Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hari ke-20: Sanlat di Hari Kedua

"Kecewa karena sepi peminat? Tak masalah. Allah tetap melihat seberapa besar ikhlasnya kita untuk mengikuti skenario dariNya."
-Salim-

***

"Di hari pertama kemarin, aku merasa sangat kecewa. Banyak yang tak datang ke sekolah, mungkin mereka ada keperluan atau memang rasa malas menyelimuti semuanya. Padahal, aku yakin, apa yang dikatakan pak Rokhman itu benar adanya.

"Katanya, bagi yang tak datang itu nantinya takkan mendapat nilai tuntas pada pelajaran Agama Islam, serta takkan dikeluarkan raportnya. Sumpah, itu cukup menyeramkan. Aku sendiri tak tau harus berkata apa lagi selain mengikutinya dengan saksama."

Begitulah yang diceritakan oleh Umairah. Kisah tersebut cukup membuat Salim terenyuh sekaligus kesal. Ingin rasanya lelaki itu mencabik-cabik lalu memaksa orang yang malas untuk mengikuti pesantren kilat, namun sayang. Kasihan.

Ceritanya, keduanya yang ditemani oleh panitia lainnya, yaitu Udin dan Rahmi sedang berbincang-bincang, namun kali ini, Umairahlah yang menceritakan semuanya dan ketiga orang lainnya mendengarkan dengan saksama.

Lalu, giliran Udin yang berkomentar akan cerita dari Umairah. "Sabar, Umair. Aku juga begitu kok. Dari kelasku, yang ikut hanya aku, Yudhi, Nisha, Kia, dan Kamila. Tak ada yang lain."

"Kalau dari kelasku, yang ikut pesantren kilat hanya aku, sang ketua umum rohis kita, ... kayaknya itu saja," kata Rahmi kemudian.

"Nah, yang Rahmi alami itu mungkin lebih parah lagi dari kita, Umair," sahut Udin itu lagi. Sedangkan Salim tak berkata apa-apa lagi. Dia seakan-akan telah menyetujui semua usul yang dilontarkan oleh teman-temannya.

Sedangkan Umairah tak percaya atas apa yang dikatakan Rahmi dan Udin. Ternyata bukan hanya kelasnya yang malas, tetapi juga kelas-kelas lain yang telah dicontohkan oleh teman-teman dari pihak Rahmi dan juga Udin. Gadis itu tak tahu harus  merespon apa selain perkataan berikut, "Ya Allah, perlukah aku kasih tahu akan bahayanya tak ikut pesantren kilat?"

"Kasih tahu saja, Umair. Tetapi untuk mencegah pertengkaran di antara kalian dalam satu kelas, aku sarankan kasih strip dan tulis siapa yang mengatakan demikian. Karena aku tahu bahwa selalu saja ada masalah di kelasmu," usul Salim kemudian. Umairah pun mengernyitkan dahinya. Bisa-bisanya Salim tahu semua tentang dirinya. Sampai-sampai dia pun bertanya, "Kenapa kau bisa tahu semua tentang--"

"Diam, Umair. Diam itu lebih baik. Kau kasih tahu saja ancaman itu, tetapi kasih tahu juga siapa yang mengatakan demikian."

Jujur, usulan dari Salim itu cukup membantu Umairah untuk menyelesaikan masalah dengan meminimalisir resiko yang ada. Maka, gadis itu segera membuka ponsel pintarnya dan kembali menjadi "pemberi info" untuk kelasnya sendiri.

Sedangkan apa yang dilakukan oleh Rahmi dan Udin? Keduanya juga menyuruh teman-temannya untuk datang ke mushola karena acara akan segera dimulai. Dalam hati, keempat orang itu mengharapkan hal yang sama. Semoga saja ... hal seperti ini takkan terulang lagi.

***

Salim dan Umairah masih berada di belakang masjid. Mereka masih berbincang-bincang sedangkan Udin dan Rahmi sedang membantu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Padahal hari ini Salim berstatus sebagai pembawa acara, namun dirinya masih saja memerhatikan gadis yang ada di hadapannya.

"Jadi, menurutmu. Bagaimana caranya agar mereka mau ikut pesantren kilat gitu?" tanya Umairah.

Salim menghela napas sejenak. Lalu, dia berujar yang bagi Umairah itu belum cukup. Lelaki itu berkata, "Kecewa karena sepi peminat? Tak masalah. Allah tetap melihat seberapa besar ikhlasnya kita untuk mengikuti skenario dariNya."

Lantas, Umairah pun menyetujui kata-kata dari Salim. Setelah itu, gadis tersebut hanya mengangguk dan pergi meninggalkan Salim yang lalu terdiam di belakang masjid.

Beberapa saat kemudian, sebelum memasuki masjid, dirinya dikejutkan akan kedatangan dari Risya. "Umairah!" Seruan itu membuat Umairah kaget setengah mati. "Kau tiba-tiba berseru seperti itu saja, Ris. Kaget tahu!"

"Hehe ... maaf maaf. Aku tak sengaja membuatmu terkejut seperti itu," ujar Risya sambil terkekeh geli. Alhasil, Umairah semakin kesal kepada teman sebangkunya itu. Namun, pada akhirnya, rasa kekesalan itu mereda dan berganti oleh rasa ketakutan.

Mengapa? Karena ada seseorang yang terlihat asing di hadapan mereka.

"Hai, para gadis."

Lantas, Umairah dan Risya pun ketakutan. Mereka berdua terlihat saling membelakangi satu sama lain. Risya berada di belakang, Umairah berada di depan. Seakan-akan yang satu itu terlihat lebih pemberani dibandingkan yang lain.

Beberapa saat kemudian, Risya berteriak, "Siapa kau? Mau apa di sini? Tolong jangan sakiti kami!"

"Aku ke sini ingin membalas dendam kepada seseorang dan kalianlah yang menjadi korban pelampiasanku," ucap orang itu lagi.

Bisa-bisanya ada orang yang dendam di bulan Ramadhan ini. Seakan-akan dia telah terjerumus pada lingkaran setan. Padahal, setan-setan itu "dikurung" di bulan yang penuh suci ini. Tetapi mengapa sekarang semuanya menjadi terbalik?

"Kau gila ya. Tak bisakah kau memikirkan nasib orang lain di saat kau berniat untuk menghancurkan hidup orang lain?" tanya Umairah.

Namun orang itupun hanya tertawa terbahak-bahak. Ternyata, dia memang sangat berniat untuk mengganggu orang lain. Tentu saja hal ini sangat tak masuk akal, mengingat ini adalah bulan Ramadhan yang penuh dengan kebaikan, malah dicoreng dengan kejahatan dari seorang saja.

"Maaflah ya, adik-adik. Aku tak bisa mendengarkan apa kata kalian. Aku tetap akan niatku, dan tak ada satu orang pun yang boleh menggangguku," ucap lelaki asing itu.

"Tetapi jika ini niatnya jahat, tetap saja aku harus mengganggumu!" sahut Risya dari belakang Umairah.

Tak merespon kata-kata Risya dan Umairah, lelaki itu langsung membuat tubuh kedua gadis di hadapannya itu ambruk begitu saja. Dengan sekali tembakan saja sudah dapat membuat Risya dan Umairah terluka.

Darah segar mengucur keluar dari kepala Umairah. Baju gamisnya hampir saja ternodai oleh darah. Sedangkan Risya terluka di bagian kaki, sehingga sulit baginya untuk menggerakkan kaki ke mana-mana.

Melihat aksi brutal itu, beberapa panitia yang ditugaskan untuk menjaga keamanan pun melabrak orang yang tadi berniat untuk menembak Risya dan Umairah. "Hei, Bang. Ngapain kau di sini? Silakan tinggalkan sekolah ini kalau tak mau diproses di pihak kepolisian!" seru Hakim, seorang adik kelas yang terkenal pemberani.

"Takkan aku pergi dari sini sebelum menghabisi dua orang ini," ucap orang asing itu seraya menunjuk Umairah dan Risya yang untungnya masih tersadar dan dapat mendengarkan ucapan keji dari seorang lelaki.

Lantas, Hakim dan teman-teman langsung menarik tubuh orang asing untuk segera pergi meninggalkan mushola--maksudnya lingkungan sekolah ini. Melihat kejadian brutal yang ada di depan mata, Salim langsung menghampiri Umairah dan Risya yang terluka.

"Umair, kau tak apa-apa? Ris, kau juga?" tanya Salim secara tiba-tiba. Setelah itu, beberapa akhwat lainnya dan juga Udin datang dari arah yang berlawanan.

Acara memang sebentar lagi akan dimulai, tetapi kejadian buruk itu telah menghancurkan rencana awal para panitia dan juga kenyamanan peserta yang mengikutinya. Semua itu dikarenakan satu orang saja. Lantas, apa yang dilakukan Salim, Udin, Rahmi, dan juga Sari? Mereka berempat mengangkat Umairah dan Risya ke ruang UKS.

Apakah keduanya akan baik-baik saja?

***

To be Continued.

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro