Hari ke-8: Ujian Ulang?
Setiap cobaan atau apa pun yang merintangi diri, harus dilewati dengan usaha dan do'a.
-Umairah-
***
Umairah masih memikirkan apa yang dikatakan oleh bu Nur semalam. Gadis itu merasa kebingungan ketika dihadapkan pada lomba yang sepertinya harus diikuti oleh dirinya dan juga Salim. Paling tidak, mereka berpasangan, itulah intinya.
"Ah, aku lebih baik ikut lomba itu atau tidak ya? Tetapi aku takut terganggu dengan waktu menulis dan juga ulangan, karena masih ada mata pelajaran yang belum diujiankan ...," ujar Umairah lirih, pada dirinya sendiri. Karena saat ini, tak ada orang lain yang ada di sekitarnya, sama sekali.
Namun, Umairah langsung menepis pikiran-pikiran buruk yang bersarang di otaknya. Karena sebentar lagi, dia harus berangkat ke sekolah, atau dia akan terlambat sampai ke sana. "Umairahhh, sudah siap berangkat belum?" seru bundanya dari luar kamar Umairah, yang kemudian disahut, "Iya, Bun. Sebentar lagi Umairah siap, kok!"
Langsung saja Umairah memasukkan laptop dan buku catatan pelajaran Musik di dalam tas punggung kecilnya, kemudian mulai berangkat ke sekolah bersama bundanya.
Perlu diketahui, hari ini ujian dimulai jam setengah sembilan pagi, sehingga Umairah berangkat dengan bundanya, sekaligus dengan kepergian wanita paruh baya itu ke toko untuk berjualan.
Setelah keduanya menaiki motor bersama, bunda langsung menghidupkan mesin motor dan alhasil, ibu dan anak itu berangkat menuju sekolahnya Umairah terlebih dahulu.
***
"Assalamu'alaikum semuanya!" seru Umairah ketika menghampiri teman-teman dekatnya yang sedari tadi masih berdiskusi tentang pelajaran Seni Musik yang akan diujiankan.
Seketika, semua orang yang saling duduk melingkar pun lantas memberikan tempat untuk Umairah seraya menjawab, "Wa'alaikumussalam, Umairah!" Kemudian, salah seorang di antara mereka, yaitu Jariah, berseru, "Tumben kau terlambat datang ke sini! Biasanya aku melihatmu datang terlebih dulu daripadaku."
"Biasalah. Ada urusan mendadak, sehingga aku berangkat agak terlambat tadi," ucap Umairah itu kemudian.
Seketika, ucapan barusan mengundang reaksi yang sama dari teman-temannya. Mereka sama-sama meneriaki "Oh", ketika sudah mendengarkan "celoteh" dari Umairah.
"Kalian sendiri ngapain sekarang ini? Lagi mendiskusikan pelajaran Musik ya?" tanya Umairah, karena sekarang adalah gilirannya 'tuk bertanya kepada teman-temannya.
Si kembar, Muti dan Mutu pun menjawab, "Iya, Umair. Tetapi materi yang kami rangkum pun tak lengkap isinya. Bagaimana kalau kau memberikan catatanmu kepada kami, biar kita belajar bersama-sama?"
Umairah mengernyitkan dahinya. Dia pun lupa, apakah seluruh materi yang dijabarkan dari kisi-kisi sudah dirangkumnya atau belum. Maka dari itu, gadis tersebut langsung mengecek buku catatan yang sedari tadi hinggap di dalam tasnya. Setelah melihat-lihat lagi isi catatannya, ternyata catatannyalah yang paling lengkap.
"Ini dia catatanku. Silakan dibaca dengan saksama," kata Umairah seraya memberikan buku catatan ke salah satu perwakilan dari teman-temannya.
"Bagus, Umair! Dengan ini, kita bisa belajar secara utuh!" seru Nisa, seorang lainnya. Maka, Umairah, Nisa, Muti, Mutu, dan Jariah belajar bersama melalui catatan yang Umairah rangkum.
***
Sedangkan Salim merasa frustrasi ketika buku catatan Seni Tari tak ditemukannya di rumah. Sudah sekian lama dia mencari-cari buku tersebut, baik di dalam tas maupun di seluruh sisi kamarnya, namun tetap saja tak ditemukan benda itu di mana pun.
Alhasil, dengan berat hati, Salim melangkahkan kaki ke sekolah--maksudnya, mengendarai motor pribadi ke sana.
Di dalam perjalanan, Salim menggerutu dalam hati, "Ah, bagaimana bisa buku itu tak ditemukan sama sekali? Padahal aku sudah menyimpannya di tempat yang benar, lho. Duh ...."
Yakinlah, Salim belum banyak materi yang dipelajarinya dari buku catatan Seni Tari yang dimilikinya. Namun, lelaki itu berusaha untuk sabar dan fokus pada jalanan yang akan dibelahnya selama perjalanan.
Karena ... jarak antara sekolah dan rumahnya cukup jauh, sehingga paling lama bisa ditempuh dalam waktu sepuluh hingga lima belas menit.
***
Sesampainya di sekolah, Salim bertemu dengan sang ketua kelas, Muslim. "Assalamu'alaikum wahai Muslim!" seru Salim ketika menyapa si ketua kelasnya.
"Wa'alaikumussalam, Salim! Ada apa?" tanya Muslim, kebingungan akan tujuan Salim datang menghadapnya itu untuk apa.
"Ah itu, Mus. Aku mau minjam catatan Seni Tari. Bagaimana kalau kau meminjamkanku sebentar? Aku tahu kalau catatanmu itu lengkap, 'kan?" pinta Salim yang berharap buku catatan yang dipinjamkan oleh teman sekelasnya.
Muslim langsung saja mengangguk-angguk, lalu mencari buku catatan Seni Tari di dalam tas sekolahnya. Setelah menemukan benda yang dimaksud, dia memberikannya kepada Salim seraya berkata, "Ini dia catatan dariku, Salim. Sudah lengkap sesuai kisi-kisi yang diberikan ke grup kelas. Semoga membantu ...."
"Ah alhamdulillah! Makasih banyak ya, Muslim! Aku pinjam sampai ujian selesai ya!" seru Salim, meminta sesuatu yang langsung saja diizinkan oleh sang pemilik buku catatan tersebut. Kemudian, Salim pun kembali mengucapkan salam penutup dan pergi meninggalkan ketua kelasnya sendiri.
Namun, tak beruntung, dirinya bertubrukan dengan tubuh Umairah yang sedari tadi menunggu waktu ujian tiba. Eh ralat, dirinya mau pergi ke kantor guru melewati lab komputer, jadi wajar saja.
"Afwan, Umair. Aku tak sengaja," ucap Salim kemudian, yang langsung saja direspon dengan gelengan kepala oleh gadis tersebut, menandakan bahwa dia baik-baik saja.
"Ngomong- ngomong, ngapain kamu terburu-buru seperti itu? Mau ke mana?" tanya Salim, lagi-lagi dia kepo akan urusan Umairah, padahal gadis tersebut mau berurusan dengan guru mata pelajaran peminatannya, bukan ada kaitannya dengan salah seorang pengajar di jurusan IPS.
"Kau kepo saja. Aku menemui salah seorang guru di jurusan IPA, kok," kata Umairah, tanpa ekspresi sedikitpun.
"Kalau begitu biar aku yang menemanimu ke sana. Sambil-sambil belajar dan sharing dengan dirimu." Salim bisa-bisanya menawarkan diri untuk bersama-sama Umairah untuk saat ini. Gadis tersebut pun tak dapat menolak lelaki yang ada di hadapannya.
Lantas, mereka berjalan bersama, lagi-lagi berdua, menuju kantor guru. Namun, suasana di sekitar mereka cukup hening, mengingat Salim fokus dengan seluruh isi catatan yang dirangkum Muslim, sedangkan Umairah fokus dengan secarik kertas berisi kesimpulan materi yang dirangkumnya sendiri.
***
Sesampainya di kantor guru, Salim pun berkata, "Aku tunggu di luar. Kamu masuk saja ke dalam dan temui gurunya ya. Aku tunggu sekitar lima menit ke depan."
"Kau gila, Salim?! Kalau dirinya menahanku lebih lama, kau mau berkata apa?" seru Umairah dengan nada bicara yang semakin meninggi, namun untung saja tak terdengar oleh guru-guru yang melintasi koridor di sekitar mereka.
Salim yang mendengar sahutan Umairah pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Setelah itu, lelaki tersebut berkata lagi, "Ya sudah, sepuluh menit waktumu di kantor itu."
Umairah langsung mengangguk dan memasuki kantor guru, meninggalkan Salim yang kini masih terfokus untuk membaca isi catatan Seni Tari. Sedangkan gadis tersebut terasa sudah siap dalam menghadapi ujian kali ini, sehingga dirinya bisa untuk menemui guru Fisika dalam waktu lebih cepat dari yang direncanakan.
"Permisi, Bu! Assalamu'alaikum!" sapa Umairah.
"Wa'alaikumussalam, Umairah! Silakan foto seluruh nilai Fisika yang ada di Ibu." Langsung saja guru tersebut mempersilakan Umairah yang dianggap sebagai seorang administrator untuk nilai-nilai Fisika untuk mengambil gambar dari laptop yang ada.
Setelah selesai mengambil gambar, Umairah pun diberitahu kembali oleh guru Fisika yang diketahui bernama bu Malikka, bahwa kemungkinan, semua anak IPA akan diuji ulangkan dalam pelajaran Fisika.
"Oh iya, Umairah. Nanti siap-siap saja ya. Karena kemungkinan, satu angkatan kalian yang ada di pelajaran IPA akan diuji ulangkan. Soalnya semua nilai kalian anjlok begitu."
Lantas, Umairah pun langsung terkejut bukan main. Tak menyangka jika dirinya dan seluruh anak IPA akan diberikan kesempatan untuk ulangan ulang, khusus pelajaran Fisika.
"Setiap cobaan atau apa pun yang merintangi diri, harus dilewati dengan usaha dan do'a." Begitulah prinsip hidup yang dikatakan oleh Umairah, di dalam hatinya.
Namun, Umairah tetap tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Gadis tersebut bertanya lagi kepada bu Malikka, "Bu, benar-benar ulangan ulang? Semua anak IPA ujian ulang?"
"Iya. Persiapkan dirimu, Umairah dan semuanya."
***
To be Continued.
Mind to Vote and Comment?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro