Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

풍화 나무와 단풍, 어느 것이 먼저 떨어질까요? (52)

" Terasa bimbang saat otak ini berjalan untuk berpikir apa kesalahanku... sampai aku sendiri pun lupa makan dan minum bahkan lupa untuk menghibur diriku. Aku terlalu membenci perasaan yang terlalu peka ini. menjadi masa bodoh adalah pilihan tapi sepertinya Tuhan tak suka aku menjadi seperti itu, Tuhan lebih suka aku menangis dan berserah diri padanya. Menjadikanku mengingat dirinya, pencipta alam semesta..."

.

.

.

(Author ***** POV)

Mengatakan hal yang buruk, apakah itu sebuah pelanggaran? Tatapan seorang ibu yang terlalu membenci anak tirinya. wajah tak sudi ingin bertemu tapi dia harus hanya untuk mengusir. Baekhyun yang sadar akan posisinya hanya bisa berdiri dengan senyum yang menyembunyikan rasa sakitnya.

"Kau tak pantas menjadi bagian keluarga kami." Ucapnya dengan ucapan penuh paten. Mendikte setiap ucapannya dengan penekanan yang tegas, Baekhyun lagi-lagi tersenyum karena ulah ibunya. Teresenyum dengan hati yang sakit bukanlah hal yang bagus untuk keadaanya. Ia manusia yang kuat sama halnya dengan ucapan sang adik untuknya.

"Kau-"

"Anda selalu menyalahkanku dengan hal yang tidak pernah aku lakukan." Baekhyun bersuara dirinya meninggikan suara beratnya. Menatap sang ibu dengan tatapan seolah ia tidak takut dan tidak menunjukan k esedihannya. Ia hanya ingin menunjukan pada semua orang agar ia tidak diremehkan untuk kesekian kalinya.

Tatapan penuh kebingungan pada sang ibu karena anak tirinya Baekhyun mendadak menentangnya. Oh... apakah benar ini adalah sifat Baekhyun sesungguhnya.

Ternyata namja keturuna Jepang tersebut sudah handal dalam melakukan akting.

"Kau menentangku! Beraninya, seharusnya kau tinggal di Jepang dan jangan menginjak kakimu disini. kau tidak balas budi Byun Baekhyun!" mengacungkan tangannya, menunjuk ke dahi kepala Baekhyun. seolah dia ingin merendahkan sang anak karena status martabatnya.

"Aku tidak menentang anda, tapi anda yang membuat kesalahan dengan menyalahkanku. Aku Byun Baekhyun tidak pernah takut dengan ancamanmu eomma."

"Ya, kau memang kurang ajar. Suamiku benar dan kau salah. Luhan ku dia masuk kerumah sakit karenamu, sialan kau... sungguh sialan." Seakan memancing emosi tapi Baekhyun dengan sabar tak terbawa jua. Dia bahkan menggigit bibirnya cepat agar sang ibu tak sadar dengan kegugupan yang dia sembunyikan. Terasa bahwa dirinya memang harus tegas agar dirinya tak disalahkan. Dia dilahirkan menjadi manusia yang disalahkan.

"Eomma ku melahirkanku bukan untuk menyakiti Luhan hyung, aku disini untuk melindungi adikku Kim Taehyung." Baekhyun tanpa rasa ragu mengatakan demikian, apapun yang berhubungan atas nama sang adik dengan seluruh genap jiwa dan raga akan dia lakukan. Sampai titik darah penghabisan dan tak akan pernah sedikitpun berbohong.

Hal tersebut membuat hawa jengkel menguar dari diri sang ibu, menatap sebal dan emosi itu kian naik saat keduanya beradu tatap dengan sulit dijelaskan jika kondisinya setegang ini. "

Semua itu berlangsung beberapa detik, dengan langkah kakinya sang ibu berjalan. Dia memberikan umpatan menyakitkan yang lirih, tentu saja Baekhyun mendengarnya dan menahan semuanya. Ia nampak kesal tapi tak kentara, sadar siapa beliau di depannya itu.

"Lakukan eomma jika kau sudah tak bisa membendung emosimu." Pancingnya dengan tatapan serius tak gentar. Berbanding terbalik dengan sang ibu yang sedikit heran dan tak biasa saat sang anak menantangnya. Keberuntungan itu yang ia miliki di balik bumbu petaka yang meracuni.

Tangan itu terangkat, di tatapnya pipi putih mulus sang anak. Mencoba memberikan bekas merah padanya dengan cetakan telapak tangan miliknya. Kemungkinan ia akan puas jika mendaratkan tamparan keras pada Baekhyun anak tirinya. ia butuh pelampiasan yang sempurna, bagaikan induk singa yang tak makan selama beberapa hari.

Aura menegang menguar, selang beberapa detik tangan itu sudah di puncak. Kedua mata Baekhyun siap menutup, ia rasa sang ibu akan sangat menyakitinya dan dengan bodohnya menghindar tanpa ada niat membalas. Mungkin...

Semua itu akan terjadi jika saja tak ada kedatangan seorang perawat yang memasuki kamar Baekhyun. Sembari membawa obat di nampannya dan masuk permisi dengan senyum terulas, membuat tangan yang hampir melayang itu jatuh lemas terpuruk dengan perasaan tak enak. Memalukan... pikirnya dengan wajah tersenyum masam.

"Tuan Baek, waktunya anda menjalani pemeriksaan dan minum obat anda." Ucap suster cantik itu dengan manis, Baekhyun mengangguk dan segera menuju ke tempat tidurnya. Dengan bantuan perawat yang habis menaruh nampannya di meja dekat dia beristirahat. Membawa bungkusan selang infus, yang kini menjuntai di semakin atas.

"Apakah kau merasa keluhan, seperti pusing dan mual? Bagaimana dengan detak jantungmu, apakah masih sakit?"

Baekhyun menggeleng datar, ia menoleh sedikit ke arah sang ibu, yang dimana disana hanya ada bekas jejak kaki seseorang. Merasa sedikit lega karena sang ibu pergi sebelum mendengar hal yang tak ingin Baekhyun beri tahu. menatap langit ruangan perawatannya dengan menerawang, bau obat ia abaikan meski mampir ke dalam dua lubang hidungnya. Terbiasa dengan bau yang dibenci Taehyug sang adik, menatap kursi kosong yang ada jejak pantat Kyungsoo dan Luhan pastinya. Membayangkan Taehyung tertidur pulas dengan kepala sedikit menjuntai belakang dan mulut yang membuat pulau tidurnya. Menggemaskan sekaligus menggelikan.

Mengakhiri acara membayanginya, dia hanya bisa menelan obat pahitnya. Memaksa beberapa pil obat masuk ke dalam kerongkongannya. Katanya obat ini untuk kesehatan Jantung, tapi bagi Baekhyun hal itu hanya untuk menunda kematiannya. Ia berpikir, 'untuk apa pabrik membuat obat, jika pada akhirnya manusia banyak yang mati karena obat belum di temukan untuk mereka?' memikirkan dunia Baekhyun tak sanggup, sudah sangat repot memikirkan dirinya sendiri.

Merasa sudah selesai sang suster merapikan pekerjaannya, membawa wadah di tangannya dan selesai mengecek beberapa alat medis yang terpasang disana. Ketika pintu ruangan tertutup dengan pelan, Baekhyun rasa dirinya sudah ada di dunia pribadinya.

Menarik nafas dan menghembuskannya dengan pelan, menghilangkan penat yang menyerangnya. Tengkuk yang pegal dan bayang absurd sang adik terlintas. Ia tertawa karena wajah Taehyung sang adik.

"Dasar menyebalkan!" ucapnya dengan gigi yang nampak di bibirnya.

Mungkin saja senyuman manisnya di tatap oleh Tuhan dengan keheranan, juga sedikit tersenyum. Karena Baekhyun percaya, Tuhan tak pernah tidur sedetikpun.

.

.

.

.

Sudah setumpuk baju yang ia masukan dalam koper besarnya, memaksa hingga mungkin ada yang lecek sebagian. Dia terlalu malas jika harus melipat dan merapikan, hanya sembarang dan tak beraturan.

"Apakah aku juga harus melipat baju milik Baek hyung?" pikirnya dengan melihat almari kecil yang kebetulan milik sang kakak. Ia berpikir pastinya Baekhyun akan risih menggunakan baju setiap harinya. Itu tidak adil....

"Sepertinya aku juga harus membereskannya." Ucapnya dengan tubuh dipaksa berdiri malas. Dia merasa kesemutan setelah memilih beberapa setel baju yang menurutnya pantas untuk menginap di Rumah Sakit. Tak ayal jika selera fashionnya banyak mengingat jika Taehyung seorang bintang terkenal yang dielu-elukan oleh masyarakat.

Menyentuh kenop lemari dan mendorongnya pelan, ia berusaha menarik dengan sedikit kuat. melihat pintu enggan juga terbuka. Tidak mungkin bukan jika pintu ini macet? Berpikir keras dan meniliti setiap desain karya guna di depannya. Melihat hal yang masuk akal, "Aisshhhh... aku lupa jika dia selalu menguncinya." Menggelengkan kepalanya pelan. Merutuki kebodohannya, dan menatap sebuah laci yang ada di sudut sana.

Sofa tempat tidur sang kakak yang masih rapi dengan bantal dan selimut. Tapi, sudah tak digunakan karena dirinya juga sudah memberikan sebuah tempat tidur yang nyaman.

Sepertinya sang kakak terbiasa meninggalkan jejak.

"Biasanya dia menaruh kunci disini." mengangkat bantal dan menyelipkan tangan di sekitar sofa. Mencari sesuatu yang ia cerna dalam otaknya, merasakan dengan indera peraba. Sesuatu yang keras menubruk kulitnya, membuat fatamorgana abstark dalam otaknya. Mungkin ini benda yang sedang ia cari, sembari mengulas senyum berarti.

Puas...

Tangan kanannya sudah menggenggam benda yang ia dapatkan, tersenyum berarti dengan bangganya. Ia pintar dalam mengingat sesuatu, bukan Kim Taehyung namanya jika ia bodoh dan terlampau jauh dari kata ingat. Dengan semangat kakinya bergerak dengan lutut yang maju bergesekan dengan dingin dan kerasnya lantai, gerakan yang sama seperti ia lakukan disaat usianya sepuluh tahun yang lalu. Onar dan manja...

"Cha, kita lihat apa saja yang ada di dalamnya. Seingatku selera hyung lebih jauh dariku." Kekehnya dengan bangga, membandingkan baju yang ia pakai dengan sang kakak. jika biasanya Baekhyun selalu menggunakan kemeja dan kaos polos, bukan berarti Taehyung bisa mengartikan demikian. justru di luar dugaan dengan kedua mata melototnya, sesuatu membangun jiwa ternganganya.

Di barisan ketiga saat dia sembarang mengambil pakaian, ada sebuah baju berbahan katun lembut. Berwarna hitam legam nampak seperti jas mahal tapi terdapat pasangan cardigan yang cocok untuk dalamnya. Juga ada satu celana panjang coklat tua yang dimana ada merek terkenal di bagian saku belakangnya. Saat namja muda itu membaca alangkah jungkir baliknya dia.

"Hah, ini kan merek terkenal dari Amerika?!"

Bagai tersambat petir, dimana dengan kedua tangannya sendiri. Melihat pakaian yang katanya harganya sama dengan sebuah mobil BMW terpampang di tangannya, di tambah lagi ada rajutan benang emas yang melengkapi keagungan pakain tersebut. Tangannya mendadak bergetar jika bersentuhan dengan barang mahal yang bukan miliknya.

"Luar biasa..." dirinya membatin dengan tatapan termagu dan menelan ludah kesusahan. Semesta yang mengagungkan, tapi...

"Tidak.. mungkin ini hadiah." Mengacuhkannya menaruhnya di tempat yang sama. Dan melihat beberapa pakaian yang sialnya memiliki harga nominal yang ekstrim menurutnya. Astaga, ini melebihi kekayaan yang dimiliki Taehyung dengan hasil keringat sendiri. apakah benar ini milik kakaknya, kenapa dari awal sang kakak tidak memakai pakaian tersebut dan menunjukan kepadanya. Tapi... bukankah dulu dia membenci sang kakak. Bahkan berdamaipun karena dirinya mendapatkan hidayah dari Yang Maha Kuasa.

"Kurasa Baekhyun hyung mendapatkan hadiah dari penggemar, diakan model..." Baekhyun menggelengkan kepalanya dia tak sanggup meneruskan ucapannya lantaran tak sanggup saat melihat tamparan keras sang ibu ke pipinya. Mungkin, jika dia berada diposisi sang kakak dia akan memilih angkat kaki dan menangis diam.

Taehyung tak terlalu memikirkan pakaian mahal sang kakak, dia memasukan lagi pakaian yang merasa jika Baekhyun memakainya akan nyaman dan cocok. Dia tak ingin sang kakak bergerak repot dengan keadaanya yang lemah. Sebagai adik yang baik Taehyung tak ingin menjadi adik yang merepotkan bagi saudaranya.

Atau nanti dia akan di cap sebagai anak tampan yang durhaka.

Terus memasukan, sampai koper sedang miliknya pun hampir penuh. Saat dia memasukan kaus berwarna hijau tosca tiba-tiba saja ada sebuah gulungan yang jatuh dekat di kakinya. Gulungan kertas coklat yang sedikit usang tapi terikat sebuah pita yang berwarna sedikit pudar, dengan bagian belakang yang tembus sebuah cap berwarna merah.

Penasaran....

Membuat tangan lentik miliknya mengambil sebuah keputusan yang bisa saja membuat dia terkejut akhirnya.

"Kertas apa ini?" menatap dengan gerakan kepala ke kanan dan ke kiri. Melihat dengan dua alis terangkat mengernyit. Tangan halusnya merasakan kasarnya kertas yang kemungkinan ini lama. Tapi, jika dia tak tahu akan semakin besar rasa penasarannya atau ia tidak akan nyenyak dalam tidurnya.

Membuka dengan pelan setelah melepaskan ikatan pita pada gulungannya.

Sampai terlihat tulisan pena dengan warna birunya, ada sedikit noda tetes di lembarannya tapi tak apa. justru tak mengganggu, jika dilihat sekilas ini nampak seperti wasiat. Hal yang Taehyung baca adalah warisan pulau di sebuah kota kecil yang Taehyung rasa pernah dengar.

Dengan tanggal dan tahun pembuatan, tidak lama sekitar tujuh tahun yang lalu. Apalagi, ada beberapa alamat dan juga nama yang membuat degub jantung Taehyung seakan ingin berhenti berdetak.

"Byun Min Ra"

nama seseorang yang membuat Taehyung mendadak lemas, apalagi disana dia melihat bagaimana tulisan itu ditulis dengan apik juga sebuah tanda tangan di atasnya.

Membaca dengan perlahan dan setiap bait kalimat ia teliti.

Di dalam kamarnya tak ada seorang pun yang mengganggu konsentrasinya. Pada nyatanya, rasa tak percaya dan terkejut itu kian bertambah. Tak disangka Taehyung meletakkan kembali kertas tersebut, dengan sedikit tergesa dirinya merogoh sesuatu di dalam almarinya. Dia seperti tak peduli bagaimana penampilan tatanan di dalamnya. Mendadak air matanya mengucur dengan deras saat kedua bola mata miliknya berkaca. Jari tangannya terus mencari dan merogoh semakin dalam hingga dia sendiri berharap menemukan sesuatu yang ia bayangkan dalam otaknya.

Peninggalan mendiang sang ibu yang ia rindukan.

"Ini..." diambilnya sebuah kotak yang berada di pojok rak dengan baju sang kakak yang ditumpuk di atasnya. Dengan tangan kanan bergetar Taehyung sudah mengangkat kotak berbahan kayu tersebut, ada sebuah kunci yang nyatanya digunakan untuk membuka. Dilihatnya dengan seksama, sesuatu yang membuat Taehyung berpikir jika Baekhyun sang kakak belum tentu bisa membukanya.

"Apakah..."

Berdiri dengan cepat, dia menaruh kotak itu di ranjang kamarnya. Mengambil sesuatu dari dalam laci kamarnya dan menemukan sebuah kunci yang sempat mengalung di lehernya.

Kunci perak yang ditinggalkan sang ibu setelah beliau pergi tepat dimana sang ayah sukses menceraikan dirinya. ya, Baekhyun dengan kotak dan dia dengan kuncinya. Akan ada sebuah harta karun seperti yang dikatakan ibunya.

Saat dia mencapai kotaknya kembali, dia duduk diatas tempat tidur dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Ini beberapa kalinya Taehyung menjatuhkan air matanya, dengan tatapan sendu yang kentara. Kerongkongannya seakan serak dan hilang, sedih memang... kehilangan tentu saja. Terlebih, ini adalah peninggalan sang ibu untuknya.

Disaat dia membuka kotak peninggalan itu sesuatu membuat dirinya semakin deras menangis. Menjatuhkan air matanya dengan sangat deras, Taehyung tanpa sadar terisak hingga suaranya keluar. Kesedihan menguar dari dalam tubuhnya, memeluk sesuatu yang baru saja ia ambil di dalamnya. Menangis dengan kencang...

Beruntung kamarnya kedap suara hingga manusia di luar sana tak mendengarnya, hanya Tuhan yang tahu bagaimana perasaannya yang mendadak hancur.

Ibu...

Satu kata kuat penuh makna, pejuang sekaligus pahlawan tak terbalaskan. Dia membuat dirinya disini dan menjadi manusia yang pernah bahagia karena kasih sayangnya, wanita kuat dan mencintai dirinya apa adanya. Sungguh Taehyung menangis semakin keras, saat dirinya semakin sesak.

Hingga bibirnya terisak dan memanggil ibu dengan kencang.

"Eomma hikkkksss... eommaaa... hikkksss... EOMMMAA WAE EOMMA HIKKKSS... WAEEE?" Memeluk dengan erat, tubuhnya mendadak bergetar hebat karena tangisnya. Dia yang sedang hancur hatinya dan dia yang sedang menangis dengan sangat dalam. Kemungkinan akan ada beberapa orang yang mendengarnya.

Sepertinya...

.

.

"Senior apa kau mendengar suara?" tanya seorang namja baru yang berada di dalam rumah ini, dia yang membawa sebuah nampan kopi untuk tuannya berhenti sebentar setelah mendengar suara seperti isakan samar di atasnya.

Kyungsoo yang berhenti karena ucapan juniornya juga ikut melirik ke atas. Menajamkan pendengarannya dan melihat tangga diatas, itu kamar Taehyung.

"Apa kau mendengarnya? Tadi aku mendengar seperti ada yang menangis."

Kyungsoo menajamkan pendengarannya, ia mendengar lagi dan itu suara majikan mudanya yang ia kenal. Melihat bagaimana wajah anak baru itu penasaran sampai ingin naik tangga membuat Kyungsoo bergerak cepat untuk melarangnya.

"Kau jangan masuk, bukankah tuan Kim menyuruhmu untuk membuatkan dia minuman?"

Dorong Kyungsoo pada bocah itu, menurutnya ini privasi si tuan rumah. Tak sepantasnya, pembantu semacam dia tahu banyak hal. Mungkin saja Taehyung melepaskan bebannya, tapi...

Jika Baekhyun mendengarnya apakah dia akan tenang.

Jujur saja Kyungsoo jarang mendengar Taehyung menangis terisak seperti itu, sedikit dia mendengar panggilan menyebut eomma.

"Mungkinkah dia merindukan ibunya?"

Kyungsoo sangat hafal bagaimana sesaknya merindukan seorang ibu. Dia juga tak jarang untuk tidak menangis setiap malamnya, nyatanya manja dengan sang ibu bisa melepaskan beban berat dalam manusia dewasa. Dia ingin...

Hanya saja Tuhan sangat menyayangi ibunya begitu juga ibu dari dua majikan mudanya.

"Bawa saja minumannya jika dingin tuan akan marah, kau baru pertama bekerja bukan?" Kyungsoo sedikit menakuti namja di depannya, ini demi kebaikan pikirnya.

.

Taehyung tak tahu mengapa dia bisa meledak seperti ini. Tapi, nyatanya hatinya terasa perih. Mengusap, air mata yang merembes dari kelopaknya. Menatap sekali lagi foto dirinya ketika bayi, yang tengah di gendong oleh wanita cantik yang mirip dengan kakaknya. ibunya...

"Eomma, apakah benar appa menyakitimu. Kenapa kau tega appa, eomma dia wanita sempurna untukmu tapi... ibuku dia jauh dariku karenamu, appa... aku menyayangimu tapi kenapa aku sekarang membencimu?" meremat selembar kertas putih yang sedikit berjamur. Cengkraman kuat itu tertahan sebuah emosi, tatapan tajam dan seakan ingin menghancurkan sesuatu yang mampu meluapkan emosinya.

Kim Taehyung yang menuruni darah ayahnya tak lepas dari kendala jika emosinya juga tak stabil seperti kakaknya.

Dia menyayangi ibunya, bahkan membanggakan mendiang ibunya. menganggap ibunya sekarang tak jauh lebih baik dari wanita yang melahirkannya. Taehyung menyesal tak datang ke pemakaman ibunya untuk terakhir kalinya, dan itu karena ayahnya yang tak memberitahukan apapun padanya. Pada akhirnya dirinya seperti anak durhaka.

"Baekhyun hyung, maafkan aku yang sempat membencimu. Aku menyesal dan aku kesal dengan appa."

Taehyung kembali menangis, ia memeluk sekali lagi foto kecil ibunya. Sebuah peninggalan yang tak ternilai harganya. Bahkan, dia...

"Appa, Tae membencimu..." cengkraman kuat penuh amarah dan dendam. Menatap nyalang dan berapi, apakah ini sebuah pemberontakan?

Entahlah...

Nyatanya si bungsu tahu dan membuat petaka pada sang ayah, hingga dia sendiri pun merasa jika inilah waktunya. Tuhan memberikan karma yang apik mungkin.

Apakah mungkin?

Sampai akhirnya Taehyung pergi dari tempat tidurnya, turun dengan langkah kaki cepat dan menghentak lantai rumahnya. Di atas tangga dia mengusap kasar wajahnya yang basah karena tangisnya, tak peduli akan sembab.

Bahkan, sebelum sampai di kantor sang ayah pun Taehyung sudah berteriak.

Suaranya menyeramkan ketika marah.

..

"Siapkan semua, jangan biarkan Luhan mati atau neraka akan menghancurkan kita."

"Baik tuan, kami akan membawa dia kesini. Sebuah barang bagus tak akan mungkin kau diamakan begitu saja."

"Ya, kau benar... bawakan dengan rapi tanpa lecet. Karena aku membutuhkan seseorang yang apik dalam rencana ini."

"Siap sedia."

Menunduk hormat, dan dijawab dengan senyuman setan mematikan. Seorang pria dengan kekuasaan yang dominan dan kumis tipis di atas bibirnya. Memberikan perintah paten pada anak buahnya.

Tersenyum kemenangan karena...

Apa dia lakukan sesuai rencana.

Entahlah....

......

Tbc...

Terima kasih dukungannya selama ini, tanpa kalian author hanya butiran debu yang tak dikenal dan tanpa peminat. Terima kasih semua, aku cinta kalian...

Bagaimana konfliknya menurut kalian seru tidak? Ini adegan dimana Taehyung akan beraksi sepertinya biar gak abangnya terus kan capek hehehe... oh ya adakah kekurangan dan kelebihan dalam ff ini, jika iya tolong beri komentar agar author bisa memperbaikinya ya, jangan lupa vomment kalian akan selalu author butuhkan.

Kualitas tetap saya jaga agar kalian tidak kabur dan tetap setia.

Bagi haters mohon lewat saja, karena disini untuk pembaca setia dan penikmat sastra cerita.

Pesanku pada kalian,

Kudoakan kalian bahagia selalu....

Salam cinta sayang hangat untuk kalian J

Gomawo and saranghae...

#el

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro