Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

인간은 신이 되려고 노력합니까? (67)

"Hidup seperti melakukan sebuah trik dimana takdir bisa mempermainkan manusia, di balik tirai belakang panggung mereka menangis dan bersedih akan tetapi di depan sesama mereka tersenyum tanpa beban. Sama halnya dengan menyimpan sebuah rahasia besar yang bisa saja membuat kehidupan runtuh dalam beberapa detik."

.

.

.

(Author **** POV)

Sudah tengah siang dimana waktu tepat menunjukan pukul satu siang, Taehyung sedikit senang lantaran pesanan sudah habis dan dia mengantarkannya dengan semangat bersama sang kakak tentunya. Ngomong-ngomong sang adik merasa senang karena sang kakak mempersilahkannya membantu, dia tak merasa jenuh di dalam ruangan yang berdinding kayu disana. Sudah bosan dengan acara tayang ulang yang kadang di siarkan televisi negara. Kebanyakan menampilkan tontonan kriminal ketimbang animasi atau kartun dan jelas-jelas membuat otak Kim Taehyung tak sampai mencerna hal itu.

"Tae apa kau lapar?" tawar sang kakak, dia merasa lapar dan tentu saja dia buyar dengan lamunannya yang memikirkan keadaan yang sangat pelik. Sang kakak seperti memberikan sebuah penawaran menarik yang bisa membuat bahagai perutnya, tentu saja dia menganggukan kepalanya dengan penuh semangat. "Ya daging bulgogi sepertinya sangat enak hyung." perutnya terasa keroncongan dan dia tak bohong karena bunyinya sangat nyaring menarik perhatian sang kakak yang memberikan tawa kekehannya.

"Ya anak manja aku akan membawamu ke restaurant langgananku, tentu saja dengan harga murah tapi kualitas berkelas." Dia merangkulnya membawanya dengan langkah cepat, membuat Taehyung sedikit meringis renyah karena rasa bahagia di perutnya semakin bergejolak.

"Tapi aku akan dapat daging kan hyung?" matanya berbinar, dia sangat ingin daging itu. mengecap rasa manis dan pedas di panggkal lidahnya dan berjalan ke tenggorokan bersama ludahnya. Sensasi itu sudah jarang dia dapatkan di satu bulan ini, tentu saja sang kakak juga bukan orang yang pelit saat dia menghasilkan sesuatu dengan jumlah yang banyak. "Kau selalu mendapatkan apa yang kau mau dongsaeng kesayangan." Polesnya dengan gemas.

"Eh benarkah, astaga hyungku sangat baik... kalau begitu ijinkan aku menghabiskan dua piring penuh." Dia nampak antusias, dan berhasil melepaskan diri dari rangkulan sang kakak berjalan mundur sembari menunjukan wajah polos dan lucunya. Dia tentu saja memakai masker agar tidak dikenali oleh masyarakat kota yang bisa saja mengerubunginya penuh. "Memangnya sejak kapan hyungmu jahat, bukankah kau selalu memanjakan perutmu hingga kau nampak seperti wanita hamil tiga bulan." Lihat betapa lucunya saat Taehyung merengutkan bibirnya mendengar candaan sang kakak yang mengejeknya halus.

"Tak bisakah kau tak membahas tentang fisikku, aku tahu aku kurang sispack akan tetapi banyak orang bilang mereka menyukaiku apa adanya dan lagi aku malas berolahraga." Alasan, dan membuat sang kakak memutar matanya malas, tak masuk akal tentu saja. Dia kakaknya maka Baekhyun tak perlu penjelasan gamblang mengenai siapa Kim Taehyung sebenarnya. "Ya, yambulia kau maha benar dengan sejuta alasanmu." Membungkuk dan melaukan candaan memainkan peran seperti aktor yang bermain dengan drama kolosal.

Butuh waktu sepuluh menit mereka berjalan, melewati beberapa mall dan juga toko fashion branded yang sempat membuat Taehyung hampir terpincut karenanya. Beruntung dia meminta sang kakak untuk terus menariknya agar lambaian tangan baju bermerek itu tak ia indahkan, sejujurnya Taehyung berjalan seperti menuju neraka kerakusan dimana banyak sekali cobaan untuk beberapa lembar uang yang berharga di dompetnya. Dia bukan artis yang miskin hanya saja dia sedang melakukan penghematan di ekonomi, tak membutuhkan jurusan perkuliahan ilmu ekonomi karena dia sudah diajarkan sang kakak yang handal dalam menyimpan uang.

Taehyung melihat depan restaurant rekomendasi sang kakak dengan wajah sedikit terpukau, dia tak menyangka ada tempat seindah dan juga luas untuk hitungan makanan murah. Apakah dia terlalu lama di atas panggung dan televisi sampai dia tidak tahu seluk beluk kota, dengan cepat dia menyusul sang kakak yang sudah dahulu masuk. Dia melihat Baekhyun yang memilih tempat meja makan, disana juga ramai dengan pengunjung dan oh... makanannya nampak lezat dan membuat perut mereka semakin keroncongan.

"Hyung kita pilih meja disana, lebih ke privasi. Kau tahu aku artis besar." Lagi-lagi dia menyombongkan dirinya dan membuat sang kakak tersenyum masam, dia juga tak peduli siapa adiknya karena Taehyung tetaplah Taehyung adiknya. "Baiklah bayi besar, ayo kita makan agar perutmu tidak mempermalukan rasa egomu yang besar ini." dia mencubit perut sang adik dan seketika Taehyung memprotes dia merasa geli dan itu sungguh memang sakit dengan cubitan seakan dia membangunkannya dari mimpi.

"Yaaaakkk, jangan lakukan itu." beberapa pengunjung menjatuhkan perhatian ke mereka, dan membuat rona pipi merah itu muncul di kedua pipi Taehyung yang tersipu melihat sekitar, sungguh bodoh rutuknya pada diri sendiri. Bukan membantu justru sang kakak tertawa terpingkal dan menuju tempat duduk yang sudah ia tetapkan dia tidak perlu menggandeng Taehyung karena dia bukan anak kecil lagi seperti terakhir mereka bermain di salah satu play group.

"Astaga kau cemberut, silahkan saja sampai kapan kau kuat mendiamiku, hem." Baekhyun juga merasa terhibur dia sedikit plong dengan menjahili sang adik yang menurutnya memang pantas untuk dibully olehnya. Lagi, Taehyung kalah telak dan memilih membuka buku menu yang mungkin akan menenangkan kekesalannya, dan demi apapun dia tak marah. Justru dia tersenyum di balik buku menu yang sengaja dia buat di posisi berdiri.

Baekhyun memperhatikan sekitar dia sudah rindu dengan tempat ini, kapan dia kesini entahlah mungkin bulan awal kemarin ketika dia membutuhkan waktu sendiri saat dia habis bertengkar dengan sang adik. Dia memang suka mencari review tentang makanan terbaik dan tentu saja mencicipi makanan selagi dia hidup adalah cara untuk menikmati hidupnya di sisa umurnya yang sedang berada di ujung tanduk. Tuhan mungkin saja akan bertanya pada dirinya hal apa yang dia lakukan selama hidup, mungkin saja jika dia memang masuk ke dalam surga. Dia berharap jika Tuhan sudi mempersatukan antara dirinya dengan sang ibu jika waktu tiba. Tapi, di sisi lain dia juga memikirkan nasib Taehyung ke depannya di saat suasana keluarga sedang porak-poranda.

Sepintas dia menatap datar ke meja utara dan selatan akan tetapi di sebelah barat seseorang yang memakai baju sedikit mencolok dan sedang memperhatikan dirinya tanpa sengaja. Membuat kedua mata Baekhyun bertatap langsung dengannya, wanita yang pernah menjadikan dia anak dan mengusirnya terakhir kali. "Eomma..." lirih dan tentu saja bibir itu bergerak, mungkin saja terbaca oleh wanita itu yang memperhatikan sekitar guna memastikan sesuatu.

"Hyung kau mau apa, sup sapi atau udon? Kalau aku bulgogi sapi saja hyung yang kelihatan enak atau ayam goreng renyah ini." Taehyung menawari pesanan untuk sang kakak, dia menunggu jawaban dan berfikir mungkin saja dia sedang memikir pesanan untuk dirinya sendiri. Sedikit lama, dan membuat dia menjatuhkan bukunya dan melihat sang kakak yang menatap dengan diam di suatu arah. Taehyung merasa sang kakak tak mendengarkan bicaranya,

"Hyung... kau tak apa, hei?" Baekhyun sadar saat sang adik mengguncang tangannya membuat dia menampilkan wajah bodoh terbaiknya dan dibalas wajah masam dan ringisan kecewa sang adik. "Eh... ya ada apa Tae?" sungguh dramatis saat Taehyung tahu sang kakak tak mendengarkan dirinya dan jujur dirinya juga terlalu malas mengulang perkataannya.

"Apa yang kau lihat hyung?" Taehyung mengedarkan pandangannya juga dia merasa jika sang kakak seperti tidak fokus lagi untuk mendengarkan pertanyaannya. Benar saja butuh waktu tiga detik untuk menemukan seseorang yang membuat sang kakak tak fokus. "Eoh eomma, kau disini?" Taehyung sangat senang akan tetapi dia juga ingat jika... sempat ada hubungan yang memanas antara sang ibu dengan sang kakak. Taehyung jadi ragu untuk berdiri dan memeluk ibunya manakala dia melihat sang kakak menunduk sedih. Mungkin saja... Baekhyun sempat takut karena disudutkan seperti waktu itu. Taehyung juga tak bisa menerimanya meski dia tahu kalau ibunya begitu karena Luhan yang terluka.

Tersenyum dan wanita itu berdiri, dia mendekati kedua putranya dan memeberikan kecupan sayang di dahi Taehyung yang memejamkan matanya sebentar. Meresapi kasih sayang orang tua yang sudah dia rindukan sejak beberapa minggu, dia berharap untuk tetap seperti ini tapi apakah mungkin? Pada akhirnya dia melihat sang ibu yang duduk di samping Baekhyun yang tak mengangkat kepalanya sama sekali apalagi menyapa, bukannya tak sopan akan tetapi namja itu takut dan canggung dengan situasi yang mendadak ini.

"Bagaimana kabarmu Baekhyun, anakku..." suara selembut sutra dan membuat namja itu menoleh tercengang. Seperti ucapan dari surga yang membuat ketenangan itu ada dan rindu pecah. Air mata itu tentu saja diusap oleh sang ibu sayang, dia juga mengulas senyum cantiknya dan mengusap rambut sang anak lalu menariknya dalam pelukan sayangnya. "Eomma merindukanmu sayang, merindukan Taehyung juga." tak ada kebohongan apalagi kemarahan seperti waktu itu.

Taehyung disana juga tak bisa menahan luncuran air matanya bahkan dia juga tak peduli apa pandangan orang yang memperhatikan mereka bertiga, ini moment yang sudah ditunggu sejak saat itu. Tuhan sudah membantu membuat situsi rumit ini sedikit longgar dan Baekhyun bisa bernafas lega karena dia sudah dimaafkan oleh wanita yang menjadi ibu sambungnya. Rasanya tenang dan damai, sampai Baekhyun juga lupa dengan apa yang menjadi masalah saat mengingat Luhan sang kakak.

Suasana melankolis memang....

.

Seseorang mengamati ketiganya dari luar, dan dia tak berniat untuk menganggu moment haru itu. Dia sadar bahwa bukan sekarang dia menunjukan dirinya, dia bahkan mempunyai tujuan lain untuk apa kesini. Dia sekedar lewat dan tak ada maksut untuk mampir, meskipun di dalam hatinya ada satu pacuan yang membuat dia sempat goyah. Dengan keputusannya, sesat memang tapi apa mau dikata dia sudah terlanjur dan akan sangat disayangkan jika dia kembali

Memakai kacamata hitamnya dan membenarkan maskernya tidak ada yang mengenalnya barang sedikitpun, dia berjalan ke sana di sebuah halte bus yang ada di persimpangan jauh dari restaurant tadi, Melihat waktu yang sudah menunjukan pukul 13.20 siang, dia juga memeriksa ponsel yang berisi pesan bahwa seseorang sudah menunggunya sejak sepuluh menit tadi. Tak peduli jika dia terlambat.

Dia sampai, dan tentu saja seseorang yang menunggunya masih belum sadar akan kehadirannya, membuat dia bersuara dan membuat terkejut seseorang itu.

"Luhan hyung?" dia tahu dan dia masih mengenal cara bicaranya membuat Kyungsoo terkejut dan tentu saja dia berdiri dengan mulut menganga tak percaya. Setelah sekian lama kabar sang kakak yang menghilang dia datang dengan membawa penyamaran dan membuat dia blank seketika. "Kau masih mengenalku rupanya." Luhan melepaskan masker dan kacamatanya, dia sudah tak membutuhkan penyamaran di depan orang yang dia percayai setelah adik-adiknya. Candaan yang tak lucu sebenarnya dan hanya dibalas tatapan bingung oleh Kyungsoo sendiri.

"Darimana saja kau hyung. semua orang mencarimu dan kau-"

"Aku dimanapun yang aku mau dan aku datang untuk tidak mengejutkanmu akan tetapi menemuimu dimana aku tak bisa melakukan hal ini sendiri, aku ingin mengajakmu kerjasama." Luhan berharap dia bisa agar apa yang dia rencanakan tercapai, akan tetapi suaranya sedikit serak dan membuat dia terbatuk.

Kyungsoo memperhatikan tubuh sang kakak yang kurus dengan lesung pipi yang sudah menyusut, dengan kelopak mata yang seperti kurang tidur. Kyungsoo sampai ingin memanggil pihak polisi atau rumah sakit untuk membantu Luhan yang nampak habis mengalami kekerasan. "Kau tidak usah merepotkan dirimu, aku sehat dan aku baik. Aku hanya jatuh." Ucapannya mengambang seakan dia ingin memainkan sebuah intrik permasalahannya.

Kyungsoo masih tak mengerti tapi otaknya mencerna. "Jatuh, apa kau terluka Luhan hyung?" sungguh rasa khawatir itu melebihi dirinya sendiri. Bagaimana tidak? Selepas masalah yang menurutnya mengerikan itu ayahnya keluar begitu juga dirinya dan melakoni bisnis dagang kecilan dengan uang tabungan mereka, sudah sebulan lebih mereka bisa menghidupi dengan kehidupan sederhana mereka, dan di balik itu semua mereka juga mencari keberadaan Luhan yang dikabarkan menghilang. Bahkan nyonya Xi sempat menangis dua minggu lamanya sampai dia pasrah bagaimana menemukan sang anak dengan apa adanya.

"Ya, jatuh ini membuatku tenggelam tapi kau tidak perlu tahu dan ikut karena ini berbahaya." Luhan mengucapkannya dengan senyum yang tipis akan tetapi wajahnya nampak menyembunyikan sesuatu yang Kyungsoo yakini itu bukan sesuatu yang baik. "Kau tidak jujur hyung." tentu saja Luhan tak bisa membalas ucapannya itu dan memilih mengangkat bahunya semu.

Tetap saja Luhan tak akan bisa mengatakan jujur secara langsung, karena dia ingat bagaimana kecewanya Baekhyun dengan dirinya. Dia juga cukup takut dan membuat dia depresi, perlahan depresi membunuhnya juga.

"Bantu aku Kyung, hanya kau yang aku percayai untuk tanggung jawab ini."

Untuk pertama kalinya dia melihat Luhan seperti putus asa, dan sangat memohon. Rasanya aneh karena Luhan sekana tak hidup meski dia bernyawa. Jiwanya mati begitu juga dengan tubuhnya yang bergerak layak boneka hidup. Membuat Kyungsoo terkatup bingung sebelum dia mendengar apa yang dikatakan Luhan sebenarnya.

Ada yang menangis....

.

.

Tuan Kim merasa jika seseorang telah menantangnya, anjing dengan jenis dominsian mati tergeletak dengan banyak busa yang keluar dari mulutnya. Bukan karena dia rabies akan tetapi seseorang telah merenggang nyawa peliharaan yang sering dia ajak jalan-jalan.

Tentu saja yang menjadi korban pelampiasan kemarahan itu adalah salah satu pelayan yang bertugas merawat peliharaannya. Dihajar habis sampai dia batuk darah, tak tahu menahu kenapa bisa demikian dan dia yang menjadi korban sekarat hanya karena seekor anjing. "Siapa yang melakukan hal hina padaku seperti ini." dia menarik rambut pria malang itu tanpa ampun dan membanting wajahnya di lantai. Membuat beberapa ajudan yang berada di kanan kirinya pura-pura tak peduli karena tak ingin dibunuh tuannya juga.

Entah sejak kapan pria dengan segala kemunafikan itu semakin parah, dia memang mempunyai banyak nama akan tetapi nama asli yang tak pernah dia ungkapkan bahkan di depan istri dan anaknya sekalipun. Tipu muslihat apa yang akan dia lakukan hanya untuk meneguk air di atas cawan emas. Pantas memang jika Baekhyun sendiri membencinya sampai mati, jika dilihat anjing lebih baik ketimbang dirinya.

"Percuma aku mempertahankan pekerja sepertimu, kalian berdua bawa dia dan lakukan hal yang bisa membuatku puas dengan kerja kalian. Siksa dia sampai dia tak bisa lagi bernafas." Hilang akal sudah bahkan dia tak peduli dengan apa itu mohon ampun dan apa itu manusiawi, dia seperti merampas hak hidup seseorang dan bertindak seperti Tuhan. Setan memang dan akan menjadi iblis jika dibiarkan.

"Ampuni saya. Tolong maafkan saya tuan aku minta maaf hikksss... hiksss... tolong jangan siksa saya. Istri dan anak saya menunggu saya aku minta maaf." malang, sekali karena dia diseret dengan paksa dan tentu saja bos kejam itu juga tak peduli yang dia fokuskan adalah siapa yang berani dengan ini. Anjing di bunuh dan bangkainya di berikan dalam sebuah kotak kado di depan pintunya. Seperti sebuah kode mematikan untuknya, dia memang sedikit gentar akan tetapi senyum itu mengembang setelah tahu siapa penyebabnya. "Aku tahu kau memang akan menunjukan kemampuanmu nak, akan tetapi kau juga akan mati sama seperti kematian ayahmu yang tragis." Tipu muslihat apa yang akan dia lakukan, terasa menyeramkan saat ambisi itu kambuh.

Dengan satu tembakan meloloskan pelurunya, menjatuhkan salah satu figura foto sedang diatas meja disana. Retak pada kacanya dan membuat senyum di gambar itu buruk. Xi Luhan target yang dipecahkan oleh ayah tirinya, benar jika tak semua ayah tiri itu baik.

Ambisi? Mengerikan...

.

Baekhyun tak bisa memakan makanannya lagi, dia kehilangan nafsu makannya dan dia kenyang melihat Taehyung makan dengan lahap. Dia juga tersenyum saat melihat Taehyung mengangkat sebelah alisnya, heran melihat sang kakak seperti berpuasa sekarang. "Kenapa makananmu masih utuh, hyung?" makanan itu penuh di dalam mulutnya, membuat suara tidak terlalu jelas. "Karena melihatmu makan sudah membuatku kenyang, lanjutkan habiskan punyaku jika perlu." Baekhyun menyodorkan miliknya dan ada banyak daging disana. Mereka memesan ramen, dan tentu saja Taehyung tak menyesal karena menolak bulgogi.

"Aku tidak serakus itu untuk makan hyung." menaruh sumpitnya dan menatap sang kakak penuh curiga, tak biasanya. "Ya, tapi perutmu masih bisa menampung milikku." Dia mengedipkan mata dan menambah beberapa sambal di atas makanan milik sang adik, tentu saja mengaduknya demikian. Taehyung pun juga protes dan dia menyingkirkan tangan nakal sang kakak, kuah itu merah dan masih mengepul panas. Oh demi apapun makanannya yang tinggal seperempat itu sudah tak minat lagi untuknya.

"Aku kan tidak suka pedas hyung." Taehyung mendorong sedikit jauh mangkuk miliknya, Baekhyun juga tak masalah dan mengambil mangkuk sang adik. Dia melakukan penukaran agar Taehyung mau menghabiskan makanannya. "Demi Tuhan kau sangat licik untuk membuatku gendut." Pada akhirnya dia menerima mangkuk itu dan sang kakak menghabiskan miliknya yang sudah terkontaminasi oleh rasa pedas mematikan itu. "Ya, kau babi gendut kesayanganku." Baekhyun merasa menang dan dia juga tidak ingin memaksa perutnya jika tak nafsu makan, akan tetapi dia bisa menjahili bayi besar disana.

"Aku bukan babi, eoh." Taehyung menjulurkan lidahnya dia juga memasang wajah kesal dengan mulut memasukan makanan yang sudah menjadi hak patennya.

"Benar, akan tetapi bagiku kau babi kesayanganku." Untung saja lidahnya sudah kebal dengan rasa pedas, dia begitu menyukai rasa pedas itu. Ajaran sang ibu yang begitu menggilai masakan pedas dan manis, memang buah jatuh tak jauh dari pohonnya. "Terserah aku akan menghabiskannya." Final dan Taehyung tak ingin terjebak dengan perdebatan bodoh ini. Tapi dia juga menyukainya terlihat dia tersenyum dengan wajah yang sengaja dia tundukan, dia menyukai hal seperti ini. Baekhyun memang tahu cara membuat dia kesal sekaligus sayang dalam satu hal bersamaan.

Itulah mengapa dia sangat menyayangi sang kakak, akan tetapi dia juga tak tahu kalau sebenarnya Baekhyun menyimpan masalah dan itu semua karena tawa palsu yang bisa dibuat olehnya.

Kenyataannya... Baekhyun mampu melakukan actingnya dengan baik. Berharap jika sang ibu tidak melakukan tindakan gegabah setelah dia mengatakan hal itu. Berat memang akan tetapi dia berharap masih ada harapan untuk sang kakak, meski dia berada di jalan setan.

Baekhyun pernah terjebak satu kali, dan tentu saja itu adalah terakhir yang dia lakukan seumur hidupnya.

Sampai kapan Tuhan akan membebaskan hal ini semua?

..............................

Tbc...

Hai, semua terima kasih sudah menunggu chapter ini, author cukup puas karena bisa updete kilat. Semoga kalian suka dengan jalan cerita ini ya, aku persembahkan untuk readers tersayang yang sudah mendukungku selama ini.

Jangan lupa jaga kesehatan kalian, dan mohon apresiasinya untuk para penulis dia dunia orange. Jangan biarkan literasi di negara ini mati oke...

Aku sayang kalian semua...

Salam cinta dan hangat,

#ell

14/06/2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro