Hari ke-14: Salim Terluka?
"Biasanya kalau seorang lelaki menyelamatkan seorang gadis, akan timbul suatu rasa yang gimana gitu."
-Widodo-
***
"Ada apa denganmu, Salim? Kau terluka?"
Pertanyaan Umairah barusan mengundang respon dari Salim, hanya berupa anggukan kepala. Dia tak mungkin banyak berbicara dalam kondisinya yang sekarang ini. Lelaki tersebut mengalami luka pada tangan kirinya.
"Kau masih bisa mengerjakan soal ujian di lab tidak? Kalau tidak, izin saja dulu ke guru-guru yang mengawas laboratorium komputer itu. Insyaa Allah mereka mengizinkanmu, Sal," lanjut Umairah itu lagi.
Namun, Salim tetap memaksakan diri untuk mengikuti ujian, padahal dirinya sedang merasakan sakit yang dideritanya. Buktinya, sekarang ini mereka ada di ruangan UKS, dan dijaga oleh dua orang anak PMR yang bertugas, yaitu Aini dan Tary.
"Tenang saja, Umair. Aku bisa mengerjakan soal-soal di sana kok. Lagipula, tangan kananku juga masih bisa berfungsi dengan baik. Tinggal klik-klik gitu saja 'kan?" Ucapan Salim yang berniat untuk menenangkan Umairah pun berbuah sia-sia. Tetap saja gadis itu merasa khawatir pada lelaki yang masih terduduk di ranjang yang tersedia.
"Salim, tadi kau itu terluka saat menyelamatkan--"
"Tidak ada suatu cobaan yang membuatku untuk putus asa akan hal-hal lainnya. Kuingin membuktikan bahwa di balik kekurangan yang kudapatkan, aku tetap bisa melakukan yang kubisa. Itulah satu pelajaran yang bisa kau ambil, wahai gadis penulis yang kuhormati!" seru Salim, seraya ingin menasehati suatu hal kepada Umairah.
Jujur, gadis tersebut merasa terenyuh akan semangat yang digelorakan oleh Salim. Hingga Umairah sangat bersemangat untuk meminta pertolongan kepada anak-anak PMR yang bertugas. Lantas, dia menghampiri dua orang gadis yang sedang berbincang-bincang, lalu berkata, "Permisi, teman-teman. Seorang lelaki yang ada di sebelah sana baru saja mendapat luka di tangan kirinya. Bolehkah kalian mengobatinya?"
Umairah mengatakan demikian sambil menunjuk Salim yang kini tengah memerhatikannya dan dua orang gadis lainnya, dari balik ranjang itu.
Setelah melihat keadaan Salim yang benar-benar terluka, Tary dan Aini langsung menganggukkan kepala dan menghampiri Salim, mengikuti langkah kaki Umairah. Mereka mengobati Salim dengan hati-hati, tanpa menimbulkan resiko yang lain. Dalam hati, Umairah berpikir, "Ah, aku tak bisa mengobati Salim, tetapi untung ada Aini dan Tary. Apalagi aku kenal mereka berdua, jadi lebih enak."
Beberapa saat kemudian, setelah dirasa selesai, Tary dan Aini melapor kepada Umairah, "Kami sudah selesai mengobati dia, Umair." Umairah pun mengangguk dan mengucapkan "terima kasih" kepada keduanya.
Lalu, kedua anak PMR itu menoleh ke arah Salim dan berkata, "Salim, kalau kau mau, istirahat aja dulu di sini ...."
"Tidak perlu, teman-teman. Terima kasih atas pertolongan kalian. Aku hargai kalian berdua," ucap Salim, tetapi menolak tawaran dari anak-anak PMR yang mengharapkan yang terbaik untuk siapa pun yang mereka obati. Sedangkan Umairah haya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Setelah itu, Umairah berkata, "Salim, yang dikatakan mereka itu ben--"
"Aku tahu, Umair. Tetapi sebentar lagi kita akan menghadapi ujian. Kita pergi dari ruangan UKS yuk. Aku tak sabar untuk menghadapi ujian Geografi hari ini," potong Salim kemudian.
Mendengar ucapan Salim yang sepertinya ingin memaksakan diri, apa boleh buat. Umairah hanya mengangguk dan membantu Salim untuk berdiri, setelah itu barulah mereka mengucapkan salam perpisahan kepada Aini dan Tary.
"Kami pergi dulu ya. Sebentar lagi ada ujian buat sesi kedua. Terima kasih atas bantuan kalian, wassalamu'alaikum," ucap Salim dan Umairah secara bersamaan, yang kemudian dijawab dengan ucapan salam yang sama oleh kedua petugas PMR untuk hari ini.
***
Setelah ujian selesai, Umairah, Salim, Widodo, dan Risya tiba-tiba bertemu di depan laboratorium komputer. Tempat duduk mereka sedari tadi berdekatan, hanya saja tak bersebelahan, sejak hari pertama ujian. Itulah yang membuat pertemanan mereka cukup erat, meski hanya sesaat.
"Assalamu'alaikum ikhwafillah!" seru Salim yang kemudian dibalas dengan balasan, "Wa'alaikumusaslam!"
"Ada apa Salim?" tanya Umairah, "Kau sudah baikan?"
"Alhamdulillah, lumayan."
"Duh, kok bisa terluka gitu sih?" tanya Risya dengan kekhawatiran yang melanda dirinya. Sedangkan Salim hanya tersenyum dan menjawab, "Tak apa-apa. Itu hanyalah tugasku untuk melindungi orang lain."
"Kau melindungi Umairah?" duga Widodo, tak percaya dengan apa yang Salim lakukan untuk hari ini.
"Sebenarnya pertemuan kami ini hanyalah tak disengaja, asal kalian tahu," ujar Salim lirih, "dialah yang duluan, berjuang demi Risya dan teman-teman, ke kantor guru demi bertemu dengan guru Fisika."
"Terus apa, Salim?" Tampaknya Widodo tak sabar ingin mendengar lanjutan ceritanya dari teman sekelasnya.
"Aku ... bertemu dengan Umairah di depan pintu masuk kantor guru. Terus, kami menemukan pintunya terkunci, padahal ada seorang guru yang sedang tidur di sana. Jadinya, kami simpulkan bahwa pintu itu terkunci dari luar, dan beliau tak tahu apa-apa.
"Makanya, kami mencari orang yang biasa memegang kunci ruangan, yaitu pak Wid, iya, beliaulah yang selalu memegang kunci ruangan, selain ruang kelas sepuluh sampai dua belas," jelas Salim.
"Lalu, apakah ada sesuatu yang membahayakan kalian berdua?" tanya Risya, khawatir kepada Salim dan Umairah secara bersamaan.
Umairah dan Salim hanya mengangguk. Sedangkan setelah ini, Umairah menjawab, "Iya ada. Salim mencapai ujung ruangan hanya demi menemukan pak Wid. Nah, kami tak sadar bahwa ada sebuah tangga yang hampir saja terjatuh menimpa kami."
"Parahnya, tangga itu hampir saja mengenai Umairah, makanya aku menyelamatkannya, dan alhasil ya gitulah kondisi tanganku sekarang ini, hehehe," tutup Salim pada akhirnya.
Lantas, Risya dan Widodo yang mendengar cerita yang dikisahkan secara bergiliran itu memanyunkan bibir masing-masing. "Aku kira karena apa, ish Salim ... Salim!" seru Widodo kemudian, yang langsung dibalas dengan gelak tawa oleh lelaki yang dimaksud.
Sedangkan Umairah dan Risya hanya menggelengkan kepala ketika melihat responnya si Salim.
"Biasanya kalau seorang lelaki menyelamatkan seorang gadis, akan timbul suatu rasa yang gimana gitu." Begitulah yang Widodo katakan, dan seketika itu mengundang reaksi berupa gelakan tawa oleh ketiga orang lainnya.
"Ah ... Umair. Aku punya suatu challenge untukmu," ucap Salim kemudian, yang langsung dibarengi dengan rasa penasaran oleh Umairah, si gadis penulis sekaligus pembaca itu.
"Kau buka Instagram mahfudzot, dan ikuti Giveawaynya. Aku juga ikut itu, kok. Bagaimana? Kau tertarik?" tantang Salim kepada Umairah.
Umairah mengernyitkan dahinya, kemudian segera mencari informasi dari akun Instagram yang dimaksud Salim, dan benar saja, ada suatu postingan Giveaway berhadiah uang tunai, namun tantangannya adalah berdakwah kepada orang banyak, via Instagram.
Sebenarnya, ini kali kedua Salim memberikan tantangan kepada Umairah, namun gadis itu mengira bahwa lelaki tersebut hanya sekali saja menantang dirinya. Mengapa? Karena sampai sekarang, Umairah tak pernah tahu bahwa yang memberikan tantangan untuk review itu hanyalah Salim.
"Salim, benarkah kau menantangku untuk berdakwah?"
***
To be Continued.
Mind to Vote and Comment?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro