
🍁 홀로 이기기 위해 만든 이기심 (37)
(Author **** POV)
"Siapa dia hyung, apakah dia mengganggumu?"
Ditanyanya sang kakak dengan wajah seriusnya. Disitulah Taehyung merasa ada yang disembunyikan oleh kakaknya. Taehyung melihat Baekhyun yang gelisah dengan meremat tangan kanannya.
"Aku pikir kau tidak baik-baik saja Baek hyung." mengangkat sebelah alisnya, mengubah nada bicaranya seperti menuntut.
Ia tidak suka sang kakak tidak jujur padanya.
"Aku baik-baik saja, sungguh."
"Tapi kau tidak membohongiku kan, hyung?"
Mendapatkan pertanyaan tersebut membuat Baekhyun harus menelan ludahnya susah payah. Lagi-lagi bibirnya kelu, jawabannya pun ikut mengambang. Karena sikap seperti itu membuat Taehyung semakin curiga dengan sang kakak.
"Percayalah aku tidak apa, kenapa kau begitu khawatir padaku. Padahal kau bukan tipe seperti itu. Kau jangan risau kau percaya padaku kan?" diusapnya kepala sang adik, ia mengulas senyum tenangnya. Ia bahkan sudah memasukan ponselnya dalam saku. Tak peduli jika panggilan itu terus ada dan membuat ponselnya bergetar.
Taehyung tak langsung mengangguk atau menanggapi, wajahnya menjadi datar tanpa ekspresi dengan perlahan dia menepis tangan sang kakak yang mengusap rambutnya. Ada gurat kecewa yang samar dalam dirinya, membuat Baekhyun sedikit tertegun karena sikap sang adik yang berubah. Hatinya berkecamuk cepat, ada ketakutan dalam dirinya ketika melihat Taehyung demikian. Ada dua hal yang ditakuti Baekhyun saat ini, takut jika adiknya tahu dengan siapa ia berurusan, dan kedua Baekhyun takut jika Taehyung harus tahu rahasia terbesar yang disimpan olehnya bersama ibunya.
Taehyung sendiri juga bingung kenapa ia merasa kesal seperti itu. Ia memantapkan hatinya untuk percaya ucapan sang kakak walau sebagian. Ia hanya bisa mengatur nafasnya normal hanya untuk meredam emosinya. Ia sadar jika ia tipe pemberontak dengan segala tempramental yang muncul jika suasana hatinya tidak sesuai seperti sekarang.
Terkadang Taehyung merasa lelah dengan segala ketidakjujuran yang berusaha ditutupi darinya. Andai saja dia bisa membaca pikiran orang lain, ia pasti akan melakukannya tanpa harus bersusah payah mencari sesuatu yang disembunyikan. Ada kerguan dalam hatinya untuk mempercayai ucapan sang kakak, ketika dia mencoba menatap manik mata keteduhannya ada perasaan berbeda dengan kemantapan hati yang jauh dari keyakinannya.
Meragu...
Taehyung benci dengan perasaan ini. Sekedar menenangkan hati dan pikirannya. Membuat ia mau tidak mau bangun dari duduknya, berjalan dalam diam tanpa meminta pamit pada sang kakak. Ia ingin mencari tempat untuk berpikir sendiri, itulah tujuannya. Tak tahu jika sebenarnya Baekhyun menatap sendu ke arah punggungnya yang menjauh.
Kemelut....
Yang dirasakan Baekhyun lebih berat dari sebelumnya. Jika hatinya sempat tersakiti karena sikap sang adik yang menyimpan kebencian padanya di awal musim. Kali ini sikap diamnya Taehyung adalah hal yang paling menyakitkan menurutnya. Dimana diam itulah yang menjadi bilahan pisau tak berwujud dan nampak, merasa terabaikan dan itu tidak baik bagi hati dan jiwamnya. Baekhyun pikir ia memang salah, ia mengira jika Taehyung meragu akan setiap ucapannya.
Dalam diam dengan kepala tertunduknya, Baekhyun meremat jantungnya. Sedikit sakit seperti sebuah cubitan kecil tepat di ulunya. Menggigit bibirnya yang terasa kering, mengatur setiap dikte nafas yang keluar dari rongga hidungnya. Ini menyesakkan dan menyakitkan secara bersamaan. berpikir bahwa dia bisa menipu Taehyung agar kekhawatiran itu hilang, tapi....
Dewi fortuna tidak berpihak padanya kali ini.
"Taehyung, jangan marah pada hyung." lirih.
Ucapan bagaikan doa penuh harap, berharap jika bisa didengar oleh sang adik. Cicitan lirih yang dibawa angin dan berhembus entah kemana. Ditemani sang surya yang mulai tertutup mendung. Disini....
Baekhyun terduduk, dengan posisi yang masih sama. Hanya berbeda lantaran ditinggal sang adik pergi, ia yakin Taehyung tidak akan meninggalkannya. Untuk kedua kali....
"Hyung akan menjagamu apapun itu saeng, walau aku harus merenggang nyawa. Aku akan melindungimu, hyung begini untuk kebaikanmu. Semoga kau tak membenci hyung setelah tau kebenaran yang disimpan eomma."
Ditatapnya langit ke atas, mencoba tersenyum dengan wajah manis dan tampannya. ia bisa melihat mendung membuka peluang bagi sang surya. Membuat cahaya hangat mentari itu menerpa wajahnya. Ia menikmati apa yang diberikan alam ciptaan Tuhan di depannya. bersyukur masih bisa menghirup oksigen dan diatas bumi ini adalah sebuah anugerah baginya. Baekhyun berharap semoga jantungnya masih kuat, tetap kuat hingga akhir perjuangannya.
Karena ada janji yang harus ia tepati...
Sebuah janji yang ia ucapkan saat ingat pesan sang ibu. Juga janji di depan pemakaman ibunya.
"Eomma... aku akan menjawa warisanmu seperti yang kau minta. Walau appa berusaha merebutnya. Eomma, apakah pertempuran ini dimulai sekarang? Tolong minta pada Tuhan agar aku bisa melakukannya eomma. Agar aku siap dan tak bersembunyi selamanya..."
Baekhyun memejamkan matanya, menenangkan hatinya. Sepertinya ini adalah takdirnya, ia selalu ingat akan kata ibunya untuk tetap hati-hati pada siapapun. Ia juga tahu jika ini pasti akan terjadi, ketakutan dan kekhawatiran itu ada. Melebihi ketakutannya akan kematian dirinya juga rasa benci sang adik yang mungkin akan ada. Baekhyun lebih takut jika Taehyung harus menerima kebenaran yang sebentar lagi ada.
Ada alasan lain kenapa dia juga menjadi seorang Mizuki. Panggilan bagi seorang model majalah dewasa sepertinya, sebuah warisan besar dari ibunya untuknya. Juga....
Kebenaran mengenai ayahnya...
Sampai akhirnya Baekhyun risau, ia takut...
Sangat takut, terlebih ia teringat waktu itu....
.
.
(Flashback ****** ON)
"Bagaimana kabarmu appa?"
Sapaan pertama datang pada anaknya, menikmati pemandangan kota Jepang dari atas gedung sebuah restauran sushi yang terkenal disana. seorang namja dengan kacamata yang melekat di wajah tampannya juga seorang pria dengan jas abu-abu yang melekat pada dirinya. Ia adalah ayah dari namja bermata kacamata di depannya.
"Kau bisa melihatnya bukan? Kenapa kau bertanya padaku."
Menyeruput secangkir mocacino yang telah ia pesan, diikuti oleh atensi mata sang anak yang menatapnya dengan wajah datar itu. Bau minuman kesukaan sang ayah yang biasa disiapkan oleh ibunya ketika mereka masih bersama.
"Kau tidak bertanya mengenai kabarku, atau kabar eomma." Ucapan itu terdengar jelas, dengan sebuah intonasi penuh penekanan di belakangnya. Bisa ia lihat bagaimana Baekhyun mengatakan hal itu dengan senyum manis di bibirnya, dan ayahnya tak suka akan hal itu.
"Kau semakin berani denganku, apa kau mendapatkan pendidikan buruk di Jepang. Kau tidak pantas memakai kacamata pemberian nenekmu, kau tidak seperti Taehyung yang menuruti keinginanku."
Bukan wajah ketakutan atau apa, justru Baekhyun mengulas senyumnya. Di balik seragam SMA nya, jiwanya sudah menjadi dewasa. Pola pikirnya semakin luas dengan segala pandangan yang ia dapat, ia hafal bagaimana watak sang ayah ketika masih kecil hingga ikut ibunya tinggal disini. Ia sekarang tahu jika sang ayah tidak berubah sama sekali, menurutnya masih sama saja. Egois dan tinggi hati.
"Bukankah appa yang tak mengganggapku sebagai anak, kenapa aku harus menuruti keinginanmu padahal kau hanya menganggapku bukan siapa-siapa." Itulah Baekhyun, namja berusia enam belas tahun. Keberaniannya dalam berapresiasi diacungi jempol.
"Kau bukan anakku, kau hanya anak dari ibumu. Kau bukan tidak seperti Taehyung, walau kalian mirip."
"Ya, dan kau bukan appa yang baik dimataku."
Keduanya menatap tajam, sang ayah yang mengulas senyum miringnya dengan tatapan elangnya. Juga Baekhyun yang mengulas senyum tipisnya dengan kacamata yang sama dipakai oleh adiknya. ya, sebuah kacamata yang sama di berikan oleh nenek mereka.
"Berikan warisan itu atau kau akan hidup tenang bersama eommamu. Appa bisa membiayai pendidikanmu hingga tuntas, sampai kau mendapatkan pekerjaan. Asal, sertifikat itu menjadi milikku."
"Apa di dalam otakmu hanya ada warisan eomma, appa?"
"Kenapa bibirmu semakin tajam, apa kau tidak berdosa berkata begitu. Kau tumbuh menjadi anak berandal di balik tampilan pintarmu."
Sindir sang ayah, ia melihat sang anak yang berubah. Baekhyun yang berbeda di masa lalu, dimana Baekhyun di depannya seperti menantangnya. Ya... tidak bisa dipungkiri jika jiwa muda seseorang tidak bisa ditebak.
"Appa, kau menikahi eommaku karena cinta atau sebuah pulau untuk bisnismu?"
Baekhyun menatap tajam di balik bingkai kacamatanya. Ia melihat wajah sang ayah yang datar menurutnya, juga...
"Kau menentangku?" tanya sang ayah memainkan cangkirnya, setelah itu menatap tak kalah tajam di depan anaknya.
Tanpa rasa takut Baekhyun menatap tatapan sang ayah dengan tatapan santainya.
"Pulau itu milik Taehyung, bukan milik appa. eomma memberikannya untukku, karena dia yakin aku bisa menjaga warisan adikku dari tangan serakah dari pria gila harta."
"Kau dan ibumu sama saja, sama-sama memuakan."
Bolehkah Baekhyun marah, atau membogem pria di depannya jika itu bukan ayahnya. Kata orang seorang anak harus hormat pada ayah dan ibunya apapun mereka dan bagaimana mereka. Tak boleh membentak atau memukul, tetap hormat dan sungkan seperti yang ia dapatkan selama ini.
Tapi ini....
" Appa tidak akan bisa mendapatkan harta eomma. Aku akan menjaganya karena eomma percaya padaku, kalaupun aku gagal melakukannya. Aku yakin apa yang menjadi hak Taehyung dan harapanku juga eomma akan terjadi."
Baekhyun membisikan kata tersebut di telinga sang ayah, seakan ia tidak ingin siapapun yang mendengarnya. Bahkan ia melepaskan kacamatanya, dan memasukannya ke dalam sakunya. Ia tidak ingin sang ayah melihat tatapan tajamnya dibalik bingkai kacamatanya, karena menurutnya hal itu kurang memuaskan.
"Kau jangan munafik, bukankah warisan itu atas namamu. Kau sangat naif Baek."
"Memang, dan aku menjaganya hanya untuk Tae. Karena aku tidak mau predator buas memangsa haknya."
"Kau pikir Taehyung dekat denganmu, dia sangat menurut padaku. Kau tahu, jika saat hak itu jatuh padanya aku bisa memanfaatkan adikmu."
"Kau pikir aku takut, coba saja... tapi apakah Taehyung tetap akan percaya padamu appa. setelah tau kebenaran mengenaimu, aku heran kenapa aku bisa bertahan satu oksigen dengan seorang koruptor disini."
Mendengar ucapan sang anak seakan menjadi racun mematikan baginya, bagaimana tidak sedikit keras ucapan Baekhyun akan membuat petaka baginya. Karena ia tidak sendiri disini, parahnya Baekhyun mengatakan hal itu dengan bahasa Jepang seperti sengaja melakukannya.
Hingga akhirnya....
"Kau akan menyesal dengan ucapanmu Baek. Kau bisa mengatakan hal ini, karena kau belum merasakan kebencian Taehyung padamu saat kau bertemu dengannya. Ingat janjimu, kau akan membuat adikmu lebih baik pendidikan juga karirnya kelak. Bukankah begitu?"
"Kau juga ingat janjimu appa... untuk jangan memanfaatkan Taehyung. Jika itu terjadi, aku tidak hanya kembali untuk menjalankan kewajibanku sebagai kakak. Tapi... aku akan membuatmu mendapat karma karena menyakiti eomma."
Sebuah saling terucap, dimana dua orang yang memiliki status hubungan antara ayah dan anak itu terjadi. Dimana mereka keduanya sama-sama menyimpan rahasia. Dimana rahasia sang ayah ada ditangan Baekhyun dan juga, Baekhyun yang tak ingin adiknya dipengaruhi olehnya kelak. Hanya untuk keuntungan semata.
Yang Baekhyun tahu...
Sejak dulu ayahnya sangat licik. Baik bisnis ataupun percintaan.
Ia benci jika hati sang ibu dipermainkan oleh ibunya sendiri, dan ia benci jika sang adik dimanfaatkan olehnya. siapa lagi kalau bukan ayahnya sendiri.
(Flashback **** OFF)
.................................................
Ingatan itu akan selalu ada...
Ia tak akan bisa melupakannya, dimana waktu itu Baekhyun masih muda dan menduduki bangku SMA. Ia juga bingung kenapa dia berbeda dari dulu dengan sekarang. Ia ingat betul ketika SMA di adalah namja yang berani dengan segala prestasi yang ia raih, bahkan ia digolongkan anak yang suka memainkan prank.
Tapi... semakin bertambah usia membuat Baekhyun sadar tak selamanya ia menjadi anak-anak dan remaja. Ia berpikir lebih bijak dan meniti setiap masalah yang ada. Belajar semenjak sang ibu tidak mampu bekerja untuk menafkahi sekolah dan kebutuhan mereka. Membuat Baekhyun berjualan kue dan makanan untuk berlembar-lembar uang.
Baekhyun bukan anak orang kaya bersama ibunya di Jepang. Mereka hidup sederhana dan jarang memakan makanan mahal. Kesederhanaan yang membahagiakan, sampai akhirnya Tuhan mentakdirkan sang ibu sakit dan mendapatkan perawatan medis yang ketat. Saat itulah Baekhyun menyerah dan memilih instan...
Masuk ke dalam kandang harimau, dan menjadi model majalah dewasa disana.
Sebuah pekerjaan yang mengandung resiko, menjatuhkan harga dirinya. Juga... membuat nama baiknya hancur di tempat ia bersekolah. Lebih parahnya... jika sang ibu tahu waktu itu Baekhyun yakin ibunya akan menangis atau hancur lebur hatinya.
Tapi....
"Eomma... Baek rindu eomma..."
Kenyataannya, seorang anak tak bisa menampung rindu pada ibunya. Rindu yang menggebu juga rindu yang menohok jiwanya. Dimana raga itu mencoba kuat, meski ia merasa jika waktu itu akan tiba sebentar lagi.
Bisakah kau Baekhyun?
...............................
.
Taehyung berjalan agak jauh, mengikuti langkah kakinya. Beberapa kali ia menendang kerikil di depannya dengan kuat, sepertinya berbaring di atas kasur villa adalah hal baik untuk melupakan masalah. Nyatanya, Taehyung membutuhkan istirahat.
Apakah ia meninggalkan Baekhyun?
Ah, ia masih mempunyai hati untuk mengirim pesan pada sang kakak jika ia pulang. Walau ia sedikit kecewa dengan sikap sang kakak seperti tadi, ia tetap memberi kabar. Ia tidak ingin membuat sang kakak khawatir karenanya.
Sampai akhirnya ia berjalan dan berhenti di ambang pintu.
Ketika kakinya menapak tanah dan melihat ada sepatu disana. sepertinya bukan satu orang, karena ada empat buah kaki yang kini berada di depannya. merasa asing dengan sepatu yang digunakan oleh salah satunya membuat Taehyung mendongakan kepalanya.
Seketika wajahnya berubah menjadi masam tak suka.
"Kenapa kau selalu menampilkan muka jelekmu di depanku, dasar adik alien!" ledek seseorang dengan permen lolipop di mulutnya, jangan lupa seseorang yang sibuk mengorek kuping kanannya. Seseorang yang Taehyung tak kenal sama sekali.
"Kenapa kau datang disini tiba-tiba seperti jin yang tak diundang. Apakah kau jelangkung, datang tak dijemput pulang minta uang saku." Taehyung juga ikut meledek, ia bahkan berpose dengan tangan menyentuh masing-masing pinggangnya. Berlagak keren yang sayangnya jatuh ke imut.
"Sebangsat-bangsatnya adik temanku, kau lebih bangsat dari yang kukira. Kenapa kau mengatakan hal itu, padahal ini villaku, sudah selayaknya aku datang atau pergi kapanpun aku mau, paham?" Luhan menyentil jidak adiknya, membuat Taehyung mengaduh kesakitan dan mengusap keningnya.
"Aw, ssshhhh... sakit hyung! kau pikir jidatku papan sampai kau bebas menyentil."
Benar bukan, si muda Kim ini malah berteriak memprotes.
"Makanya jangan berbicara ngawur padaku. ngomong-ngomong dimana Baekhyun, hyung ingin bertemu dengannya."
Luhan mengedarkan pandangannya, menelusuri seluruh atensinya untuk mencari keberadaan Baekhyun. meski begitu, tetap saja hasilnya nihil karena tak ada keberadaan Baekhyun disana.
"Hyung sedang ada urusan kurasa, dia akan pulang menyusul." Ucapnya dengan bibir mengerucut, masih mengusap keningnya yang meninggalkan jejak kemerahan bekas sentilan kakaknya.
"Urusan?"
"Jangan kepo deh hyung. Luhan hyung selalu saja begitu, cepat minggir aku mau tidur eoh!" Taehyung berjalan masuk, menerobos dua orang dengan seenaknya. Membuat Mark mengernyit sebal dan Luhan yang sudah mulai menguap kesal di ubun-ubunnya.
"Yaaakkk... Yaaakkkk.... kau sangat tidak sopan. Hei Kim Taehyung kau mau aku kutuk jadi batu hah?!"
Luhan sangat kesal, ia bahkan menjejakan kakinya hingga bersuara dan mengomel seperti ibunya ketika memarahinya waktu kecil.
"Kau bahkan bukan hyung kandungku. Aku jamin kutukanmu tidak mempan padaku, huuuuaaaaaahhhh... aku ngantuk. Jangan ganggu aku, bangunkan aku jika kau mau memberiku uang ketika mau pulang."
"YAAAAKKKKK... DONGSAENG KAMPRET!!!"
Sepertinya ini akan menjadi penantian menyebalkan bagi Luhan karena nyatanya. Ia menghadapi ujian kecil yang ada di dekatnya. Seorang adik sekaligus anak dari musuhnya. Membuat Luhan memiliki kesabaran lebih untuk menghadapinya.
"Hei, sepertinya kau harus melihat ini."
"Apa?"
"Kau tahu tuan Mo, dia adalah pengusaha dari Jepang."
Mark menyentuh layar ponselnya, kedua netranya membaca sebuah artikel yang ia terima dari rekannya. Karena penasaran, Luhan pun mendekat ia melihat sesuatu yang cukup menarik.
"Aku pikir jika model bernama Mizu adalah orang yang paling penting. Kau lihat? ada foto dimana seorang model terkenal berinteraksi dengan seorang wanita. Apa kau sepemikiran denganku?"
"Maksutmu?"
"Maksutku, aku pikir adikmu dalam bahaya, Byun Baekhyun. Dia berurusan dengan orang besar yang berbahaya."
"Kau yakin dengan itu Mark?"
"Seratus persen aku yakin, Hyung sebaiknya kau menyamar malam ini. Aku rasa Taehyung tidak tahu jika Baekhyun dalam bahaya. Tuan Mo bukan orang biasa, dia sangat berbahaya."
Mark menatap penuh keyakinan ke atah Luhan, bisa dilihat Luhan tak ada kebohongan disana. Ini di luar perkiraannya, ia baru tahu jika Baekhyun terkenal begitu besar di Jepang hingga kenal dengan orang yang berbahaya sekalipun. Karena kejadian ini, membuat ia mengurungkan niatnya untuk bertanya.
Mengenai sebuah pulau yang berada di barat Jeju, dimana yang ia tahu dari Kyungsoo. Jika dulu, ibu Baekhyun adalah seorang wanita dengan perusahaan terbesar yang bangkrut karena kebakaran. Menyisakan sebuah pulau, itupun Kyungsoo tak sengaja dengar dari perdebatan kedua orang tua Baekhyun dan Taehyung sebelum bercerai.
Dimana pulau itu menjadi awal keretakan pernikahan kedua orang tua adiknya. keegoisan dan keserakahan ayahnyalah malapetaka tersebut terjadi.
Sebuah hak waris yang diperebutkan dan dipertahankan oleh satu pihak.
Membuat Luhan berpikir bahwa, ayahnya tidak mencintai ibu Baek. Tapi, hanya mencintai satu kekayaan yang cukup besar dan menjamin bisnis. Kekayaan yang tak akan habis tujuh turunan jika diuangkan.
Mengesankan...
Itulah kenapa pertama kali melihat ayah tirinya Luhan mengernyit tak suka.
"Mark, sepertinya kita harus menyiapkan senjata."
Dipakainya kacamata hitam yang berada di antara kerah leher depannya, menatap datar ke depan. Melihat pemandangan halaman depan villanya.
"Apa kau akan menunjukan jati dirimu, kau sudah lama tidak seperti ini."
"Kau seperti tidak mengenalku saja, aku memang Xi Luhan bukan?"
Mark mendesis, menyaksikan bagaiamana cara Luhan tersenyum. Ia sudah hafal dan tahu bagaimana sifatnya, bahkan dia tahu apa yang tidak diketahui oleh orang lain mengenai dirinya.
"Lalu apa rencanamu selanjutnya?" Mark juga sudah siap, bahkan dia menghidupkan rokok yang ada di mulutnya. Mencari pelepasan bagi kepenatannya. Juga....
"Seperti sebelumnya, hanya perubahan rencana. Kita temui tuan Mo itu, dan gunakan Baekhyun untuk membalas ayahku."
"Kau sangat sadis dari yang aku kira dude."
"Kau belum melihat semuanya."
Seringaian itu, sesuatu yang berbeda dari apa yang ditujukan Luhan. Tak seperti biasa, dan tak disangka.
...........................
Kipas yang ada dilangit kamar berputar dengan kecepatan sedang. Sengaja diatur oleh pemilik kamar. Langit kamar berwarna putih, dengan jendela yang menerbangkan tirai putih tipis tersebut. Tubuh terlentang dengan selimut yang menyelimuti tubuhnya, tatapan seakan berkelan jauh disana. tak peduli apapun karena terlanjut tenggelam dalam atensi imajinya.
Bohong jika Taehyung tidur.
Jujur saja, ia tidak bisa memejamkan matanya. Rasa kantuk yang mendera dirinya sekejap hilang, setelah ia membaca pesan dari seseorang. Ayahnya....
"Apa yang ingin appa katakan?"
Menatap ponselnya dan memutarinya dengan pandangan ke atas. Bibirnya mengerucut bak anak kecil, ia cukup bingung. Kenapa ayahnya tidak berbicara dari pesan dari pada menyuruhnya pulang dan ikut ia ke suatu tempat. Sebenarnya Taehyung cukup malas, karena sekarang dan dua hari ke depan adalah kesempatan ia mendapatkan cuti setelah bekerja keras. Juga... kesempatan dia berlibur dengan kakaknya.
Selalu saja begini....
Tak ada yang beres menurut Taehyung. Menjatuhkan ponsel tepat di samping berbaringnya, membuang nafas panjang dan menatap lagi kipas angin di atasnya. Ia tidak ingin mencari masalah dengan ayahnya yang galak dan terlalu tegas. Ia tidak ingin ayahnya emosi, membuat ia mau tidak mau harus menurut.
"Merepotkan."
Taehyung menatap sebal, ia memeluk guling disampingnya dengan erat. Ia ingin tidur sekarang juga, ia ingin lelap beberapa jam. Ia ingin esok datang dan hilang semua rasa pensarannya.
Semua rasa penasaran yang sempat berkemulut dalam otaknya.
................................
tbc...
hai semua, Terima kasih untuk semangat kalian dari awal chapter hingga sekarang. Author bukan apa-apa tanpa kalian.
Oh ya jika berkenan tolong berikan nilai dan apresiasi kalian dengan menginjak bintang yang ada di pojok kiri. Saran dan kritik author terima asal membangun. Maaf kalau author masih banyak typo dalam menulisnya. Author sudah berusaha semaksimal mungkin.
Mohon dukungannya...
Saranghae...
Bahagia untuk kalian...
'Minal aidzin walfaidzin, mohon maaf lahir dan batin."
Gomawo...
#el
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro