiga Guru Besar Gwansanggam tengah terlibat pembicaraan yang serius di ruang kerja Guru Dong Il. Ketiganya duduk mengelilingi meja dan saling berhadapan dengan raut wajah yang menegang sejak pertemuan mereka sebelumnya.
"Bagamana sekarang?" Guru Kiseung melontarkan pertanyaan sebagai penanda di mulainya pembicaraan ketiga nya.
"Ini begitu rumit." Sahut Guru Heojoon dengan pandangan yang terarah pada meja dan tangan yang bersedekap.
"Sudah tiga hari Pangeran tidak juga bangun, tidak ada gunanya menyangkal semuanya. Karna sudah jelas siapa yang melakukan hal ini." Sambung Guru Dong Il.
"Pertama Pangeran Taehyung dan sekarang Pangeran Changkyun," Perkataan dengan pembawaan yang begitu tenang yang terlontar dari mulut Guru Heojoon pada akhirnya mempertemukan pandangan mereka bertiga.
"Kira-kira siapa dan apa tujuan nya?" Lanjutnya dengan nada yang penuh dengan selidik, membuat Guru Kiseung dan juga Guru Dong Il saling bertukar pandang sejenak.
"Entah apa yang terjadi sebenarnya, tapi terkutuklah pikiran ku yang memikirkan hal ini." Ujar Guru Dong Il yang terlihat begitu resah.
"Memang nya apa yang kau pikirkan?" Tanya Guru Heojoon.
Guru Dong Il mempertemukan pandangan nya dengan Guru Heojoon, terdiam sejenak sebelum akhirnya membuka suara.
"Perebutan tahta kerajaan."
Semua diam, bukan terkejut melainkan merasa tak mampu mengucapkan sepatah katapun, karna sebelum mereka bertiga bertemu. Ketiganya telah memikirkan hal yang sama, memikirkan situasi yang di hadapi oleh Changkyun dan alasan nya, hingga 'Perebutan tahta' menjadi hasil akhir dari pemikiran mereka di setiap malam selama dua hari terakhir karna pada awalnya mereka menyangka bahwa Changkyun hanya sakit biasa dan lagi pula selama ini identitas Changkyun sebagai bagian dari keluarga kerajaan telah di sembunyikan rapat-rapat, namun setelah satu hari terlewati dan dia yang tak kunjung memberi tanda-tanda bahwa dia akan terbangun, mengingatkan mereka dengan apa yang pernah menimpa Taehyung sebelumnya.
"Haruskah kita hentikan pembicaraan ini di saat kita semua tahu apa yang tengah terjadi, entah itu kebenaran atau sebatas pikiran kita yang terlalu berlebihan." Ujar Guru Kiseung, mencoba menyikapi dengan bijak karna jika sampai ada orang lain yang mendengarnya mungkin itu akan menimbulkan masalah yang besar di dalam Istana.
"Ini Konsprirasi yang sangat mengerikan." Gumam Guru Dong Il seakan tak ingin mempercayai apa yang tengah ia pikirkan sendiri.
"Hentikan sampai di sini," Sergah Guru Heojoon. "akan sangat berbahaya jika orang lain mendengar nya."
"Lalu bagaimana dengan anak itu? Haruskah kita membiarkan nya bernasib sama seperti Pangeran Taehyung?" Tanya Guru Kiseung.
"Hanya berpikir tidak akan menyelamatkan nyawa siapapun, tapi bertindak. Harus bertindak bagaimanakah semestinya? Kita hanya seorang Guru Besar di bagian kecil dari Istana Gyeongbok, kita bukanlah sesuatu yang berharga untuk bisa di pertahankan oleh Baginda Raja. Meski kita tahu siapa musuh dari Baginda Raja, bukan berarti beliau bisa menghancurkan nya dengan mudah, bahkan meski dia kehilangan putranya sekalipun. Sampai saat ini beliau hanya menahan nya." Jawaban yang begitu panjang dari Guru Heojoon yang terlontar di saat dirinya benar-benar sadar.
"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?" Guru Kiseung menjatuhkan pandangan nya, tampak begitu putus asa.
"Apapun yang kita lakukan sekarang, dari pada menyelamatkan sesuatu kita akan lebih banyak mendapatkan resiko. Diam adalah keputusan yang baik." Ujar Guru Heojoon yang kembali mematahkan harapan mereka.
"Bagaimana dengan Putra Mahkota? Apa beliau sudah mengetahui kondisi anak itu?"
Guru Dong Il menggeleng sebelum menjawab pertanyaan dari Guru Kiseung. "Sejak hari itu dia belum mengunjungi Gwansanggam lagi, aku pikir akan lebih baik jika dia tidak mengetahuinya."
"Kau benar, tapi cepat atau lambat dia juga akan tahu."
"Cara terbaik adalah dengan menyembunyikan keberadaan anak itu dari orang luar." Cetus Guru Heojoon yang kemudian menarik perhatian keduanya.
"Bagaimana caranya?"
"Tutup Gwansanggam dari dunia luar."
Kedua rekan di hadapan nya sempat terhenyak atas pernyataan nya, keduanya pun sempat saling bertukar pandang seakan tengah bertukar pendapat.
"Atau mungkin, dialah yang harus pergi dari Istana. Membiarkan masalah ini berlarut-larut hanya akan membuat pengaruh buruk di dalam Istana, mengingat Istana baru bisa berjalan normal kembali setelah setahun kepergian Pangeran Taehyung. Kita tidak bisa mengambil resiko lagi, kita harus segera menyelesaikan hal ini sebelum Putra Mahkota mengetahui keadaan anak itu."
"Kenapa aku tidak boleh mengetahuinya?"
Pangeran Tersembunyi Joseon
Masih sama seperti hari-hari sebelumnya, hingga saat ini Yeon masih setia duduk di samping tubuh Changkyun yang terbaring selama tiga hari lamanya tanpa menunjukkan pergerakan sedikit pun, dan selama tiga hari itu pula dia menghilang begitu saja dari Paviliun Selir Youngbin tanpa memperdulikan entah mereka akan mencarinya atau tidak.
Hanya duduk dan berdiam diri, menyaksikan wajah Tuan Muda nya yang perlahan memucat. Air mata yang sesekali terjatuh dari kelopak matanya ketika ia berkedip, tanpa sepatah katapun yang berarti dia tetap menunggu meski masa menunggunya telah berlalu ketika ia kembali ke Istana namun sekali lagi, dia harus menunggu. Menunggu untuk kembali kehilangan di saat ia mengetahui akan sampai mana masalah yang berada di hadapan nya kini.
Tatapan sayunya yang selalu terarah pada wajah Changkyun, pada akhirnya teralihkan ketika seseorang tiba-tiba membuka pintu ruangan itu dengan kasar. Dia segera menoleh ke belakang dan seketika matanya membulat dengan sempurna ketika mendapati Jungkook lah yang masuk ke sana dan berjalan ke arah nya dengan dua Kasim yang mengikuti di belakang nya, tak berbeda dengan reaksi Yeon. Reaksi yang di tunjukkan oleh ketiga orang yang baru saja datang tersebut juga sama, mereka sedikit terkejut karna melihat seorang Dayang di ruangan tersebut.
Yeon yang menyadari bahwa Jungkook semakin mendekat ke arah nya pun segera beranjak dan menyingkir dengan kepala yang tertunduk dalam dan tangan yang saling bertahutan di depan tubuhnya, Jungkook sekilas mengarahkan pandangan nya pada Yeon ketika ia menghentikan langkahnya tepat di tempat yang di tinggalkan oleh Yeon sebelumnya. Dia kemudian menjatuhkan pandangan nya pada Changkyun.
"Kenapa dia masih tidur? Apa dia sudah makan?"
Perkataan yang terucap dengan pelan namun penuh dengan penekanan, di saat wajahnya sendiri terlihat menahan kegelisahan.
"Naeuri belum sadarkan diri sejak tiga hari yang lalu."
Mata ketiga orang tersebut terbelalak dan dalam waktu bersamaan tatapan mereka terarah pada Yeon yang masih setia menundukkan kepalanya.
"Ba-bagaimana, bagaimana bisa seperti ini?" Tuntut Jungkook di saat ia tak bisa mempercayai hal ini, dia kemudian menjatuhkan kedua lututnya dan segera meraih tangan Changkyun. Dia tersentak begitu mendapati telapak tangan yang begitu dingin.
"Apa yang terjadi? Kenapa seperti ini? Changkyun-a...." Racau Jungkook dengan kebingungan yang terlihat di raut wajah nya.
"Hamba mohon undur diri."
Yeon sekilas membungkukkan badan nya dan hendak beranjak pergi dari sana sebelum suara Jungkook berhasil menghentikan langkahnya.
"Tetap di sini, dan jangan pergi kemana-kemana!" Tegas Jungkook dengan nada bicara yang menyiratkan sebuah kekhawatiran di saat ia sendiri tak melepaskan pandangan nya dari Changkyun.
Yeon yang mendapat teguran tersebut pun mempertemukan pandangan nya dengan kedua Kasim yang masih berdiri beberapa langkah di belakang Jungkook, dan anggukan kecil dari Kasim Seo pun yang kemudian membimbing ketiganya untuk duduk. Namun pandangan Kasim Seo tak lepas pada sosok Yeon di saat Kasim Cha menatap khawatir pada punggung Jungkook, dia mengingatnya, dia mengingat gadis muda yang saat ini berada di hadapan nya.
Seorang gadis muda yang tidak seharusnya berada di Gwansanggam, seorang Dayang muda dari Paviliun Selir Youngbin. Kenapa bisa sampai berada di Gwansanggam? Sebuah kecurigaan yang tiba-tiba terbesit dalam pikiran nya tentang apa yang telah terjadi antara nya dan Changkyun, mengingat bahwa dia tidak akan tiba-tiba berada di Gwansanggam di saat dia sendiri adalah Dayang dari Paviliun Selir Youngbin. Namun pikiran nya itu terbuyarkan ketika Jungkook bersuara.
"Di mana Guru Dong Il?"
"Beliau berada di ruang kerjanya."
"Kenapa tidak ada yang memberitahu ku tentang hal ini?"
Kalimat menuntut yang lebih terdengar seperti sebuah monolog, dia mengangkat tangan Changkyun dan menggenggam nya menggunakan kedua tangan nya.
"Jangan seperti ini, cepatlah bangun Changkyun-a. Kau sudah berjanji akan kembali padaku bukan? Cepatlah bangun dan tepati janji mu, kau ingat bukan bahwa ksatria sejati tidak akan mengingkari janjinya."
"Beliau tidak akan bangun." Cetus Yeon.
Ketiganya kembali terperangah dan serempak menatap Yeon yang perlahan mengangkat wajahnya.
"Apa yang baru saja kau katakan?" Tuntut Jungkook dengan kemarahan dan keputus asaan yang menjadi satu.
"Beliau tidak bisa bangun."
Rahang Jungkook mengeras dengan sorot matanya yang menajam, dia tidak ingin mempercayai perkataan Dayang muda itu. Namun setelahnya, helaan napas putus-asanya terdengar ketika ia memalingkan wajah nya.
"Omong kosong, berhenti mempermainkan ku lagi."
Sebuah keputus-asaan yang kembali menghampirinya ketika kepala itu tertunduk dan kenyataan yang membawanya kembali akan perasaan nya yang hancur setelah kabar kepergian Taehyung sampai ke telinganya, menolak untuk menangis dia membiarkan seulas senyum mirisnya terukir dengan sempurna di bibirnya.
"Jangan lagi."
Selesai di tulis : 26.05.2019
Di publikasikan : 28.05.2019
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro