Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

23. Grasping at Straws

Meski tidak begitu yakin dengan keakuratan informasinya, para penjelajah dimensi itu masih mempelajari artikel-artikel yang ada pada website Herakles Merah, berharap dapat menemukan petunjuk.

“Ini terlihat seperti karangan.” Ken tampak sudah lelah karena tak menemukan informasi berharga. Artikel-artikel itu tidak akan membawa mereka pulang. Ia lalu beranjak ke balkon, memandangi jalanan sepi dari atas sana. Lain dengan Tretan, kilatan matanya terlihat bersemangat memandangi layar monitor di depan. Lelaki itu benar-benar mempelajari tentang sejarah virus zombi, artikel tentang penjelajah waktu, dan tuduhan-tuduhan pada John Arthur yang disinyalir hanya fitnah belaka. Sedangkan Luna, tertidur di atas meja dengan posisi duduk di sebelah Tretan.

Bersamaan dengan suara derit pintu yang halus, Clarissa muncul membawakan minuman. Hanya Ken yang mengucapkan terima kasih karena Tretan sedang tidak bisa diganggu.

“Teori konspirasi, ya ....” Clarissa berdiri dekat Ken, memandangi punggung tegak Tretan. “Dulu aku sering membacanya sejak pembantaian itu terjadi.” Ia mendongak sedikit, melirik Ken yang menunggunya melanjutkan perkataan. “Aku masih kecil waktu itu. Lari bersama ibuku untuk menyelamatkan diri dari serangan robot.” Ia mendesis. “Tapi keselamatan saja tidak cukup karena kami mesti menanggung trauma yang hampir membuatku gila.”

“Lalu penjelajah waktu itu datang,” tebak Ken.

“Benar. Ia bersembunyi dengan baik di balik mantel tebal dan topi koboi yang aneh. Mengatakan pada kami untuk tetap hidup dan menyambut kalian. ‘Seseorang akan datang dan mengungkapkan semuanya. Mereka punya jawabannya karena mereka datang dari masa depan’, kata-katanya masih terngiang jelas dalam pikiranku.”

“Apa maksudnya itu?”

“Sejak Peristiwa 5/5, orang-orang membagi diri menjadi dua golongan. Mereka yang percaya pemerintah dan mereka yang percaya John Arthur. Bahkan sampai sekarang, kelompok pendukung John Arthur masih berusaha membuktikan kalau ilmuwan itu tidak bersalah.”

Ken sama sekali tidak mengerti satu pun kata yang diucapkan Clarissa. Semuanya terdengar seperti dongeng di telinga ilmuwan itu.

“Kalau begitu, kalian pasti salah orang. Kami datang ke sini tanpa sengaja dan tidak mengetahui apa-apa tentang sejarah kalian.”

Senyum mengembang pada salah satu sisi wajah Clarissa. “Kau boleh berpikir begitu, Profesor.” Lalu ia melirik Tretan di depan seakan berbicara lewat sorot matanya kalau yang dikatakan Ken tidaklah benar. Kenyataannya, Tretan tau banyak tentang sejarah tempat ini.

“Adikku tidak akan pergi ke mana-mana. Begitupun dengan Luna dan aku!” tegasnya setelah berhasil menginterpretasi arti sorotan itu.

Clarissa melipat tangan di dada, lalu wajahnya didekatkan pada wajah Ken. Ada getaran aneh yang tercipta dalam keadaan ini. Entah bagaimana, Ken merasa sedang bertatapan dengan orang yang sangat ia kenal. Orang yang sangat ia rindukan. Hatinya bimbang, tapi raut wajahnya sekeras batu.

“Kau pikir, dari mana kami tahu nama-nama kalian?” ucap Clarissa, nadanya pelan dan tajam, nyaris berbisik. “Persiapkan diri kalian, karena penjelajah waktu itu bilang akan ada pertumpahan darah.” Kakinya lantas melenggok ke luar dengan aura keangkuhan mengikutinya.

Ken hanya terdiam memandangi punggung wanita itu menghilang di balik pintu. Perasaannya tak dapat digambarkan. Antara marah, sedih, takut, dan nyaman bercampur aduk. Setelah diam yang cukup lama, ia melangkah cepat ke Tretan.

“Hentikan ini! Kita harus memperbaiki mobil dan pulang secepatnya.” Ia matikan komputer itu dengan paksa.

“Kak, apa yang—”

“Kita harus cepat pulang.”

“Tapi mobil waktu itu tidak bisa diselesaikan dengan alat-alat yang kita punya.”

“Dia juga tidak akan bisa diselesaikan dengan membaca artikel karangan.”

Tretan menurunkan kelopak matanya. Bagaimanapun, ucapan sang kakak tidak salah sama sekali. Ia tak menemukan sedikit pun petunjuk tentang siapa, ciri-ciri, atau apa pesan yang dibawa penjelajah waktu misterius itu.

“Kita minta tolong pada Mark—”

“Tidak!” ucap Ken dengan tegas dan keras hingga membuat Luna terbangun dari tidurnya. “Tidak ada orang lain yang boleh terlibat dalam urusan kita. Dan kita tidak boleh terlibat dalam urusan siapa pun di tempat ini. Kita batasi hubunganmu dengan teman barumu itu sampai di sini.”

Baru tadi Ken mengatakan kalau apa pun yang mereka lakukan di semesta ini bisa jadi tidak akan mempengaruhi semesta asal mereka. Perkataan itu sempat memunculkan ide dalam benak Tretan untuk menyusuri jejak sejarah virus zombi dan pembantaian robot sepuluh tahun lalu. Meski hal tersebut tidak ada hubungannya dengan dirinya, tapi penyebab dari peristiwa-peristiwa itu bisa dijadikan pelajaran. Paling tidak, Tretan harus mengetahui penyebab robot-robot itu melawan program mereka. Itu yang paling penting mengingat ia mempunyai Lucy—yang selalu menghantuinya kalau hologram itu bisa balik menyerang suatu saat. Tretan harus mempelajari itu lebih dulu di sini.

Terkesan seperti ia menjadikan semesta ini sebagai percobaan, meski memang begitu, tapi hatinya menolak mengaku demikian.

“Kalau begitu, kita tidak akan bisa menyelesaikannya, Kak.”

Matahari sudah melewati garis khatulistiwa, sinarnya mengintip dari jendela di sebelah barat. Pikiran Tretan mulai berkelana. Justru sekarang ia mengkhawatirkan Mark. Lelaki itu pasti sibuk mencarinya. Ia harus menyelesaikan Tesla dan Tretan telah berjanji akan membantunya.

“Kita akan terjebak dalam waktu  lama di sini jika hanya mengandalkan palu dan gergaji itu.” Tretan diam sejenak mengamati raut yang tak dapat diartikan pada wajah sang kakak. “Mark bisa membantu, dia ilmuwan yang ... cukup pintar.”

Dalam satu tarikan napas, Ken berusaha menimbang-nimbang solusi yang ditawarkan. Suara-suara ketakutan berteriak lantang dalam pikirannya. Di depannya, berdiri dua orang yang paling ia sayangi menunggu keputusannya. Setelah mendengar ucapan Clarissa soal akan adanya pertumpahan darah, ini jadi hal yang rumit baginya. Namun di sisi lain, mereka tidak akan bisa pulang jika berusaha keras menolak bantuan. Menyembunyikan ketakutan, Ken mengerutkan dahi seakan ia terheran dengan kalimat terakhir yang dilontarkan sang adik. “Cukup pintar?”

Tretan mengangkat bahu. “Kuyakin dia tidak akan memberi tahu orang lain tentang identias kita.”

“Maksudmu, kita harus mengaku padanya kalau kita datang dari dimensi lain?” Luna bergabung dalam obrolan itu.

“Seberapa besar keyakinanmu padanya?”

“Dia menyelamatkanku dan memberiku makan di saat dia punya pilihan untuk membiarkanku mati kelaparan di gang yang dingin.” Tretan mengangkat alis menunggu respons sang kakak.

“Itu saat dia belum tahu kau bukan dari sini. Saat ia tahu, kau mungkin akan diikat dan dipaksa membeberkan rahasiamu, lalu ia akan menguasai dunia dengan mesin waktu yang ia buat berdasarkan arahanmu.”

“Orang-orang di rumah ini tau kita dari dimensi yang berbeda, tapi mereka tidak melakukan itu.” Tretan berusaha mencari pembelaan.

“Mereka bukan ilmuwan.”

Mendengar ucapan kakaknya, Tretan mengerang frustrasi. Dalam hatinya, ia sangat yakin kalau Mark tidak akan melakukan hal semacam itu. Lelaki itu memang aneh, tapi ia yakin Mark tidak akan melakukan hal yang jahat. Jika memang jahat adalah wataknya, maka Tretan tidak akan hidup sampai detik ini.

“Kalau begitu, kita cari Kort.” Mata sebiru samudra itu melirik sang kakak. “Dia ... memperbaiki tanganku.” Ia menunjukkan bekas jahitan pada hasta kanannya membuat mata hazel Ken melotot sedikit. “Tidak apa, Kak. Aku baik-baik saja.” Tretan segera menenangkan sang kakak. “Tapi, aku tidak yakin lelaki itu ada di pihak siapa.”

“Ada apa?”

“Kulihat ia membeli mariyuana pada seorang preman.”

“Lalu kenapa?” Ada sedikit protes terdengar dari nada suara Luna. “Tanaman itu adalah obat kalau digunakan dengan bijak.” Lalu ia melipat tangan. Dagunya naik sedikit menggambarkan kesombongan mahasiswa kedokteran itu.

“Tentu. Masalahnya, aku tidak tahu apa dia bijak atau tidak,” elak Tretan.

“Dia juga bertemu penjelajah waktu itu, ya?”

Meski dengan susah payah disembunyikan, tapi nada kekhawatiran dapat tertangkap jelas dari pertanyaan Ken. Seketika, Tretan tau ada sesuatu yang salah, tapi ia hanya mengangguk sebagai respons.

Pikirannya kembali mengukur solusi dengan resiko terkecil. Ken tidak mau apa yang penjelajah waktu itu sampaikan pada Clarissa menjadi kenyataan. Tidak akan ada dari mereka yang akan melakukan sesuatu untuk memenuhi perkataan penjelajah waktu itu. Mereka tidak akan terlibat dalam pertumpahan darah. Setidaknya, Ken tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Keselamatan kedua orang di depannya menjadi prioritas utamanya. Setelah sunyi senyap yang cukup lama ia pertahankan, Ken akhirnya mengambil keputusan.

“Mark. Kita minta tolong padanya.”

Binar di wajah Tretan ia tunjukkan tanpa berniat sedikit pun untuk disembunyikan. Ia tak sabar bertemu kembali dengan temannya itu. Mark pasti akan senang mengetahui kalau ia terlibat dalam sejarah yang hebat: membantu seorang penjelajah dimensi.

***









Wahhwahh, akhirnya mereka akan bertemu dengan Mark! :D

Kira-kira bagaimana cara ketiga penjelajah dimensi itu pulang ya? >_<

Nantikan episode-episode selanjutnya ya! :D

Jangan lupa tekan bintang 🌟
Yup, terima kasih :D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro