Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hari ke-28: Pertemuan (Terakhir) (2)

"Sungguh, luka di hati takkan bisa sembuh lagi. Bisa sih, hanya sesaat dan setelah itu akan muncul kembali."
-Author-

"Aku memohon padamu, jangan membenciku karena sikapku. Tetapi kalau kau masih ingin membenciku, maka bencilah karena Allah, jangan karena manusia."
-Umairah-

***

"Ya Allah, bagaimana dengan kondisi Syifa sekarang ini? Kutakut sekali, Umairah ...," ucap Risya lirih. Sejujurnya, baik Risya maupun Umairah, keduanya tak ingin sesuatu yang buruk itu terjadi pada Syifa. Sangat tidak. Tetapi ya mau bagaimana lagi, takdir sudah berpihak pada gadis yang masih menderita fobia langka tersebut.

Hingga pada saat Syifa berhasil dibawa ke ruang UGD, Risya dan Umairah diminta untuk menunggu di luar, karena dianggap mengganggu proses penyelamatan Syifa sendiri. Lantas, di balik waktu mereka untuk menunggu teman sendiri, Umairah berinisiatif untuk menelepon kak Ika, kakak sepupu dari si korban.

"Ayolah Kak. Angkat dong!" seru Umairah ketika sudah siap dengan ponsel di dekat daun telinga, setelah mencoba untuk menghubungi kak Ika via LINE. Tak menunggu waktu yang lebih lama, akhirnya ada juga suara yang terdengar di telinga gadis itu.

"..."

"Wa'alaikumussalam, Kak. Boleh minta tolong tidak?" Umairah berharap akan pertolongan dari kak Ika itu sendiri.

"..."

"Ke rumah sakit dong, Kak. Adik sepupu Kakak itu mau minta pertolongan. Tadi dia sempat kejang-kejang, pusing, sampai pingsan begitu," kata Umairah saking paniknya karena kondisi Syifa yang tiba-tiba berubah drastis sedari tadi.

"..."

"Sepertinya di rumah sakit dekat kota."

"..."

"Lah? Kakak ada di mana deh sekarang?" tanya Umairah setelah mengetahui bahwa kak Ika tak bisa datang ke rumah sakit dalam waktu yang singkat.

"..."

"Oh ya sudah. Aku tetap menunggumu ya Kak," tutup gadis itu lagi.

Seketika itu, panggilan telepon pun diputuskan secara sepihak oleh Umairah. Sedangkan Risya sedari tadi tak paham akan apa yang sebenarnya terjadi di telepon. Maka, gadis berkerudung langsung itupun bertanya, "Ada apa, Umairah? Kok terlihat tergesa-gesa begitu?"

"Asal kau tahu, kak Ika, kakak sepupu Syifa, kuminta beliau untuk datang menjenguk adik sendiri, tetapi sayang ... beliau lagi sibuk mengurusi tugas kuliah hingga lupa pada si Syifa, Ris ...," jawab Umairah lirih.

Risya pun manggut-manggut mengerti, dan setelah itu, tiba-tiba saja seorang dokter keluar dari ruangan dan ingin memberitahukan kabar terbaru tentang Syifa kepada dua orang gadis yang tadi. "Permisi, dengan keluarga pasien?"

"Anggap saja kami sahabatnya, Dok," jawab Risya dan Umairah secara bersamaan.

Dokter pun menghela napas dengan sangat berat. Setelah itu, barulah beliau berujar, "Sebenarnya, ada perubahan kondisi tubuh yang mendadak pada dirinya. Dia koma dan harus dirawat di rumah sakit sampai batas waktu yang tak ditentukan. Jadi ... kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuatnya kembali seperti sedia kala."

"Serius, Dok?!" seru Umairah dan Risya bersama-sama, saking kagetnya karena kabar buruk yang diterima oleh mereka.

Tanpa mendengar balasan apa pun dari sang ahli, tiba-tiba saja ada yang meneleponnya via WhatsApp. Setelah mengecek layar ponselnya, alangkah terkejutnya Umairah ketika mendapati bahwa si Sakti menghubunginya.

"Ehm, sebentar, Ris, Dok. Kumau angkat telepon dulu." Setelah mengatakan demikian, tanpa menunggu balasan pun Umairah segera berpindah tempat ke yang lebih sepi.

Barulah setelah itu dia memulai pembicaraan di telepon. "Assalamu'alaikum, Sakti. Kenapa?"

"..."

"Kau mau kita bertemu? Buat apa?" tanya Umairah seraya mengernyitkan dahinya.

"..."

Umairah pun terkejut bukan main. Pasti ada sesuatu yang terjadi di seberang sana sehingga Umairah diwajibkan untuk datang ke sana. Setelah itu, dia pun berkata, "Sebentar. Apa sih yang terjadi sebenarnya? Mengapa kalian memintaku untuk datang?"

"..."

"Reuni anak kelas D? Melihat kau, Novi, Jack, sama Sila saja itu sudah cukup kok, kemarin."

"..."

"Aku takutnya ada janji lain dengan kawanku, Sakti ...," ujar Umairah lirih, dengan penuh serak, seakan-akan suaranya hampir saja tak terdengar oleh seseorang di seberang sana.

"..."

"Maafkan aku ya, Sakti. Akan kuusahakan oke? Demi kelas kita yang dulu juga. Sudah dulu ya. Sampai nanti."

Umairah pun menutup ponselnya secara sepihak, pertanda bahwa dia saat ini sangat merasakan stress karena Syifa koma dan harus dirawat di rumah sakit dalam waktu yang tak dapat dipastikan. Sedangkan gadis itu masih ada tanggungan pada Salim. Mereka harus saling bertemu sebelum semuanya terjadi.

"Salim, kau di mana? Apakah kau terlihat kesal padaku karena aku ingin pergi meninggalkanmu?" tanya Umairah dalam hati dan tentu saja tak dapat dijawab oleh orang yang namanya disebut itu. Tak dapat dipungkiri bahwa Umairah terlihat menyesal karena telah membuat Salim terluka.

Sungguh, luka di hati takkan bisa sembuh lagi. Bisa sih, hanya sesaat dan setelah itu akan muncul kembali.

"Maafkan aku, Salim. Aku telah menyakitimu dengan kenyataan ini. Sungguh."

Setelah itu, dia mengirim pesan kepada Risya, meminta izin untuk mencari Salim sampai dia berhasil menemukan apa yang dicari.

0853xxxxxxxx
Assalamu'alaikum, Ris.
Aku minta izin ya. Aku mau mencari Salim terlebih dahulu.
Sungguh, aku menyesal karena Salim terlihat sangat terluka sejak kemarin-kemarin.
Kau jaga si Syifa ya. Siapa tahu dia sadar karenamu.
Serta jangan lupa bersiap-siap ya. Karena mungkin saja kak Ika akan datang di saat aku tak ada.
Sudah dulu ya. Sampai nanti. Wassalamu'alakum!

Setelah enam pesan itu terkirim ke nomor WhatsApp milik Risya, Umairah segera menutup data seluler dan mematikan ponselnya karena habis akan baterai. Sebagai gantinya, gadis itu segera mencari Salim sampai ketemu.

***

"Salimm! Oh Salim!"

Umairah terlihat memanggil-manggil nama Salim di suatu lokasi, berharap lelaki itu ditemukan di sana. Lagipula, tempat itu katanya menjadi favoritnya si lelaki berkacamata saat lagi bosan-bosannya. Itulah yang mendasari gadis tersebut untuk mencarinya di sini. Tetapi naas ....

Salim tak ada di sana.

Merasa selesai akan pencarian Salim di lokasi pertama, kini Umairah berkelana ke tempat yang lain, yang dikira-kira akan dikunjungi oleh lelaki tersebut. Namun, tetap saja tak ada Salim di sana.

Sambil mencari-cari Salim, Umairah pun berkata seolah-olah Salim ada di sekitarnya. "Salim, keluarlah! Aku minta maaf karena aku terlambat mengetahui kabar tentang surat dan bacaan itu. Sumpah, aku memohon padamu, jangan membenciku karena sikapku. Tetapi kalau kau masih ingin membenciku, maka bencilah karena Allah, jangan karena manusia."

"Salim, tolong ... datanglah padaku."

Tiba-tiba saja suatu memori lama terputar kembali di otaknya, dan ini tentu saja tak pernah diduga sebelumnya karena tak diceritakan di hari-hari sebelumnya.

"Muslim, apa yang kau tahu tentang Salim?" tanya Umairah setelah keduanya tiba-tiba saja saling bertemu dan mengucapkan salam.

"Salim itu orangnya baik, Umair. Tak ada satu pun lelaki yang mampu mengalahkan kemurahan hatinya."

"Pernahkah dia membenci seseorang?"

"Tidak pernah sama sekali. Bahkan, dia seringkali mengirimi bingkisan yang tentu saja disesuaikan dengan keinginan teman-temannya selama ini. Aku pernah bertanya tentang darimana dia bisa mengetahuinya. Dia jawab, karena selama ini dia sangat peka pada orang lain, sehingga Salim sering memberikan mereka sesuatu untuk membahagiakan mereka," jelas si ketua kelas yang sekelas dengan Salim itu.

"Bingkisan? Apakah dia pernah bercerita tentang bingkisan itu, Mus?"

"Ada. Dia pernah memberikan bingkisan itu padamu, Umair. Isinya dua buku bacaan dan juga sebuah surat."

Lantas, alangkah terkejutnya Umairah ketika mendengar kabar yang barusan. "Jadi selama ini, Salim yang memberikanku bingkisan itu?"

"Iya."

Setelah itu, Umairah langsung berlari meninggalkan Muslim tanpa berkata apa pun lagi.

***

"Salim ... please maafkan aku. Jangan marah dong sama aku ...."

Setelah berujar demikian, Umairah pun menangis. Gadis itu terlihat berputus asa karena tak dapat menemukan si lelaki berkacamata di manapun. Dia terlihat sangat merindukan kemurahan hati Salim yang begitu tercurahkan padanya.

"Salim, andaikan kau masih bisa mendengarkan aku, pasti kau akan kembali bukan?"

Umairah merasa sangat frustrasi ketika mendapati bahwa Salim tak ada di hadapannya. Dia pun menutup kedua matanya, tak ingin lagi melihat dunia di balik tangisannya. Tetapi tak dapat disadari olehnya, Salim pun datang ke hadapannya, dan dia hanya terdiam bisu, menunggu ucapan demi ucapan yang akan dilontarkan.

"Ya Allah, andaikan sikapku masih dapat dimaafkan olehMu dan dia, pasti semuanya takkan berakhir seperti ini."

Merasa tak ingin membuat Umairah terluka lebih dalam lagi, Salim pun akhirnya berujar, "Aku di sini."

Umairah pun menghentikan tangisannya. Dia merasakan ada yang berujar seperti itu di sekitarnya. Terdengar jelas bahwa itu suara khas milik Salim. Lantas, gadis itupun mendongak dan mendapati lelaki itu memang berada di hadapannya saat ini.

"Sa ... Sa ... Salim?"

***

To be Continued.

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro