Hari ke-23: Buka Puasa Sekolah
"Ketika waktu berbuka tiba dan ada sekelompok sahabat di sekeliling kita, maka itulah kebahagiaan yang tergambar di diri masing-masing."
-Umairah-
***
Waktu terus berjalan. Seiring Ramadhan masih ada di sekitar mereka, para murid di suatu sekolah itu berlomba-lomba untuk mengumpulkan teman-temannya agar berbuka puasa bersama.
Namun, hal itu takkan berlaku bagi Umairah. Mengapa? Karena gadis tersebut merasa sedih dikarenakan tak ada yang ikut buka puasa bersamanya, meski nantinya akan ada Risya, Ghifar, dan dua orang lainnya. Semuanya akan terasa sama saja.
Sepi. Satu kata itulah yang menggambarkan diri Umairah sekarang ini.
Tetapi, Umairah tak tahu jikalau Salim mendapat nasib yang sama dengan dirinya. Lelaki itu hanya sendirian, namun sayangnya, gadis itu tak begitu peka pada lelaki berkacamata yang selama ini dikenal baik oleh Umairah. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri saat ini, tetapi entahlah untuk Salim.
Masihkah Umairah membuka pikiran tentang Salim di otaknya?
***
"Jadi, Bapak akan memberitahukan sesuatu kepada kalian. Setelah kalian bersih-bersih mushola ini, tolong duduk sesuai kelasnya masing-masing, biar ketahuan siapa saja yang datang, siapa pula yang tidak demikian. Paham?"
Rata-rata mereka mengangguk paham, seraya menunjukkan wajah bahagia masing-masing. Sedangkan Umairah hanya merasa sedih karena pasti jumlah murid dari kelasnya yang ikut buka puasa bersama itu sangat sedikit. Bukan hanya Umairah sih sekarang ini, tetapi ada juga Risya di sebelahnya.
"Duh, Ghifar ke mana ya? Jangan-jangan dia ...."
Risya yang mendengar keluhan dari Umairah pun hanya berkata, "Jangan khawatir, Umair. Mungkin sebentar lagi Ghifar bakal datang."
"Iya, semoga saja dia datang kembali ke kita."
Gadis itu masih berharap agar Ghifar datang ke mushola setelah mengurus konsumsi untuk guru-guru di sekolahnya. Hanya lelaki itulah yang diharapkannya saat ini.
For your information, mengapa bukan Indah maupun Riqqa yang mengurusnya? Karena lelaki itulah yang sedari tadi menawarkan diri untuk membantu Umairah perihal konsumsi untuk guru-guru di sekolah.
Sementara itu di sisi lain, terlihat raut muka yang sangat menyedihkan di sisi Salim. Apakah yang terjadi pada lelaki berkacamata itu? Bisa dilihat sendiri. Dirinya sangat berharap setidaknya ada satu orang yang menemaninya di dalam lingkaran kelas sebelas jurusan IPS yang pertama.
Meski dirinya merasa lega karena menjadi finalis di lomba tausiyah estafet yang diadakan selang-seling dengan pesantren kilat selama beberapa hari ini, tetapi Salim tetap saja merasa sedih.
Akhirnya apa yang dilakukan Salim?
Dia berujar pada dirinya sendiri, "Aku akan memutuskan untuk pergi dari mushola ini, sebentar saja."
Apa yang dikatakannya pun menjadi kenyataan. Setelah pesantren kilat berakhir, Salim akhirnya pergi meninggalkan mushola. Begitu Umairah kembali, dia tak lagi menemukan Salim di dalamnya.
"Salim di mana? Lho?" Terlihat raut wajah yang menunjukkan kepanikan pada gadis itu. Apakah yang terjadi pada lelaki berkacamata yang selalu hadir di sekitarnya? Lantas, Umairah pun segera berlari mencari Salim hingga keluar dari mushola.
Risya pun melihat Umairah yang begitu terburu-buru dalam mengejar Salim. Dia pun berseru, "Umair, Umair, kau mau ke mana?! Umairah! Astaga ...." Ucapannya pun sama sekali tak digubris oleh teman sebangkunya, sehingga gadis itu segera pergi menyusul Umairah sebelum terjadi apa-apa pada gadis itu.
Sementara itu, dengan langkah kaki yang sangat cepat, Umairah sampai di depan pagar sekolah. Dia yakin jikalau Salim akan melewatinya dengan menggunakan motor yang dinaiki. Gadis itu ingin menghalangi Salim untuk pergi dengan alasan takkan boleh ada keputusasaan di raut muka lelaki yang satu ini.
Begitu motor Salim melaju ke arah Umairah, gadis itu segera berteriak untuk menghentikan motor itu, sedangkan lelaki yang sedari tadi berniat untuk pergi itupun segera mengeremnya atau Umairah akan ditabrak. Untung ... semuanya baik-baik saja.
Tak ingin menyakiti hati Umairah, Salim pun memulainya dengan ucapan salam. "Assalamu'alaikum, Umairah."
"Wa'alaikumussalam, Salim. Kau ngapain pergi dari sini? Ada masalah? Problem atau apa?"
Salim hanya menggelengkan kepala, tak tahu harus menjawab apa. Mengapa? Karena sepertinya rasa putus asa sudah semakin menguasai lelaki berkacamata yang satu ini. Maka, melihat respon seorang laki-laki yang hanya diam membisu, Umairah kembali bertanya, "Salim, ada masalah?"
"Hmm," gumam Salim sejenak. Dia menghela napas terlebih dahulu, barulah diceritakan tentang semua yang dialaminya. "Umair, masalah buka bersama itu, kondisi kelasku sangat menyedihkan."
"Kenapa?"
"Yang ikut buka puasa bersama hari ini hanyalah aku sendiri. Apakah aku terlihat sangat memalukan hari ini?" ujar Salim lirih. Air mata pun keluar pada wajah lelaki yang berwarna kuning langsat itu.
Lantas, inilah pertama kalinya bagi Umairah saat melihat Salim menangis di hadapannya. Lalu, apa yang akan dilakukan gadis itu? Tak adakah solusi yang dapat diberikan untuk satu orang saja? Akhirnya, ide pun muncul di otak gadis berjilbab tersebut.
Dengan kemurahan hati, Umairah pun memberi usul pada Salim. "Sal, parkirkan kembali motormu di tempat semula. Kita akan buka puasa di kelas XII IPA 9, tempat anak-anak perlengkapan untuk menyiapkan segala konsumsi yang tadi. Seluruh panitia berkumpul di sana. Bagaimana?"
"Tetapi aku bukan panit--"
"Sudahlah. Kau masuk grup panitia, aku anggap kau adalah panitia Ramadhan untuk tahun ini. Ayo!" potong Umairah seraya berseru kepada Salim untuk bergabung dengan para panitia.
Lantas, terlihat bahwa Salim begitu lega setelah mendengar usul dari Umairah. Lelaki itu kemudian mengangguk dan segera memarkirkan motornya di tempat semula, sedangkan gadis tersebut hanya menunggu Salim kembali ke arahnya, tanpa menaiki motor apa pun.
***
Benar saja, di ruang kelas XII IPA 9, ada banyak panitia yang berkumpul di dalamnya. Hana, Heni, Rahmi, Udin, Sari, Catur, dan semua panitia lainnya berkumpul di ruangan ini. Alangkah terkejutnya Salim ketika semuanya mempersilakan lelaki berkacamata itu untuk bergabung dengan mereka.
"Silakan, Salim!"
Salim pun mengangguk riang dan duduk di dalam lingkaran yang telah dibuat. Umairah pun juga duduk di sebelahnya.
Tak lupa juga, Salim mengucapkan terima kasih dalam bahasa Arab, kepada Umairah. "Syukron, Umairah. Jazakillah khair untukmu."
"Afwan," jawab gadis itu singkat.
Setelah itu keduanya terdiam, begitu pula yang lainnya. Kini, mereka semua tinggal menunggu adzan Maghrib dan setelah itu, hilanglah rasa dahaga dan lapar mereka selama berpuasa dari pagi hingga sore.
Tak lama kemudian ....
"Allahu akbar ... allahu akbar!"
"Alhamdulillahi rabbil 'alamiin!" seru semua orang yang hadir pada ruangan kelas itu. Mereka pun meminum bersama setelah ada orang yang memimpin doa buka puasa.
Begitu jelas rasa kebersamaan yang ada pada para pengurus rohis di sekolah. Umairah pun berujar dalam hati, "Ketika waktu berbuka tiba dan ada sekelompok sahabat di sekeliling kita, maka itulah kebahagiaan yang tergambar di diri masing-masing."
True?
***
To be Continued.
Mind to Vote and Comment?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro