Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hari ke-4: Misteri Berkah yang Menantang

Allah menyaksikan semua yang terjadi di antara kita, 'kan?

-Salim-

*****

Hari keempat di Bulan Ramadhan baru saja berjalan. Artinya, seluruh umat Muslim di dunia baru saja menunaikan ibadah puasa, meski berada dalam zona waktu yang berbeda-beda. Alih-alih ke Indonesia, terutama saat Ba'da Subuh, suatu pertengkaran telah terjadi.

"Anak yang bodoh dan durhaka!"

"Kok malah mengatakan Umairah gitu, Bun? Umairah kan tak tahu kalau sampahnya dibuang ke tempat yang telah disediakan!" seru Umairah dengan lantangnya berteriak tak ingin dicap sebagai orang yang durhaka.

Seorang wanita paruh baya benar-benar kesal pada Umairah, begitu pula anak pertamanya. Untung saja tak ada seorang pun yang melihat pertengkaran antara ibu dan anak. "Iya, saking pintarnya, engkau malah membuang sampah ke tempat orang. Di mana malumu, Nak?!"

Umairah ingin membantah perkataan bundanya, tetapi apa daya, dia hanyalah seorang Muslimah yang tak berdaya. Segala tindakannya mungkin saja sudah dianggap salah di hadapan mereka.

Mereka sangatlah tegas sehingga Umairah sendiri pernah merasa takut kepada kedua orang tuanya. Apalagi untuk soal hukuman yang diberikan, pastilah berdampak ke ponselnya yang akan disita. Gadis itu benar-benar tak bisa melupakan kejadian buruk tersebut.

Sebenarnya, hakikat takut yang benar itu adalah kepada Allah SWT, bukan kepada manusia, ya meski juga kedua orang tua kita bersikap tegas dan harus ditaati.

"Jangan-jangan kamu sudah sering membuang sampah ke tempat orang, 'kan? Ngaku gak kamu!"

Umairah ingin sekali menumpahkan air mata. Tak disangka jika wanita tersebut berteriak seperti tadi. Karena ekspresi beliau, warna mukanya menjadi merah padam dan dapat terlihat oleh anaknya. Gadis sulung tersebut ingin berkata jujur, tetapi dirinya takut dibombardir oleh amarah yang tak berujung. Seakan seseorang ingin melakukan kebaikan, namun berada di bawah tekanan atau paksaan.

Karena itulah Umairah tak menjawab seruan dari bundanya. Alhasil, wanita paruh baya itu memberikan hukuman seenak hatinya. Ponsel anaknya pun diambil tanpa ampun, tak peduli jika Umairah memiliki keperluan dengan benda pipih tersebut. "Karena tindakanmu barusan, Bunda sita ponselmu!" seru bunda pada akhirnya.

Lantas, tindakan yang diambil barusan mengundang amarah yang begitu kuat dari Umairah. Pasalnya, gadis tersebut belum menyelesaikan urusannya dengan ponsel itu. "Kok Bunda gitu sih? Umairah minta maaf dong, Bun. Umairah kan gak tahu apa-apa. Jangan sita pon--"

"Ponselmu disita. Bunda tak mau tahu urusanmu. Sikapmu selalu saja begitu. Dasar anak tak tahu diri!" seru wanita yang ada di hadapan Umairah. Ya, mau tak mau, anak itu harus menerima keputusan yang diambil oleh orang tuanya.

"Sampai kapan ponselku ada di tangan Bunda?" tanya Umairah dengan suara paraunya, hampir saja menangis karena tindakan tersebut.

"Hingga beberapa jam ke depan. Lebih tepatnya jam sembilan pagi. Jangan coba-coba mencari atau sekalipun memegangnya, kalau kau tak mau hukumanmu ditambah. Mengerti?" kata bunda.

Ya, untung saja sampai jam sembilan pagi. Dalam hati, Umairah hanya bisa berujar, "Huh, untung bukan ayah yang menyita ponselku. Kalau tidak, bisa repot urusannya."

"Ya udah, Umairah terima keputusan Bunda!" Umairah tak ingin berdebat lebih panjang dengan bundanya, lalu membanting pintu kamar dan menguncinya. Tak peduli hirauan dari seorang wanita yang berkata, "Kurang ajar kamu! Anak yang durhaka karena pengaruh ponsel, gitulah dia! Iya, kamu orangnya!"

Sudah cukup, itulah yang ingin Umairah katakan. Air mengucur keluar dari kedua matanya, tak mengerti jika bundanya melakukan itu semua padanya. Tetapi beberapa saat kemudian, gadis tersebut berusaha untuk menghapus keras air mata yang keluar, lalu memutuskan untuk menulis--maksudnya mengetik sebuah cerita.

Hampir lupa bahwa Umairah juga merupakan seorang penulis. Meski dirinya juga sedang menghadapi Ujian Kenaikan Kelas, gadis tersebut juga harus melanjutkan sesuatu yang dapat membesarkan anak-anaknya. Terutama dia melakukannya dengan bantuan sebuah laptop.

***

Satu jam kemudian, Salim berdiam diri di dalam kamarnya. Lelaki tersebut memikirkan gadis yang ada di ponselnya. Ternyata, Umairah yang dipikirkan saat ini.

Dia mencoba untuk menghubungi Umairah via LINE, tetapi tak diangkat juga. Panggilan gratis dari LINE seakan-akan diabaikan oleh gadis yang satu ini. "Kenapa dia tak mengangkat teleponku? Apakah dia benar-benar sibuk?"

Salim terlihat begitu khawatir pada Umairah. Ya, dirinya tak tahu jika ponsel temannya saat ini berada dalam genggaman orang tuanya. Begitu perlunya dia akan Umairah, sampai-sampai harus menelepon seraya menunjukkan raut muka khawatirnya.

Beberapa menit kemudian, setelah tak kunjung mendapat respon dari Umairah, Salim langsung menelepon seorang akhwat lainnya, Risya. Ya, dirinya juga memiliki hubungan pertemanan dengan akhwat itu. Tak butuh waktu lama, akhirnya gadis yang ada di seberang sana menjawab panggilan masuk dari Salim. "Halo, Salim?"

"Iya, ini aku. Aku ingin bertanya perihal Umairah."

"Oh tanyakan saja, Salim. Ada apa dengannya?"

Salim menghembuskan napas sejenak, lalu mulai mengutarakan apa yang ingin dikatakannya. "Jadi begini, Ris. Sebenarnya aku mau memberikan sesuatu padanya. Maka dari itu, kuingin pergi ke rumahnya, namun sebelumnya, kuhubungi dia terlebih dahulu, tetapi sayang, sampai sekarang Umairah tak mengangkat telepon dariku. Sebenarnya dia di mana?"

Entah mengapa Salim merasa lega setelah menceritakan semuanya, tinggal menunggu respon dari Risya.

Ya, tak menunggu waktu yang lama, maka beberapa saat kemudian, gadis itu merespon Salim dengan bertanya, "Kau mau memberikan apa padanya? Tumben kau baik begitu padanya."

"Gak tumben kok, Ris. Aku tahu apa yang Umairah inginkan, jadi ... kuingin memberikan sesuatu padanya, untuk memuaskan keinginannya," ujar Salim lirih. Perkataan barusan membuat Risya terdiam untuk sesaat.

"Lagipula, aku membungkusnya dalam suatu kado, makanya Umairah tak akan tahu apa yang mau kuberikan sebelumnya," sambung lelaki itu, ketika tak kunjung mendapat respon dari Risya.

Maka, sepuluh detik kemudian, Risya membalas, "Mau aku sampaikan ke dia?"

"Gak usah, aku hanya ingin menanyakan alamat rumahnya saja. Biar aku yang kirimkan pemberianku ke dirinya," ujar Salim, menolak secara halus atas tawaran dari Risya.

Risya pun berkata, "Tapi nanti kau dikira kalau kalian itu 'berduaan' di bulan Ramadhan, padahal pas puasa-puasa seperti ini, kalian dilarang melakukan tindakan yang--"

"Jangan khawatirkan aku. Just give me her address." Begitu ujaran Salim ketika memotong ucapan Risya. Namun pada beberapa saat kemudian, Risya pun berseru, "Ah sudahlah. Biar aku saja yang kirimkan hadiah darimu itu. Aku akan ke rumahmu sekarang juga!"

Ya, Risya sedikit memaksakan kehendaknya. Gadis itu langsung menutup telepon secara sepihak, tanpa mendengar balasan apa pun dari Salim. Dia malah beranggapan jika temannya itu menyetujui usul dari Risya.

***

Sesampainya di rumah Salim, Risya langsung mengetuk pintu tanpa berpikir terlebih dahulu. Lantas, si tuan rumah langsung membukakan pintu untuk temannya. "Ada apa, Ris? Masyaa Allah. Terniat banget kamu mau ke sini."

"Mana kadonya? Biar aku yang mengantarnya ke rumah Umairah. Rumahku dekat dengan rumahnya." Risya menawarkan diri untuk membantu Salim, ceritanya. Istilahnya, Risya menjadi perantara Salim dengan Umairah. Seketika itulah, Salim langsung mengambil kado yang ingin diberikannya dari dalam kamar. Setelah selesai, barulah lelaki itu memberikannya kepada gadis di hadapan Salim.

"Jaga baik-baik kado ini ya. Jangan sampai rusak." Begitulah yang Salim ucapkan kepada Risya sebelum akhirnya gadis itu kembali menaiki motornya, meninggalkan rumah yang tadi dikunjungi.

***

"Ponselmu Bunda balikkan. Jangan lakukan hal itu lagi ya," ujar seorang wanita paruh baya itu lagi, saat memberikan sebuah ponsel milik Umairah sebelum pergi bekerja ke toko.

"Alhamdulillah, terima kasih, Bun."

Tak lama kemudian, tanpa membalas perkataan dari anaknya, wanita itu langsung pergi meninggalkan rumah, tersisalah Umairah dan adik kecilnya.

Namun, beberapa saat kemudian, Umairah mendengar suara ketukan pintu sekaligus ucapan salam dari luar rumah.

"Assalamu'alaikum, Umairah!" seru Risya ketika telah sampai di depan rumah Umairah. Lantas, si tuan rumah langsung beranjak dari tempatnya dan membukakan pintu untuk si tamu.

Ternyata, ada Risya yang datang ke rumahnya.

"Mau apa kau ke sini, Ris?"

"Ada sebuah kiriman untukmu, terimalah." Risya mengatakan demikian sambil memberikan sebuah kotak hadiah tanpa pengirim kepada Umairah. Melihat kado itu, gadis si tuan rumah tersebut mengernyitkan dahinya. "Apa maksud dari semua ini, Ris?"

"Buka saja kadonya. Oke?"

Tanpa menghiraukan balasan dari Umairah, Risya segera pergi meninggalkan rumah itu, lalu kembali menaiki motornya yang akhirnya segera melaju dengan kecepatan tinggi.

Umairah pun lantas menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat tindakan sahabatnya. Namun setelah itu, gadis tersebut langsung masuk kembali ke dalam rumahnya dan membuka isi kado tersebut.

"Apa sih isinya? Bagus banget."

Maka tanpa membuang-buang waktu lagi, Umairah segera membuka bungkusan kado dan alangkah terkejutnya ketika dirinya mendapati sebuah binder dan dua buku bacaan. Seketika, dia langsung merasa bahagia, tetapi hanya untuk sementara.

Umairah juga mendapati secarik surat yang tak ada pengirimnya. Lantas, gadis itu langsung membuka lipatan surat tersebut dan membacanya.

Alangkah terkejutnya ternyata dia mendapati isi surat yang berikut ini.

To: Umairah

Assalamu'alaikum, Umair. Apa kabar anti hari ini? Semoga sehat wal-afiat ya. Salam dari seberang sana ya. Aku kagum akan dirimu yang multitalenta.

Ana tahu kalau kamu itu sangat suka menulis, dan sangat sering membaca novel, makanya aku kirimkan satu novel, satu binder, dan juga satu buku bacaan non-Fiksi yang berisi tentang menulis secara Islami. Semoga kamu suka ya.

Kutahu tentang dirimu itu sejak dulu, dan kamu sangat ingin novel, makanya aku mengirimkan itu padamu. Tetapi kuyakin, bahwa aku memberikan hadiah ini padamu karena Allah Ta'ala. Allah menyaksikan semua yang terjadi di antara kita, 'kan?

Karena kamu sudah pernah mereview novel dari Ipusnas sekaligus menerima sebuah novel dariku, ana tantang dirimu untuk mereview novel Islami itu selama beberapa hari berturut-turut, di saat kita masih memasuki masa-masa Ujian Kenaikan Kelas. Bagaimana? Apa kamu sanggup?

-Temanmu dari Seberang Sana

"Astaga, apa ini?!" Seruan itu membuat secarik kertas dibuang begitu saja ke lantai.

"Jangan-jangan, Salim yang memberikan semua ini padaku? Dia tau segalanya?"

***

To be Continued.

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro