전쟁은 1 단계에서 시작되었다 (68)
" Jahat itu bukan berarti dosa akan tetapi jahat itu bisa dikategorikan sebagai kesalahan, karena dosa sesungguhnya adalah ketika kau tidak percaya dengan Tuhan. Suatu kejahatan yang lebih besar dan keras dari kejahatan di bumi ini."
.
.
(Author **** POV)
Kyungsoo rasa ini semua adalah sebuah candaan yang receh dan tak lucu jika dia mendengar semua pengakuan ini, dia tak bisa berfikir dengan jernih sekarang. Kebenaran itu tentu saja dia fikirkan hingga dia sampai di rumah ini. Tubuhnya ambruk jatuh dengan sedikit lemas karena terkuras jalan kaki. Kyungsoo mungkin bisa menyikapi semua dengan tenang akan tetapi untuk saat ini tidak. Luhan telah membawanya ke dalam masalah pelik yang tak bisa untuk di maklumkan, dia bahkan sempat ingin tak percaya. Bukti mengatakan dengan semua dan Luhan tak pernah berbohong selama ini. kalaupun iya pastinya bukan hal segila ini.
Terlalu lelah menatap sekeliling dinding rumahnya, dia menatap diatas plafon kamarnya. Dia berfikir ini sesuatu yang gila dan tak masuk akal akan tetap, serbuk ekstasi itu ia lihat saat Luhan menunjukan padanya sebuah bukti nyata. Terlalu nekat dan terlalu ramai karena tak seharusnya demikian, apalagi dia salah satu seorang pewaris yang digadang-gadang akan melanjutkan kekayaan ayahnya. Takdir mengejutkannya dengan hal yang Kyungsoo pun bingung untuk menanggapinya.
Dia juga kehabisan kata sampai sekarang dan mengabaikan ucapan ayahnya karena bibirnya terasa berat bergerak. Dia menjadi kacau, sepintas dia ingat untuk apa dia akan belajar satu hal, Byun Baekhyun. Kyungsoo mengambil ponselnya dan mencari kontak sahabatnya yang hampir tiga minggu tak diberi kabar. Dia juga rindu tingkah absurd dua saudara Kim itu hingga dengan cepat dia membuat panggilan. Menunggu sampai panggilan itu terhubung.
"Maaf, nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif mohon-"
Sia-sia dia tak menemukan jawaban juga, mungkin Baekhyun sibuk dan tak bisa menerima telfonnya. "Apa yang kau lakukan Luhan hyung, kau membuat lubang untuk dirimu sendiri." demi persaudaraan ikatan mereka dekat dan kuat akan tetapi kenapa selalu ada permasalahan yang pelik dan membuat mereka merasa hidup semakin berat. Kyungsoo menyadari bahwa Luhan sudah terlalu lama memendam amarah dan dendam, itu semua karena mantan tuannya yang sudah menyepelekan keluarganya. Mungkin Kyungsoo sudah bukan dari bagian rumah itu lagi akan tetapi, jujur... dia juga masih merindukan kehidupannya yang dulu saat dia bisa berkumpul dengan mereka yang membuat dia tak sendirian.
"Aku takut jika kau membuat kesalahan Luhan hyung. Kau panutanku." Nafas itu kian berat, mungkin tidur sebentar akan mengembalikan tubuhnya dengan normal. Nafasnya juga tak terlalu teratur dan dia juga tak mendengar lagi ketika sang ayah memanggilnya dari luar kamar, mengajak dia untuk makan siang tentunya. Terjun ke mimpi, siapa tahu dalam tidurnya dia bisa bertemu dengan ibunya. Semua anak juga pasti merindukan orang tua mereka, benar bukan?
.
Luhan menghabisinya, seorang pria yang kini lehernya tergolok oleh sebuah pisau lipat miliknya sendiri. Kedua matanya tak terkatup dan tentu saja bercak darah di baju miliknya dan rembesan darah keluar dari mayat tersebut. Luhan merasa dia memenangkan pertarungan ini dan menunjukan dirinya di depan sang ibu yang menangis dan menatap tak percaya, putranya di depan matanya tapi bagaikan singa yang lapar nan buas.
Dimana tangan sang anak penuh dengan darah membuat sang ibu mendekati dirinya tanpa ada rasa takut jika darah itu akan menempel di tubuhnya. Luhan merasa dunia seakan berhenti saat dia menatap tak sengaja manik mata sang ibu yang sepertinya terluka. Mungkinkah itu karena dia dengan segala tingkahnya yang berubah 180 derajat? "Luhan sayang, kau-" ibunya menangkup kedua pipinya. Akan tetapi kedua mulut sang anak terkatup, "eomma, kau-" memalingkan wajahnya dan dia seperti menolak untuk mengatakan lebih jauh. Dia tidak kuat dengan atensi itu, seperti badai topan yang berusaha menerbangkannya. Tetapi di depan itu ibunya, wanita yang dia hormati sampai kapanpun meski dia pernah menjadi durhaka.
Hati seorang ibu mana yang tak hancur melihat sang putra datang dalam keadaan seperti ini. Meski dia cukup senang karena tubuhnya sehat tanpa kurang satu apapun akan tetapi kebrutalan itu menghancurkan hatinya dan tentu saja membuat dia merasa jatuh lebih dalam, merasa malu jika berhadapan dengan suaminya kelak ketika dia sudah mati. Gagal mendidik sang anak dan terlebih, kesayangannya sudah membunuh manusia.
Ini saja Luhan merasa hatinya menangis juga sesak apalagi nanti setelah kebenaran itu terjadi dan sang ibu tentunya tahu. Mungkinkah dia juga akan membentak, sanggupkah dia meski dia sempat berdebat hebat dengan wanita yang sudah membawa dia ke dunia. Ingin Luhan berharap jika dia bisu dan tuli sementara dia ingin ketenangan hatinya di saat dia menjadi sesat seperti sekarang.
"Kau darimana saja nak?" dia mengusap pipi sang anak dan membawanya menjauh dari mayat yang hampir merampok uangnya. Gagal dalam bertugas dan menghentikan rombongan kelompok itu agar sudah cukup jangan bekerja lagi untuknya. Akan tetapi dia sudah salah memilih dan justru menjadi senjata bunuh diri untuknya, malang wanita itu hampir menjadi korban jika anaknya tak datang dan menghancurkan sekitar lima belas manusia serakah tak berterima kasih.
Luhan tahu siapa mereka, dan tak menduga sang ibu akan menyewa mereka selama ini. "Jangan melakukan hal bodoh ibu, aku sudah baik dan jangan mencari masalah jika ibu tak ingin mati." Membuang pisau itu dan menghunus sekali lagi leher mayat itu, membuat cipratan beberapa meter tingginya, hal tak terduga yang akan dilakukan sang anak dan membuat gambaran itu menjadi paramedik yang membuat fungsi tubuhnya menjadi lemas dengan lambung terasa mual. Dia tak terbiasa dengan organ manusia yang dicincang.
"Aku melakukan ini karena aku khawatir padamu nak, kau darimana saja aku fikir ayahmu membawamu." Dia menghentikan langkah sang anak yang mencoba menjauh darinya, Luhan hanya takut sang ibu tahu lebih jauh lagi apalagi kepalanya sedikit berputar karena meminta jatah dari serbuk putih itu. Masih aman dalam kantongnya tapi entah untuk besok.
"Jika begitu jangan lagi eomma, aku sudah besar dan kau tak perlu khawatir." Melepaskan tangan sang ibu perlahan dia merasakan keriput tangan wanita yang menjadi pahlawannya itu. "Justru karena kau sudah besar ibu masih mengkhawatirkanmu. Kau ini putra kesayanganku, sudah sewajarnya ibumu hampir gila dan menyewa seorang mafia untuk melawan ayahmu. Aku menyayangimu lebih dari nyawaku dan aku menganggap kau putra kecilku." Tangis itu pecah dengan rembesan air mata yang jatuh dari kelopak mata dan meluncur deras melalu kedua pipinya yang tirus dan sedikit berkeriput.
Bahkan kantung mata itu seperti panda karena kekurangan tidur, memang ini bukan suatu hal yang baik akan tetapi Luhan ingin memeluk sang ibu. sayang dia juga sedang diawasi dan tak ingin membuat kesalahan sama seperti dia hampir ketahuan berbincang dengan orang yang tak diketahui oleh Zou.
"Lepaskan aku eomma, dan tolong jangan campuri urusanku." Dia melepaskan lagi sentuhan sang ibu, apa dia tidak hancur? Tentu saja dia sangat hancur, dia malah membuat sang ibu semakin terisak dengan dirinya yang terus memaksa kedua kakinya untuk berjalan beberapa meter menjauh. Nyonya Xi sampai harus berjalan menyusul mendekati sang anak yang menggelengkan kepala tak ingin di dekati dan ini untuk keamanan juga.
"Tidak, kau anakku aku ibumu. Aku tidak akan melepaskanmu kau ini sudah aku gendong sejak kecil lalu kau meminta aku melepaskanmu?!"
"Kau tidak mengerti eomma, aku hanya ingin berhasil." Luhan merasa kalut bahkan tatapannya semakin kacau karena otaknya mulai melakukan kendali lain. "Lakukan apa hah! kau kenapa berubah acuh apa kau masih membenci ibu? maafkan ibu nak jika kau marah dengan waktu itu. Ibu akan bercerai dengan ayahmu dan membawamu juga Baekhyun dan Taehyung tinggal bersama, Ibu siap menjadi single parent untuk kalian dan satu lagi tak akan aku ulangi kesalahan lagi menjadi setia dengan mendiang ayahmu nak." dia tersenyum di balik tangisnya, membuat Luhan semakin hancur dan tak sanggup melihatnya akan tetapi dia masih bermain dalam permainan Tuhan yang gila ini.
"Kumohon jauhi aku, dan aku minta maaf." Dia melangkah begitu jauh. Luhan berlari dan menepis tangan sang ibu dengan sengaja, berharap wanita cantik itu tak lagi mengejarnya. Dia akan mati lebih cepat sebelum membunuh pria itu jika sang ibu memaksanya pulang atau membawa dia. Ada keinginan yang harus dia wujudkan dan tentu saja hanya dia seorang yang melakukannya.
"LUHAN JANGAN PERGI NAK HIKKSSS... KAU KENAPA SAYANG HIKKSSS... ANAKKU, KUMOHON." Teriakan sang ibu memecah di depan gudang bekas yang hendak menjadi tempat untuk penyekapannya, dia menjatuhkan kedua lututnya dan menatap nanar punggung sang anak yang sudah lari menjauhinya. Dia bukan Luhan putra kesayangannya yang penurut akan tetapi sang putra yang egois.
Tetapi sang ibu tak menyadari kemana mata Luhan mengawasi mereka, dia tak menduga jeratan apa yang sudah membelenggu sang anak. Sebuah rantai yang tak bisa dia putus dan juga dia buka gemboknya, Luhan membutuhkan waktu untuk menghentikan permainan iblis ini. begitu juga dengan niatnya yang sudah matang untuk menghabisi sang ayah sebelum ada yang menghentikan langkahnya. Lebih cepat lebih baik.
Jujur namja bermata rusa itu juga tak tega, dia juga menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa jujur. Dia hanya ingin semua ini selesai dan besok adalah penentuan jalan hidupnya, dia hanya ingin berhasil dan saat selesai dia pasti akan pulang dengan dirinya yang bisa saja menjadi penjahat negara. Nyawa di balas nyawa, kematian sang ayah membawa luka untuknya dan dia tak ingin selalu diam. Dia tak ingin pembunuh itu hidup bersenang-senang apalagi dengan harta yang bukan miliknya.
Luhan menembak salah satu anak buah Zou saat hendak menghalanginya pergi, dia mati dengan kepala yang terkena timah panas tersebut. Luhan tak suka jika ibunya menjadi target pembidikan keparat itu, dia tak mempermasalahkan apa itu anak buah Zou artau orang lain. Yang jelas dia mengambil ponsel milik pria kaku itu dan memasukannya dalam saku, mungkin saja dia akan menemukan bukti baru.
"Matilah kau di neraka." Menendangnya sebagai bentuk pelampiasan yang monogami. Bagaikan seekor bunglon yang bersembunyi di sekitar dan berlari menjauh dari TKP, meski dalam samar suara tangis sang ibu memecah keheningan disini.
"Maafkan aku Tuhan, maafkan aku eomma." perasaan yang terdengar oleh takdir.
.
.
Suara keran air memecah keheningan kamar mandi disana, seseorang bahkan menepuk lantai saat air wastafel itu tumpah karena tersumbat oleh penyegelnya. Baekhyun meringis di saat detak jantungnya bergerak cepat tak normal, membuat dia harus beberapa kali menggigit bibir dan tangannya sendiri agar tak ada teriakan yang lolos disana. Dia bisa saja membangunkan Taehyung yang tidur setelah acara makan tadi siang.
Sepertinya obat bukan sesuatu yang ampuh untuk menenangkan organ penting itu, denyut itu masih sangat sakit dan Baekhyun sempat jungkir balik untuk menahan eksistensi dengan apa yang dinamakan sekarat itu. Lampu yang terang nampak kabur di matanya, dan sekali lagi tangannya meremat dengan kuat dengan tangan satunya yang meninju lantai dengan keras. Dia ingin melampiaskan rasa sakitnya dan menyudahi acara sakaratul maut ini. "Oh tuhan..." merintih dengan menyebut nama Tuhan, lolos begitu saja dan dia hanya manusia yang lemah dengan dirinya yang tak sehat.
"Akhhh... sakit sekali, to-tolong jangan lagi." dia juga seluruh badannya basah kuyup karena air genangan di bawahnya dia juga menubrukan kepala belakangnya pada dinding di belakang, bersandar dengan pasrah namun dengan kaki yang menekuk tak tentu arah. Wajahnya semakin pucat dengan wajah meringis juga mata yang semakin buram. Di dalam pondok kecil ini Baekhyun berusaha untuk tidak memperlihatkan penderitaannya, bahkan sang adik kesayangan masih lelap menjelajahi mimpi.
"Baekhyun kau di dalam?" suara seseorang membuat gencatan penasaran di gendang telinganya. "Jieun, argghh... ke-kenapa dia disini." dia bangun dengan menopang dinding meski sempat terjatuh dan terhuyung gontai, dia memaksa tubuhnya untuk bergerak meski sakit itu meminta agar dia ambruk dan pasrah. Baekhyun bangun dengan susah payah dan meminta agar Tuhan menopangnya untuk beberapa menit, namun, sepertinya dia hanya bisa duduk dengan pasrah dan mengintip seseorang itu dari dalam celah pintu yang dia buka.
Kedua matanya seakan menjadi sedih dan bingung, tanpa sengaja Jieun membangunkan Taehyung dan tentu saja itu menjadi ketakutan untuknya karena dia tahu bagaimana pekanya sang adik. Dalam kesakitannya Jieun melihat bagaimana Taehyung berakrab sapa dengan membawa sebuah makanan, jika Baekhyun sehat sudah pasti dia akan membuka pintu dan menyambut gadis cantik itu. akan tetapi, keadaan tak mengijinkannya dan justru dia terpaksa mengurung dirinya di dalam kamar mandi yang tumpah.
.
"Tae, dimana kakakmu?" gadis cantik itu membuak toples berisi manisan yang baru saja dia beli saat mengadakan perjalanan rekaman video klipnya, dia melihat sekitar dan hanya menemukan Taehyung seorang yang sedang mencomot sebuah kue kering khas irlandia.
Ini sungguh menyenangkan apalagi dia bisa mendapatkan camilan ini secara gratis. "Emmm, mungkin dia sedang mandi karena disana terdengar bising." Tunjuk Taehyung saat dia baru tahu jika suara keran air membuat suara terdengar ramai, Jieun mengikuti arah jari namja muda itu dan tanpa sengaja dia melihat sesuatu bergerak dari pintu itu.
Baekhyun terperanjat, dia melihat bagaimana Jieun sepertinya menyadari keberadaannya. Semoga saja gadis cantik itu tak memiliki inisiatif yang bisa menghancurkan rahasia Baekhyun tentunya.
Jieun merasa jika ada yang baru saja mengawasi akan tetapi dia juga tak akan melakukan hal gila dengan melihat seseorang yang bisa saja mandi di sana. Dia memilih menunggu sembari menunjukan beberapa makanan khas pada Taehyung yang menjadi penggemar makanan sejak dia mengenalnya, lucu sama seperti kakaknya.
Dengan gerakan cepat Baekhyun mengunci kenop itu dan menjatuhkan dirinya karena sudah tak sanggup lagi walau sekedar berdiri saja, dia merasa jika jantungnya menuntut dia untuk berbaring. Air mengucur dengan deras, dan di kepala Baekhyun sudah ada banyak bintang yang terbang, dia menumpukan kepalanya pada kedua tangannya. Basah dan air itu merembes masuk dalam kain yang dia pakai, dengan nafas tersendat juga tatapan yang memburam. Dia tak lagi mendengar tawa canda Taehyung yang sedang kegirangan, mungkin saja dia bisa meninggalkan sang adik dalam tidur sementaranya. Demi apapun rasanya sangat sakit ditambah lagi obat baru saja bekerja.
Dingin dengan segala pelik rasa sakit itu, kakinya sudah tak seliar tadi untuk bergerak dan juga detak jantungnya sedikit normal. Baekhyun hanya mendengar jika seseorang berbisik di telinganya, suaranya membuat dia tenang dan juga damai. 'Baekhyun...' ya, bukan tipuan dan membuat kelopak itu terasa berat. "Eomma..." dia masih mengenal bagaimanas suara ibunya, dia merindukannya apa karena halusinasi semata.
"Bertahanlah anakku.."
Baekhyun menangis tanpa dia sadari air mata itu seakan membuat dia menjadi kembali menyedihkan, dia hanya mengangguk dengan pelan dengan pipi yang terkena genangan air di sana, Baekhyun seperti terkena hujan di bawah lapangan dengan hamparan daun yang berguguran juga. Entah ini sebuah realita atau tidak, namun.... yang dirasakan olehnya adalah rasa sakit yang tak berujung.
"Aku rindu eomma..."
Semoga Taehyung tak mendengar suara menyedihkan kakaknya, tengah sekarat.
.
.
Tuan Kim merasa jika sudah akan ada yang namanya peperangan, kematian ajudan yang baru saja di bawa oleh anak buahnya merupakan sebuah instuisi pemberontakan yang nyata, ditambah lagi peluru perak menembus dengan adil di tempurung otak pria itu.
"Sepertinya kau sudah mulai berperang denganku nak." tawa nista itu muncul dengan sebuah pesan yang tak dikenal dari ponselnya, tangannya meremat dengan ponsel yang juga ikut bergetar. Otaknya terasa pusing seketika tapi dia enggan mengakuinya.
"Kalian siapkan senjata dan juga beberapa pembunuh profesional, bawa apapun yang besar dan juga bawa anjing pelacak yang mematikan." Perintah itu datang dengan telak dan membuat beberapa dari mereka gemetar, tatapan bos mereka yang seakan ingin menguliti mereka, padahal mereka bekerja disini sesuai dengan perintah. Seakan tak peduli dengan apa yang menyebabkan banyak sekali teman mereka yang mati ketika sedang bertugas.
"Apakah ini karena Xi Luhan, orang yang bos anggap sebagai pengacau."
"Aku pikir ini karena anak kandungnya kau tahu bukan jika bos punya tiga anak."
"Ah, ya aku bekerja sebagai pengawalnya sebelum menjadi ke sini."
"Tentu saja, dia kan seorang diktator wajar jika ketiga putranya mencoba membunuhnya"
DOOORRRR!!!
Tubuh ambruk jatuh tanpa permisi membuat salah satu ajudan yang masih mematung itu melihat temannya ambruk dengan kaki yang tak bisa digerakan, hujaman peluru panas menembus kulitnya dan membuat riuh kesakitan itu muncul. Tuan Kim tak suka mendengar celoteh masuk akal dari bawahannya, merasa dihina karena digosipkan oleh bawahannya sendiri.
"Kau makan dengan menggunakan uangku, lalu sekarang kau sakit karena peluruku. Kau membicarakanku dari belakang sementara kau bisa saja aku habisi dalam satu kali tembak. Sangat disayangkan karena kau sudah tunduk di bawahku lama, kau tahu bukan sebaik apa aku."
Pistol itu menempel di belakang ajudan yang sedang kesakitan itu, tubuhnya juga ditindih dengan kaki kanan pria itu sementara tangannya di tarik dengan keras membuat gemelutuk tulang yang berbunyi nyaring. Temannya seperti itu dalam beberapa detik dan membuat dia yang sempat mematung ambruk jatuh ke belakang. Rasanya seperti dia hampir mati jika melakukan hal yang tak disukai oleh bosnya itu.
Pria itu menoleh dan membuat ajudan yang ketakutan itu memohon ampun atas dirinya juga temannya, dia mengatakan hal tersebut dengan nada gemetar dan juga wajah yang sangat ketakutan. Bersujud seperti pada seorang dewa, sungguh sesuatu yang perlu diperdebatkan. Tak ada dewa yang menyakiti manusia lain jika memang dia adalah iblis sejati.
Beruntung ada amnesty yang sudah di berikan, dan membuat keduanya selamat meski satu parah. "Dasar tak tahu diri." Masuk ke dalam istananya, menuju kembali ke singgasananya. Dia merasa bahwa orang-orang di sekitarnya bisa menjadi seorang pengkhianat, dia merasa bahwa bukan hanya Baekhyun saja yang menjadi ancaman, akan tetapi Luhan dia adalah salah satu ancaman terbesar yang perlu dia taklukan. Sebelum dia mendapatkan pulau dan mencuci otak anak bungsunya, Taehyung. Dia akan menghabisi dulu orang-orang yang menghalanginya. Tak ada ampun ataupun ragu.
Bahkan dia sudah menyiapkan senjata meriam untuk menghancurkan sebuah gedung besar, bazoka. Serta menjalankan sesuatu, "Aku percayakan tugas penting padamu, bawakan dia di hadapanku tapi... jangan sampai terluka atau lecet, mengerti!"
.
Bukan keinginan Taehyung untuk melihat sang kakak begini, dia juga tak bisa menghentikan air matanya di dalam mobil ambulance yang memekakan telinganya, sirine sebagai tanda darurat dan juga Jieun yang menenangkan Taehyung dengan merangkulnya, sang adik memang nampak sangat berantakan apalagi melihat sang kakak enggan sadar meski diberi masker oksigen dan pertolongan pertama.
Taehyung bahkan memanggil namanya beberapa kali dengan tenggorokan yang mengganjal karena isaknya. Jieun juga nampak menitikan air mata demi apapun, dia yang menemukan tubuh Baekhyun saat dia merasa aneh dengan air kamar mandi yang merembes keluar dari celah pintu di bawahnya.
Dia tak bisa lupa dengan apa yang terjadi tadi sore dia merasa bahwa, Baekhyun nampak seperti mayat dengan keadaan demikian. denyut masih ada dan tentu saja hal itu membuat kedua orang ini yakin Tuhan masih menyayanginya. Hanya saja Taehyung yang mengalami syok parah hingga dia paling berteriak dengan sangat keras di dalam mobil, dia sudah sembab dengan hidung memerah juga bagaimana Taehyung yang berusaha menyentuh tubuh sang kakak namun ditahan oleh Jieun dan salah satu medis agar pertolongan itu tak terganggu, Taehyung memberontak tapi mereka juga tak mempunyai hak untuk menyalahkan, karena bagaimana pun dia adalah keluarga si pasien.
"BAEKHYUN HYUNG HIKKSSS... HYUNGG TOLONG BUKA MATAMU HUAAAA TOLONG BUKA MATAMU HIKSSS HIKSSS... JANGAN PERGI AARGHHHH LEPASKAN AKU MAU HYUNGKU HIIKKKSSS... HIKKSS..."
Suasana semakin kacau dan tentu saja Kim Taehyung menangis dengan semua rasa sakit di hati dan otaknya.
Jieun tak menyangka jika sisi terlemah Taehyung sangat jatuh seperti ini. sedangkan Baekhyun bertaruh antara hidup dan mati.
.......................
Tbc...
Sudah sampai disini ternyata bentar lagi akan selesai sesuai janji aku. Kebut dengan kecepatan kilat sampai kalian merasa bahagia karena bentar lagi ff ini akan selesai, setelah ini aku akan fokus dengan satu ff lagi agar bisa selesai. sekarang aku main prioritas biar konsisten.
Berikan masukan untuk chapter ini, jangan lupa apresiasinya ya.
Aku cinta kalian, gomawo and saranghae...
Kecup, salam dan cinta.
#ell
15/06/2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro