Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hari ke-29: Akhir dari Hubungan Sarah

"Andaikan waktu berputar lagi dan semua kejadian itu dapat kita ubah, pasti tak akan berakhir menderita seperti ini."

-Umairah-

"Sesungguhnya kita diciptakan oleh Allah dan harus menerima takdir dariNya. Waktu takkan pernah berjalan mundur seperti layaknya roda yang selalu berputar maju ke depan.
-Salim-

***

"Sa ... Sa ... Salim?"

Secara tak terduga, Salim ada di hadapannya. Itu tentu saja membuat Umairah terkejut setengah mati. Tetapi kehadiran lelaki tersebut dapat melegakan hati gadis itu karena ternyata Salim tak pernah memarahinya.

"Umairah, ini aku. Aku kira kau pergi meninggalkanku ...," ucap si lelaki berkacamata itu dengan lirihnya, sampai-sampai hampir saja suara itu tak didengar sama sekali oleh sang lawan bicara.

Umairah hanya menggeleng cepat. Niatnya saat ini adalah untuk meminta maaf pada Salim, bukan lebih. Maka dari itu, gadis tersebut langsung berkata to the point pada Salim, "Salim, aku minta maaf ya. Kau mau maafkan aku, 'kan?"

"Ngapain kau minta maaf? Kau tak ada salah. Kalau memang kau mau pulang kampung, silakan pergi sekarang, tak apa-apa," kata Salim.

Umairah menggeleng. Dia berpikir bahwa Salim masih marah padanya, dan baru kali ini gadis tersebut "diusir secara halus" oleh Salim. Hingga pada akhirnya, dia bertanya, "Kau mengusirku, Salim?"

"Tidak, Umairah. Aku takkan pernah mengusirmu, karena aku sayang sama semua orang termasuk dirimu," jawab lelaki itu lagi.

Umairah takkan pernah berpikir bahwa Salim masih sebaik ini pada dirinya, hingga pada akhirnya gadis tersebut hampir saja memeluk Salim tetapi tersadar bahwa itu adalah bentuk dari dosa.

"Umairah, apakah aku membuatmu menangis? Katakan padaku," tanya Salim yang seharusnya itu terjawab hanya karena memandang gadis tersebut lebih lama lagi. Sudah jelas bahwa Umairah menangis karena Salim, dia kangen dan rindu sampai-sampai merasa bersalah karena telah membuat hubungan mereka meregang.

Namun, Umairah ingin menutup kenyataan ini dari Salim, meski pada akhirnya lelaki itu mengetahui apa yang saat ini dirasakan oleh gadis tersebut.

"Aku tahu kau menangis karenaku. Jangan coba-coba tutup itu dariku. Sekarang, kau tak perlu merasa bersalah lagi, karena kutakkan lagi marah padamu."

Lagi-lagi Umairah menggeleng tak percaya dengan apa yang diucapkan Salim, hingga beberapa saat kemudian, dia berujar lirih, "Salim, andaikan waktu berputar lagi dan semua kejadian itu dapat kita ubah, pasti tak akan berakhir menderita seperti ini."

"Jangan berpikir seperti itu, karena sesungguhnya kita diciptakan oleh Allah dan harus menerima takdir dariNya. Waktu takkan pernah berjalan mundur seperti layaknya roda yang selalu berputar maju ke depan," kata Salim.

Lantas, Umairah pun menangis histeris. Kata-kata dari Salim barusan membuatnya semakin merasa bersalah.

***

"Umairah, Umairah! Kau di mana?!"

Ceritanya, Risya berteriak sambil mencari Umairah tak tentu arah. Pasalnya, gadis tersebut tak menemukan Umairah sama sekali, sehingga dia harus pergi mencarinya sendiri.

Hingga pada saat Risya mau keluar dari rumah sakit, tubuhnya tiba-tiba bertubrukan dengan seorang lelaki, sampai Risya terjatuh ke lantai dan meringis kesakitan. "Auch, sakit tahu!"

"Butuh uluran tangan?" Langsung saja lelaki yang tadi menabraknya itu mengulurkan tangan kanannya untuk membantu Risya berdiri kembali.

Langsung saja Risya meraih uluran tangan itu dan segera berdiri, seraya masih menunjukkan rasa kesalnya kepada seseorang yang ada di hadapannya. Orang itu benar-benar asing menurut Risya.

"Kau siapa? Ngapain menabrakku seperti itu? Tak bisakah kau melewati jalan yang lain?" gerutu Risya kemudian.

Lelaki itu berusaha untuk tetap tenang. Dia berkata, "Maafkan aku ya. Aku benar-benar lagi terburu-buru, soalnya kakakku masuk rumah sakit."

"Innalillah!" seru Risya secara tiba-tiba, saking kejutnya karena mendengar kabar buruk dari lelaki asing yang ada di hadapannya. Namun setelah itu, jiwa kepo keluar dari diri gadis seperti Risya. Dia bertanya lagi, "Ngomong-ngomong, siapa namamu? Soalnya kau terlihat asing di hadapanku."

Lelaki itupun segera memperkenalkan dirinya daripada membuat Risya mati penasaran akan dirinya. "Namaku Muklis. Kau?"

"Risya. Salam kenal. Tak usah bersalaman saja, bukan muhrim."

"Baiklah kalau begitu. Oh ya, kau tahu di mana Salim?" tanya Muklis kemudian, yang di mana dirinya merupakan teman dekatnya Salim sejak kecil.

Alangkah terkejutnya Risya ketika mendapati bahwa Muklis adalah teman dekatnya Salim, sehingga dirinya menanyakan kabar si lelaki berkacamata itu kepada seorang gadis yang merasa tak ada hubungannya sama sekali.

"Kau ngapain nanyakan Salim padaku? Memangnya aku teman dekatnya? Yang harusnya bertanya itu aku. Kalau kau kenal Umairah, kasih tahu aku, di mana dia? Soalnya aku khawatir banget sama dia," ujar Risya sekaligus bertanya balik kepada Muklis.

Muklis juga menggeleng, tak tahu akan keberadaan Umairah, karena dirinya juga tak mengenali gadis itu. Setelah itu, dia menggerutu, "Heh, memangnya aku kenal yang namanya Umairah? Tidak sama sekali. Sehingga aku tak tahu di mana dirinya."

"Kalau begitu ...," ujar Risya yang langsung saja disahut oleh Muklis. "Ke mana mereka?!"

Gadis yang ditanya pun hanya mengidikkan kedua bahunya, pertanda tak tahu apa-apa. "Kalau begitu, ayo kita cari mereka!" seru Muklis yang langsung saja direspon dengan anggukan kepala oleh Risya.

Lantas, Muklis dan Risya langsung pergi mencari Salim dan Umairah keluar dari rumah sakit. Mereka berdua takut jikalau terjadi apa-apa pada kedua orang tersebut.

***

"Kalau kau mau tahu, Umairah. Aku ingin pulang kampung ke kota asalku," ujar Salim lirih, yang tentu saja mengundang respon dari Umairah yang menunjukkan keterkejutannya atas apa yang dikatakan barusan.

Setelah itu, Umairah bertanya, "Kau mau pergi ke mana? Jangan sampai ini semua karena kemarahanmu padaku sampai-sampai kau harus pergi meninggalkan semua yang ada di sini."

"Tidak sama sekali, Umair. Aku bakal sangat merindukanmu."

"Lalu, tolong jangan panggil aku dengan sebutan 'Umair'. Itu mirip sekali dengan panggilan 'Umar', dan bisa saja aku dianggap laki-laki gara-gara nama yang kau sebut itu," ucap Umairah seraya memanyunkan bibirnya.

Seketika itulah, Salim menggeleng, tak mengindahkan apa yang diucapkan Umairah barusan. Dia berujar, "Aku lebih enak memanggilmu dengan sebutan 'Umair' daripada 'Umairah'. Lalu, anggap saja kau seperti Umar bin Khattab. Pemberani dan sabar."

"Sejak kapan aku bersabar seperti yang kau puji itu, Salim?" tanya gadis itu lagi.

"Sejak negara api menyerang."

Lantas, Umairah lagi-lagi memanyunkan bibirnya. Dia menggerutu kesal seraya berseru, "Ini tidak lucu! Jangan coba-coba bercanda di hadapanku!"

"Baiklah kalau begitu. Jadi, aku pergi nih?"

Setelah memalingkan muka dari Salim, kini gadis itu kembali menghadap orang yang sama seraya mengeluarkan airmatanya, seakan-akan dirinya tak ingin Salim pergi dari hadapannya.

"Salim, maafkan aku ya. Mungkin saja, Allah menghukumku karena telah menyia-nyiakan kebaikanmu selama ini," ucap Umairah lirih.

Lantas, Salim menggeleng dan berkata, "Tak boleh berkata seperti itu, Umairah. Aku pergi darimu bukan karena sikapmu, tetapi juga karena kemauan keluarga yang tak boleh kutolak. Lagipula, tiket juga sudah kubeli. Kami akan berangkat besok, setelah shalat Ied."

Umairah lagi-lagi menangis histeris karena ujaran dari Salim, sedangkan lelaki berkacamata itu merasa sangat bersalah karena telah memberitahukan segala kenyataan yang akan dihadapinya. Maka dari itu, Salim memutuskan untuk melepas kacamatanya.

Setelah itu, Salim berujar lirih, "Maaf, Umairah. Aku lepas kacamataku saat ini. Tak peduli aku masih bisa memandangmu atau tidak, yang penting kumasih bisa mendengar suara hatimu.

"Kita memang ditakdirkan untuk berteman, tetapi aku merasa sangat bersalah jika berakhir seperti ini."

Umairah tak merespon. Dia merasa sangat terluka karena Salim. Ya, karena lelaki itu. Sampai-sampai, gadis itu mengalami kejadian yang tak terduga. Darah keluar dari hidungnya.

"Salim, aku ... minta ... ma ... ma ... maaf."

Setelah mengatakan demikian, pandangan Umairah pun gelap seketika. Tak ada lagi yang bisa dipandangnya. Telinga pun tak bisa mendengar apa pun, termasuk teriakan dari Salim yang ditujukan untuk menyadarkan gadis di hadapannya.

"Ya Allah, UMAIRAHH!!!"

***

To be Continued.

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro