Hari ke-22: Konflik Saat Bukber Kelas
"Cukup, teman-teman! Cukup! Daripada bertengkar mending kita cari cara untuk menyelesaikan masalah yang ada di depan mata."
-Indah-
***
"Umairah, aku ikut membantumu!"
Lantas, Umairah pun terkejut karena tiba-tiba ada dua orang yang berseru ingin membantu gadis tersebut untuk mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan buka puasa di keesokan harinya. Siapakah mereka?
"Riqqa? Indah?" panggil Umairah setelah menemukan sumber suara di sekitarnya. Ternyata, di belakang teman-temannya itu keduanya berseru seraya mengangkat tangan kanan mereka.
Apa yang Umairah rasakan? Haru. Ya, dia sangat terharu, ketika yang lain tak ingin membelikan lima kotak untuk guru-guru di sekolah mereka, keduanya malah berpikir sebaliknya. Padahal insyaa Allah mereka mendapat pahala ketika membeli makanan untuk orang lain, buat dijadikan makanan untuk buka puasa.
"Kalian berdua yakin?" tanya Umairah, saking tak percayanya karena sedari tadi banyak yang tak setuju atas ketentuan dari sekolah yang sekarang ini. Gadis tersebut mengharapkan kepastian dari Riqqa dan Indah untuk membantunya mempersiapkan konsumsi.
Apa yang Riqqa dan Indah katakan? Mereka menjawab, "Iya, Umairah. Kami kasihan juga ketika kelas kita ini tak ada yang mengurusnya sama sekali. Lebih tepatnya ... kebanyakan dari kita ini pelit."
"Pelit kau bilang, Indah? Riqqa? Heh, asal kalian berdua tahu ya, buat apa kita membelikan guru makanan, kalian bertiga mengada-ada saja!" seru Uthy, saking dirinya ingin menentang keras aturan tersebut.
Mendengar seruan Utny yang sarat akan amarah, Umairah berusaha untuk tetap tenang. Maka dari itu, dia pun berujar tanpa amarah sedikitpun, "Uthy, yang kau katakan itu benar, tetapi kami lagi tak mengada-ada tahu. Itu semua dari--"
"Sekolah? Sesekali janganlah kau ikuti aturan sekolah, cih. Kapan kau tak bureng sih? Dasar orang aneh, itupun kau ikuti," sambung Azzura, temannya Uthy itu.
Umairah hanya bisa terdiam untuk saat ini. Dirinya disebut 'bureng' oleh teman-temannya, hanya karena selalu mengikuti aturan sekolah dan juga pintar di berbagai mata pelajaran tertentu. Apa yang gadis itu rasakan? Pasti sedih. Mungkinkah untuk saat ini Riqqa dan Indah bakal membelanya?
Namun tak lama kemudian, Indah berpidato di hadapan teman-temannya, dan itupun mengundang perhatian orang-orang banyak, termasuk Salim. "Ini bukan dalam rangka membela Umairah ya. Tetapi aku hanya ingin berpendapat dan tak ingin terlalu banyak bicara. Dengarkan aku baik-baik ya.
"Di sini aku menyayangkan tindakan kalian yang begitu pelitnya pada guru sendiri. Kalian tak tahu, sudah berapa kali kita dimarahi oleh guru-guru lain, karena sikap kita yang kelewat batas, yaitu karena ribut, tak mengumpulkan tugas, bolos, dan sebagainya?
"Di sinilah kita itu mempersiapkan makanan untuk guru, salah satunya sebagai tanda terima kasih sekaligus permintaan maaf karena selama ini berbuat kesalahan selama masih ada di kelas sebelas.
"Lalu, wali kelas kita kan baru keluar dari rumah sakit. Please, jangan bebani beliau dengan masalah ini lagi. I mean, sudah berapa kali kita ditanya itu sama Umairah, dan aku bosan ditanya terus.
"Pokoknya aku baca seluruh chat kalian dari awal sampai akhir. Awalnya aku tak tahu akan lima kotak makanan itu, tetapi mengingat ini mendesak dan katanya Umairah ditanya-tanya sama guru agama, makanya ayo kita diskusikan tentang hal itu.
"Apakah kalian tak malu ketika nantinya nama baik kita dicemar hanya karena tak ingin berpartisipasi di acara buka bersama ini? Please, kerjasamanya ya.
"Aku tak ingin kita bermasalah lagi dengan guru-guru lain. Mungkin saja kalian talangin uangnya sekarang juga, atau ada yang punya uang berlebih jadi bisa membelikan lima kotak itu.
"Pokoknya sekali lagi, jangan pernah memaki guru karena ketentuan sekolah yang mengharuskan kita menyiapkan lima kotak untuk mereka. Anggap saja ini sebagai hadiah karena mereka telah memberikan ilmu-ilmunya kepada kita. Sekian dan terima kasih."
Demikianlah pidato yang disampaikan oleh Indah, sang sekretaris selaku pembicara yang benar-benar berkompeten. Salim yang mendengarnya dari shaf ikhwan pun hanya terdiam.
"Interupsi!" seru Rias seraya mengacungkan tangan kanannya, lalu dipersilakan oleh Indah untuk bertanya.
"Sekarang aku mau tanya, uangnya dari mana? Kita mau beli di mana makanannya? Apakah kau dan Umairah punya banyak duit?" tanya Rias, berusaha membuat Indah skakmat dengan pertanyaan yang bejibun.
Perdebatan pun berlangsung cukup alot. Buktinya, setelah ini, ada lagi yang menyahut, contohnya Risya. "Interupsi, menurutku jangan pernah kau bebani Umairah. Kasihan. Dia sekarang ini menjadi panitia bukber di sini," usul Risya, "justru kalianlah yang harus mengatur konsumsinya mau seperti apa."
"Dia kan yang bertanya soal itu? Harusnya Umairah juga mengurusnya. Meski dia panitia."
"Tetapi harusnya, setiap kelas mengirimkan dua perwakilan untuk mengambil konsumsi kelasnya. Memangnya kalian pikir tugas panitia itu ringan? Berat tahu!" seru Risya dengan nada bicara yang semakin meninggi.
"Sekarang, apa fungsinya Umairah kalau begitu? Kalau begini caranya, dia seakan-akan menjadi bos untuk kita semua. Sang ketua kelas saja merasa takluk oleh gadis yang satu ini." Giliran Azzura yang berpendapat seraya menunjuk Umairah begitu saja.
Umairah hanya menggeleng. Dirinya seakan-akan telah terpojokkan untuk hal ini. Lantas, ingin rasanya dia pergi meninggalkan teman-teman sekelasnya yang sudah tak lagi mengindahkan ketentuan itu, alias pasrah akan resiko yang diambil, namun ....
Sementara itu, dari shaf ikhwan, Salim sedari tadi menyaksikan pertengkaran yang alot antara teman-temannya dari kelas di mana Umairah berada. Lelaki tersebut merasa kasihan pada gadis itu, apalagi kondisinya baru saja membaik, dan takutnya akan semakin memburuk ketika harus beradu mulut dengan orang banyak.
"Kenapa nasib kelasku sama dengan kelasnya? Apa yang mendasari semua ini terjadi?" Itulah pertanyaan yang tiba-tiba keluar dari mulut Salim, hingga pada akhirnya terdengar kembali suara adu mulut dari salah satu kelas MIPA di sekolahnya.
"Ingat satu hal. Aku bukan bos kalian. Aku hanya memberitahukan apa yang sekolah inginkan."
"Tetapi kau juga harus memikirkan kita, girl. Apakah kau tak tahu kalau kami saat ini sedang bokek?" sahut sang bendahara utama, Fasya.
Umairah pun langsung saja berujar dingin, "Kalian benar-benar lagi bokek atau ada uang tetapi mau digunakan untuk hal lain?"
"Kau gila ya, Umair. Kau menuduh kami semua? Dasar gadis tak berperikemanusiaan. Tak mengerti teman-temannya sendiri!" seru Fasya kemudian.
Lantas, mengingat konflik semakin memuncak, Indah langsung berniat untuk menghentikan ini. "Cukup, teman-teman! Cukup! Daripada bertengkar mending kita cari cara untuk menyelesaikan masalah yang ada di depan mata."
Kata-kata Indah tadi sukses membuat semuanya terdiam seribu bahasa, dan sekaligus mengundang perhatian dari semua orang yang sedari tadi ingin fokus menyaksikan acara lomba tausiyah estafet.
"Jadi, sekarang sekolah itu maunya apa, Umair?"
***
To be Continued.
Mind to Vote and Comment?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro