Hari ke-11: Syifa Pindah Sekolah?
Ingatlah, tak ada cobaan yang diujikan Allah itu lebih dari kemampuanmu untuk menerimanya.
-Salim-
***
"Syif, seriuslah? Kau mau pindah sekolah?"
Ceritanya, Umairah sedang berbincang-bincang dengan Syifa. Dirinya datang bersama kakak sepupunya, Ika, ke rumah Umairah untuk menceritakan sesuatu.
Umairah mengharapkan jawaban dari Syifa, namun sayangnya, malah si Ika yang menyahut. "Iya, Umairah. Semua ini karena rekomendasi dari dokter. Kami baru saja menemui sang ahli saraf otak di tempat praktiknya."
Umairah menggeleng-geleng tak percaya. Dia tak menyangka jika Syifa harus pergi meninggalkannya secepat ini. Padahal jika dipikir-pikir lagi, Ujian Akhir Kenaikan Kelas sudah mau berakhir. Tinggal dua hari lagi bagi semua siswa untuk melewati ujian terakhir. Namun, tetap saja ... itu merupakan ketentuan yang tak boleh dilanggar.
"Syif, kumohon tetaplah bertahan di sekolah ini. Aku tahu ini sangat berat, tetapi--"
"Sebenarnya aku ingin bertahan, Umairah ... tetapi sayangnya, keadaan tubuhku, dan juga karena fobia, aku dianggap murid yang membutuhkan pendidikan khusus di kota ini," ujar Syifa lirih, dan sebenarnya, dia tak ingin berpisah dengan Umairah, teman satu-satunya yang dianggap paling setia.
Namun tiba-tiba, obrolan ketiganya terhenti ketika ada seorang lainnya yang langsung menyelonong masuk ke dalam rumah Umairah. Wajar saja, pintunya tak terkunci rapat sehingga siapa pun bisa masuk.
"Assalamualai--" Ucapan orang itu terhenti ketika memerhatikan Umairah yang tiba-tiba kedatangan dua orang tamu. Lantas, ketiga orang gadis tersebut melihat ke arah sumber suara. Alangkah terkejutnya sang tuan rumah ketika mendapati Salim kembali mendatanginya.
"Umairah? Siapa mereka?" tanya Salim itu kemudian, yang langsung saja dibalas, "Ya Allah, Salim! Syifa nih! Dia datang bersama kakak sepupunya, kak Ika!"
"Oh, kak Ika. Pantas aku tak mengenal dirinya sebelumnya," ujar Salim tanpa ekspresi. Mendengar perkataan Salim, Umairah langsung menyuruhnya untuk duduk, di tempat yang terpisah dengan para gadis. Karena dikhawatirkan akan timbulnya fitnah ketika Salim duduk di bagian sofa yang kosong, lebih tepatnya di sebelah Umairah.
Maka, di manakah Salim duduk? Salim mengambil sebuah kursi kosong, kemudian duduk di kursi itu, namun letak benda tersebut tetaplah berdekatan dengan ketiga orang gadis di sekitarnya.
"Padahal aku membawa buku bacaan yang bisa--"
"Salim, kita lagi berbicara serius. Jangan bercanda dulu deh!" seru Umairah, memotong perkataan Salim yang sebenarnya ingin mengabulkan keinginan gadis tersebut. Alhasil, Salim pun diam, menunggu topik pembicaraan di antara ketiga gadis itu selesai dibicarakan.
Kembali ke topik pembicaraan, Umairah bertanya, "Kira-kira ke manakah Syifa pindah, kalau boleh tahu, Kak?" Ya, dari ucapannya, jelas bahwa pertanyaan tersebut ditujukan kepada kak Ika. Lantas, mahasiswa itu menjawab, "Kira-kira keluar dari kota ini. Soalnya pendidikan khusus di sini sangatlah minim."
"KE LUAR KOTA?!" teriak Umairah, terkejut akan pernyataan dari Ika barusan. Begitu juga Salim, yang sebenarnya tak mengetahui inti dari pembicaraan antara para ladies ini.
Alhasil, Salim hanya diam menyimak, seraya mencerna apa inti dari pembicaraan antara Umairah, Syifa, dan Ika. Namun, bukan hanya duduk diamlah sikap yang harus ditunjukkan Salim, melainkan dia melakukannya sambil membaca komik Webtoon di ponsel pintarnya.
"Iya, ke luar kota. Maaf jika kami memberitahukan kabar buruk ini padamu. Karena jika tak diberitahu sebelumnya, takutnya kamu akan merasa sangat kecewa," ujar Ika lirih.
"Aku justru lebih kecewa ketika mendengar kabar bahwa Syifa harus segera pindah, Kak," ucap Syifa dengan nada bicara yang melemah. Terdengar parau dan dia pun mulai menangis.
"Oh jadi, Syifa pindah ya?" Salim pun akhirnya dapat menyimpulkan inti pembicaaan ketiga gadis di hadapannya. Umairah pun mengangguk perlahan. Dirinya tak sanggup lagi berkata apa-apa.
"Syifa ... kuharap kau kuat dalam menghadapi cobaan ini. Ingatlah, tak ada cobaan yang diujikan Allah itu lebih dari kemampuanmu untuk menerimanya. Jangan bersedih, keep spirit, okay?" Begitulah yang dikatakan oleh Salim kepada Syifa.
Yang dinasehati pun hanya mengangguk-angguk sambil berujar lirih, "Terima kasih, Salim."
"Sama-sama, Syif. Semangat ya. Kuyakin kau pasti bisa mengatasi fobiamu akan sesuatu," ucap Salim dengan nada yang penuh meyakinkan untuk Syifa.
"Aamiin, makasih ya, kamu sudah memberikan support untuk adik sepupu saya," kata Ika kemudian, yang dibalas dengan anggukan oleh Salim. Sedangkan Umairah pun hanya bisa tersenyum ketika mendengar pembicaraan Salim, Syifa, dan Ika.
"Maafkan aku, teman-teman. Selama ini aku sudah merepotkan kalian semua," ujar Syifa lirih, tak ingin merepotkan teman-teman yang ada di sekitarnya. Lantas, Salim dan Umairah langsung menggeleng-gelengkan kepala ketika mendengar permintaan maaf yang "konyol" dari Syifa.
"Tidak akan kumaafkan. Maksudku, kau tak perlu meminta maaf. Tetap semangat ya, Syif. Kuyakin kau pasti bisa. Jangan menyerah, kau dapat mengatasi fobiamu akan tulisan itu. Oke?"
"Iya, Umairah. Makasih banyak. Aku dan kak Ika pulang dulu ya. Jangan antarkan kami sampai ke bandara. Kalian tak akan kuat," ucap Syifa itu pada akhirnya, seraya beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Salim dan Umairah. Ika pun melakukan hal yang sama.
Namun, selangkah lagi untuk keluar dari rumah Umairah, Syifa dan Ika dicegah oleh Umairah. "Syif, Kak Ika, aku bakal merindukan kalian berdua," ujar Umairah lirih, masih meneteskan air matanya. Gadis itupun sebelumnya mengubah posisi tubuh menjadi berdiri. Sedangkan Salim hanya duduk menatap punggung gadis di depannya.
"Aku juga bakal merindukan kamu, Sal, Umair. Selamat tinggal."
Setelah berkata demikian, Syifa pergi meninggalkan Umairah dan Salim, mungkin saja untuk selamanya. Lantas, si tuan rumah menangis histeris setelah mengetahui kepergian sepasang saudara sepupu tersebut.
Salim yang mendengar isak tangis itupun kemudian menghampiri Umairah dan berusaha menenangkannya. Lelaki tersebut tak ingin terjadi apa-apa pada Umairah.
"Umairah, kumohon jangan bersedih. Allah sudah menakdirkan Syifa untuk pindah ke sekolah luar biasa," ujar Salim lirih, sambil menenangkan diri Umairah yang masih terlarut dalam suasana yang menyedihkan. Sedangkan gadis itupun hanya menggeleng keras, tak berkata apa pun.
"Daripada menangis terus, aku bawakan buku bacaan yang dapat kau gunakan untuk review. Kuharap kau takkan lupa akan surat yang dikirim seseorang itu," lanjut lelaki itu, yang membuat Umairah menghentikan tangisannya.
Hampir saja gadis itu lupa akan challenge yang harus dipenuhinya. Lantas, gadis itupun bertanya, "Challenge review? Kapan terakhir? Siapa sih yang mengadakan tantangan itu?"
"Adalah. Kau sendiri juga akan tahu."
"Salim, aku masih mencurigaimu."
Mungkin saja kalian pikir bahwa kisah ini sudah berakhir. Namun, apakah cerita ini dianggap selesai? Tidak. Tidak sama sekali. Masih ada beberapa kisah yang menanti di balik Umairah, Syifa, Salim, dan sebagainya.
***
To be Continued.
Mind to Vote and Comment?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro