Hari ke-17: Cobaan dan Pelepas Rindu
"Alhamdulillah, Allah telah mempertemukan kita kembali. Semoga dengan ini, hubungan persahabatan kita semakin kuat. Aamiin."
-Umairah-
***
Kondisi Umairah dikabarkan sudah membaik, tetapi belum sepenuhnya pulih. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk mengikuti acara buka bersama para pengurus rohis yang lainnya. Maka, setelah Salim mendaftarkan diri untuk menjadi peserta di dalamnya, Umairah pun melakukan hal yang sama.
Alasannya? Karena dia tak ingin terus-terusan berada di dalam rumah, sehingga harus mengikuti kegiatan di luar, sekaligus memanfaatkan waktu secara produktif dengan hal-hal yang bermanfaat.
Maka, karena Umairah tiap kali selalu diantar jemput dari rumah ke sekolah, gadis itu meminta izin dengan kedua orang tuanya. Beruntungnya, sepasang suami-istri itu mengizinkan anak kandung mereka sendiri.
Gadis tersebut tinggal mempersiapkan diri untuk mengikuti acara tersebut, yaitu dengan membawa Al-Qur'an, sebotol air mineral, dan mukena. Tak lupa juga, dia memakai jaket kebanggaan rohis sekolahnya. Umairah siap untuk pergi ke sekolah setelah waktu Ashar berakhir.
***
Sedangkan Salim dari dulu sudah tiba di sekolah. Dulu kapan? Di saat sebelum waktu Ashar tiba, dia sudah datang terlebih dahulu. Lelaki ini patut diacungi jempol, karena memiliki kemauan yang kuat untuk mengikuti acara buka bersama tanpa wacana forever.
Kondisi mushola sekolah yang akan dijadikan lokasi acara memang cukup sepi, mungkin saja karena Salim yang datang terlalu awal. Tetapi untung saja ada salah seorang panitia yang juga mengalami nasib yang sama seperti dirinya. Lantas, terjadilah obrolan di antara keduanya.
"Assalamu'alaikum!" seru Salim dengan suara yang menunjukkan ciri khasnya.
"Wa'alaikumussalam, kok sendirian? Yang lain ke mana, Bang?" tanya salah seorang panitia yang baru saja tiba di mushola.
Salim hanya menggeleng pelan. Lalu, dia berkata, "Tidak apa-apa, kok. Aku sengaja datang awal ke sini, takutnya lupa gitu bah."
"Oh begitu ceritanya. Ngomong-ngomong, kenalan dong. Abang peserta dari SMA sini? Yang sekarang jadi tuan rumah penyelenggaraan bukber ini?" tanya panitia ikhwan itu lagi.
"Iya, Bang. Namaku Salim, kalau kamu?"
"Namaku Egi. Salam kenal ya, Salim!" balas Egi, seorang panitia yang terkenal tepat waktu di hari ini, seraya mengulurkan tangan kanan untuk bersalaman. Salim pun melakukan hal yang sama seraya berujar singkat, "Juga."
Tak lama kemudian, beberapa panitia ikhwan tiba di mushola. Mereka menghampiri Egi, menyuruhnya untuk membantu mempersiapkan segala yang diperlukan untuk acara. Sedangkan Salim hanya mengamati lingkungan sekitar, lalu pada akhirnya, dia pergi mengambil wudhu di toilet pria.
***
Setengah jam kemudian, setelah waktu shalat Ashar berjamaah telah usai, barulah Umairah sampai ke sekolah. Di sana, gadis tersebut sudah menemukan beberapa orang beramai-ramai menyiapkan segala sesuatu untuk acara, dimulai dari takjil, nametag, registrasi, dan sebagainya. Mantap.
Gadis tersebut menemukan Salim yang kini tengah memandanginya secara saksama, dari atas sampai bawah. Umairah memakai gamis dan juga jaket kebangaan rohis sekolahnya. Entah mengapa lelaki itu merasa takjub karena Umairah.
Merasa diperhatikan, Umairah berbalik badan dan tak ingin memanggil atau pun sekedar berbasa-basi dengan Salim. Gadis itu masih dalam kondisi kurang sehat sehingga tak mau berbicara apa pun, kecuali dengan akhwat lainnya.
Sedangkan Salim masih menatap Umairah, sekalipun punggung gadis itu menjauh dari dirinya. Dari tempatnya kini, lelaki itu berujar, "Umair, kau benar-benar terniat untuk datang ke sini, sekalipun kau lagi sakit sejak kemarin ... kudoakan kau supaya cepat sembuh ya. Pasti itu."
"Salim ... oh Salim!" seru salah seorang yang berhasil menyadarkan lamunan lelaki yang sedari tadi memikirkan Umairah. Lantas, yang disahut langsung menoleh ke arah sumber suara. Ternyata masih dari seorang yang bernama Egi.
"Kenapa melamun? Kau mikirkan apa?" tanya Egi itu lagi.
Salim pun menjawab, "Tak apa-apa kok. Ini hanyalah masalah hati dan tak ada siapa pun yang boleh mengetahuinya." Lantas, Egi hanya mengangguk pelan, dan tak ingin mengorek privasi salah seorang peserta di hadapannya.
Setelah itu, Egi langsung mengubah topik pembicaraan. Lelaki itu berkata, "Oh ya, Sal. Duduk di sana yuk. Kita harus bicara sejenak, santai-santailah istilahnya." Salim hanya mengangguk dan mengikuti arah langkah Egi.
***
"Hei Hana, Tary! Ke sini!" seru Umairah seraya melambaikan kedua tangan ke arah teman-temannya yang baru saja tiba di mushola. Melihat Umairah yang berseru ke arah mereka, yang dipanggil pun langsung berpindah posisi ke sekitar Umairah.
"Assalamu'alaikum, Umairah, kok di sini? Kamu datang sedari tadi?" tanya Hana, saking herannya.
Umairah pun menjawab, "Wa'alaikumussalam, Han. Iya aku datang sejak jam empat tadi. Kenapa?"
"Awal banget. Hmm," ucap Tary tiba-tiba dari sebelah Hana, "jadi di sini kamu sendirian saja?"
"Tidak kok. Ada para panitia akhwat dan juga peserta dari sekolah lain di sini. Menurutku, sudah lumayan ramai kok, ditambah lagi dengan para ikhwan yang datang," jawab Umairah, berusaha untuk berkata jujur kepada kedua temannya sekarang ini.
Tary dan Hana pun hanya ber-'oh' ria ketika mendengar penjelasan dari Umairah. Lantas, setelah itu, Hana langsung mengajak Tary dan Umairah untuk menunggu di parkiran. Mengapa? Karena ada seorang akhwat lainnya yang juga akan ikutan buka puasa bersama.
"Girls, tunggu di depan yuk. Si Lifia mau datang ke sini nih, hanya saja dia takut kesepian," ajak Hana yang langsung saja disambut dengan anggukan oleh Umairah dan Tary. Lantas, ketiga gadis itu langsung melangkah menuju tempat yang dimaksud.
***
Langsung saja ke acara buka puasa bersama yang sebentar lagi akan dimulai. Salim masih menatap Umairah dengan tatapan penuh sendu. Lelaki itu masih tak begitu yakin akan kondisi Umairah, apalagi dia juga pernah mendengar keluhan gadis itu via chat.
Umairah belum lama ini mengalami tifus, tetapi tak sampai dirawat di rumah sakit. Mengapa? Karena kondisinya belum begitu parah. Kalau sampai memburuk, bisa-bisa saja Umairah harus berbaring selama lebih dari seminggu di rumah sakit.
"Umair, aku tak yakin padamu. Kenapa ya? Meski kau gadis kuat, multitalenta, dan sebagainya. Sampai kapan aku berhenti memikirkanmu? Sepertinya takkan bisa," ucap Salim dalam hati, masih sambil memandangi Umairah yang kini tengah berbincang-bincang santai dengan keempat akhwat lainnya.
Namun beberapa saat kemudian, langsung saja Salim menepis pikiran yang melayang-layang ke arah Umairah, lalu mempersiapkan diri untuk berbuka puasa. Dia duduk bersama teman-teman ikhwan lainnya dalam sebuah lingkaran.
Hingga malam pun tiba, alangkah terkejutnya Umairah dan teman-temannya ketika mendapati dua orang gadis lainnya ada di hadapan mereka. Apalagi mereka memanggil nama Umairah seraya mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum, Umairah. Apa kabarmu?"
Jujur saja, pada malam itu pandangan Umairah sedikit kabur, sehingga terasa sulit baginya untuk melihat wajah orang yang memanggil dirinya. Namun, dari suara khas yang terdengar, gadis itu sudah dapat menebak siapa orangnya.
"Wa'alaikumussalam, Syifa. Syifa?!"
Syifa langsung memeluk Umairah tanpa main-main. Keduanya saling melepas rindu, meskipun belum lama ini gadis tersebut pindah ke kota lain.
Dalam pelukan itu, Syifa dan Umairah sama-sama menangis terharu. Kini, mereka telah bertemu kembali, lebih tepatnya dipertemukan oleh Allah di suatu kesempatan yang sangat mulia.
"Alhamdulillah, Allah telah mempertemukan kita kembali. Semoga dengan ini, hubungan persahabatan kita semakin kuat. Aamiin," kata Umairah, masih dalam suasana haru sekaligus bahagia yang menyelimuti keduanya.
Sedangkan Hana, Tary, dan Lifia hanya menyaksikan apa yang terjadi di hadapan mereka. Tak lupa juga, si Salim, sang ikhwan yang sedari tadi memerhatikan Umairah. Hanya saja keberadaannya tak diketahui oleh para akhwat di seberang sana.
Hingga pada beberapa saat kemudian, sesuatu terjadi pada Umairah. Pandangannya tiba-tiba kabur dan akhirnya semua menjadi gelap.
"UMAIRAH!"
***
To be Continued.
Mind to Vote and Comment?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro