Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Hari ke-13: Suatu Kejadian Ulang

"La tahzan. Innallaha ma'ana."
-Hana-

***

Ujian ulang ada di depan mata. Umairah siap dengan segala resikonya dalam menghadapi apa yang harus dihadapi untuk hari ini. Dimulai dari ketidakpercayaan ayah dan bunda, mata pelajaran yang diujiankan, hingga lupa akan jawaban yang diisi sebelumnya, jika memang tipe soalnya sama seperti yang didapat sebelumnya.

Untung saja, Umairah hanya mengulang pelajaran Penjasorkes. Itupun karena dia mendapat nilai yang kurang memuaskan di situ. Sedangkan Salim? Dia harus mengulang dua pelajaran sekaligus, yaitu Penjasorkes ditambah dengan Agama Islam. Namun, bukan berarti Umairah harus berbangga diri karena mendapati bahwa Salim dan teman-temannya ada yang sampai harus mengulang lebih dari satu pelajaran.

Tetap saja ada rasa iba yang muncul dari diri Umairah. Apalagi ketika mendapati bahwa Syifa benar-benar sudah pindah ke Sekolah Luar Biasa. Begitu malangnya gadis tersebut, sampai-sampai harus meninggalkan sekolah biasa, dikarenakan oleh fobianya yang langka.

Lantas, gadis tersebut merasa sangat sedih, karena beberapa hal yang telah disebutkan sebelumnya. Namun, kesedihan itu terhenti seketika. Mengapa? Karena seorang gadis lain menghampirinya. "La tahzan. Innallaha ma'ana ...."

Seketika itulah, Umairah menoleh ke arah sumber suara, dan memang benar, seorang gadis yang berasal dari kelas sebelah, Hana namanya, sedang berusaha untuk menenangkan temannya yang sedang bersedih.

"Hana? Kau ngapain di sini?" tanya Umairah, kebingungan akan maksud kedatangan Hana yang dianggap tamu tak diundang itu.

Dengan mengembangkan senyum manisnya, Hana pun menjawab, "Kebetulan aku dari lantai tiga, baru selesai ujian ulang. Lalu, kutemukan dirimu yang sedang bersedih, makanya sekalian ke sini. Lagipula, aku sendiri juga belum dijemput kok."

Ternyata, bukan hanya Umairah yang selalu diantar jemput oleh orang tua, tetapi juga Hana. Gadis tinggi tak berkacamata yang lemah lembut, begitulah yang bisa dideskripsikan dari Hana. Entah mengapa Umairah merasa tenang ketika memiliki teman yang seperti Hana, meski tak berada dalam kelas yang sama.

"Oh begitu. Bagaimana ujian ulangnya? Susah? Aku sendiri juga belum pernah ikutan ujian ulang seperti ini ...," tanya Umairah lirih, sambil berkata yang sebenarnya, jikalau dirinya sama sekali belum pernah mengikuti ujian ulang.

"Ya begitulah, Umairah. Hahaha. Sama seperti yang biasanya kok. Memang masih ada kesempatan kedua untuk pelajaran yang sama," jawab Hana seadanya. Dia mencoba untuk berkata yang sebenarnya kepada Umairah, karena dirinya sendiri juga tak tahu harus menjawab apa.

Umairah pun menyimak jawaban dari Hana dengan saksama. Dia merasa paham karena telah mendapat informasi yang seperti itu. Lantas, gadis tersebut berucap, "Terima kasih atas informasinya, Hana. Sekarang aku tahu bagaimana rasanya ujian ulang itu hehe."

"Bukankah Salim pernah ikut ujian ulang? Kenapa Umairah tak ingin bertanya langsung saja sama dia?" tanya Hana, ingin menguji Umairah dengan menyangkutpautkan Salim atas hal ini. Lagipula, lelaki tersebut berada dalam ruangan yang sama dengan Umairah, dan semua tahu akan hal itu.

"Kenapa kau harus menyangkutpautkan Salim atas hal ini? Mumpung kau ada di sekitar sini, makanya aku bertanya langsung saja padamu, hahaha," balas Umairah, sambil tertawa geli akan pertanyaan barusan.

Seketika itulah, Hana juga terkekeh geli sambil berkata, "Oh begitu, maaflah maaf, Umair. Aku kan tak tahu, hehehe." Terselip gurauan di antara Hana dan Umairah. Itulah yang membuat suasana menjadi cukup santai.

Namun, Umairah malah menganggap serius akan candaan barusan. "Sok sok saja kau tak tahu apa pun, Hana. Hmm," ucap Umairah seraya memanyunkan bibirnya. Lantas, Hana pun semakin menganggap Umairah itu lucu, sehingga dia tertawa terbahak-bahak. Namun, beberapa saat kemudian, barulah Hana tersadar bahwa dirinya sudah dihubungi oleh orang tuanya.

"Oh ya, Umairah. Duluan ya, soalnya aku sudah dijemput. Sampai nanti, wassalamu'alaikum!" seru Hana pada akhirnya, seraya meninggalkan Umairah dan melangkah dengan terburu-buru.

"Wa'alaikumussalam ...." Ketika Umairah mengatakan demikian, Hana sudah tak lagi terlihat oleh dirinya.

***

"Salim, kau tak tahu kalau Umairah itu juga ikut ulangan ulang?" tanya Muslim, seakan-akan Salim harus mengetahui kabar tentang Umairah saat ini.

Salim yang sekarang ini sedang fokus akan buku pelajaran Agama Islam yang dibacanya, hanya bisa membalas, "Aku tahu itu. Kenapa memangnya?" Dia berkata demikian tanpa menoleh ke arah Muslim.

"Ih aku serius, tahu, Salim. Lagipula, sepertinya kau serius amat. Ada masalah? Problem, atau bagaimana?" Lagi-lagi jiwa kepo mulai muncul pada diri sang ketua kelas. Namun, bukan berarti Muslim benar-benar ingin mengorek privasi orang lain. Dia hanya ingin tahu ketika ada masalah yang menimpa anak buahnya, terutama berkaitan dengan kelas yang dipimpin oleh Muslim.

Namun, niat dari Muslim itu tak dapat terpenuhi ketika Salim hanya menggelengkan kepala, tak ingin menjawab apa pun. Sebenarnya, dia tak  ingin mengungkapkan apa yang ingin diceritakannya, karena ini terkait dengan perasaannya pada Umairah. Mungkinkah itu?

Beberapa saat kemudian, lamunan Salim buyar ketika ada seorang teman sekelas lainnya yang menghampiri lelaki berkacamata itu. "Sal, temanin aku ke kantor guru yuk. Aku yakin kau pasti ingin berkonsultasi dengan bu Sukma 'kan?" ajak seorang lelaki lain yang bernama Widodo.

Lantas, Salim hanya mengangguk mengiyakan, lalu pergi bersama Widodo dan tinggallah Muslim sendiri, yang menganga melihat kedekatan dua anak buahnya.

Sedangkan Umairah dan Risya masih berbincang-bincang setelah saling bersua di dekat tangga miring. "Kau mau tahu tidak, Umair? Tadi aku datang paling awal ke sini, sehingga aku menunggu di sini seperti orang bodoh saja," kata Risya, langsung menceritakan apa yang dirasakannya.

Lantas, Umairah pun berujar sambil mengelus dadanya, "Untung aku tak datang jam segitu ya Allah."

"Dasar teman yang tak tahu diuntung! Eh iya, sambil menunggu Sandra, kawanku yang belum datang-datang juga ke sini, bagaimana kalau kau menemani aku ke kantor guru?" ajak Risya itu lagi.

Awalnya, Umairah hanya menggelengkan kepala, tak ingin menemani Risya secepat ini, mengingat dirinya juga baru sampai ke sekolah. Namun, karena merasa kasihan pada teman dekat sendiri, Umairah pun akhirnya menyetujui permintaan yang lebih disebutnya sebagai ajakan dari Risya.

***

Tak disangka, Umairah dan Risya, lagi-lagi bertemu dengan Salim dan seorang lelaki yang tak pernah dikenal kedua gadis itu sebelumnya. Keempatnya bertemu dalam waktu yang tak terduga. Suasana diam sekaligus tegang menyelimuti mereka, namun Salim berusaha mencairkannya dengan ucapan salam, "Assalamu'alaikum wahai ukhti sekalian."

"Wa'alaikumussalam, Salim," jawab Risya dan Umairah secara bersamaan, lalu melanjutkan perjalanannya, lebih tepatnya mengikuti Salim dan temannya di bagian belakang.

Sepertinya, dua orang lelaki di depan Umairah itu memiliki tujuan yang sama. Mereka akan pergi ke kantor guru, hanya saja urusannya yang berbeda dengan yang diurusi oleh Umairah dan Risya.

"Kalian ngapain ke kantor guru?" tanya Salim tanpa menoleh ke arah belakang, karena tahu bahwa yang sedang mengikuti mereka saat ini adalah Umairah dan Risya.

Lantas, Umairah dan Risya langsung menjawab pertanyaan itu, apa adanya. "Kami mau bertemu dengan guru Fisika. Kalian sendiri ngapain?"

"Mau bertemu dengan guru Sejarah, bukan pak Heru lho ya!" seru Salim, karena mengetahui bahwa guru Sejarah yang Umairah tahu itu hanyalah pak Heru, bukanlah yang lain. Sedangkan Umairah hanya memanyunkan bibirnya, tak ingin berkata apa pun lagi. Apalagi Risya yang sudah dipastikan tak bisa menjaga ucapannya kepada seorang lelaki berkacamata seperti Salim.

Hingga pada saat salah seorang di antara empat siswa itu mencoba untuk membuka pintu masuk ruang guru, ternyata benda itu tak bisa dibuka sama sekali. Mengapa? Karena tak ada gagangnya.

"Bagaimana bisa gagang pintunya lepas?" tanya Salim heran, yang tak dibalas dengan suatu jawaban dari ketiga orang lainnya.

"Pintu belakang pun juga tak bisa dibuka, tak tahu kenapa. Mungkin kuncinya tak ada. Bagaimana kalau kita ke kantor lagi pada keesokan harinya? Mungkin para guru sedang sibuk," usul Umairah, yang langsung saja disetujui oleh Risya dan temannya Salim.

"By the way, kalian di ruangan berapa? Sesi berapa?" tanya Salim itu lagi, tanpa menyetujui usulan dari Umairah sebelumnya. Salim bertanya kepada dua orang gadis di hadapannya.

Seketika itu, Risya menjawab seraya curhat kepada Salim, "Kami di ruangan dua dan sesi ketiga. Nanti nih bentar lagi mulai. Hanya saja aku lupa jam, sehingga datangnya lebih awal. Rajin 'kan?"

Salim dan teman lelakinya pun hanya tertawa geli, sedangkan aku hanya diam tak berkata apa pun. Setelah mendengar suatu tawa dari dua orang lelaki, Risya pun balik bertanya, "Oh ya, siapa lelaki di sampingmu itu, Salim?"

"Kenalkan, aku Widodo." Bukan Salim yang menjawab, melainkan temannya yang memperkenalkan dirinya sendiri.

"Aku Risya, dan ini temanku, Umairah," ucap Risya seraya memperkenalkan Umairah di sebelahnya. Lantas, setelah perkataan barusan, keempatnya berjalan bersama menuju laboratorium komputer di lantai dua.

Namun, alangkah terkejutnya mereka ketika melihat kejadian yang buruk di depan mata. Apa yang terjadi?

***

To be Continued.

Mind to Vote and Comment?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro