과거는 현재에 묶여있다. (23)
"Remember my smile in your heart, think about several a day."
- Byun Baekhyun –
.
.
.
(Author **** POV)
(Flashback **** ON)
Osaka, sebuah kota yang berada di wilayah Kansai, Jepang. Merupakan sebuah kota yang memiliki penduduk terbanyak nomor tiga berdasarkan undang-undang otonomi lokal yang telah di tetapkan. Tak lupa dengan predikat yang dianggap sebagai kawasan Keinhanshin yang merupakan pusat industri dan pelabuhan daerah metropolitan Osaka-Kobe-Kyoto.
Seperti gelar yang di dapat kota tersebut, tak pernah ada sedikitpun rasa sepi menyelimuti kota tersebut kecuali gang-gang sempit yang jarang untuk di lewati. Beberapa manusia masih berlalu lalang, meski malam sudah datang. Hanya dengan penerangan lampu jalan yang memenuhi setiap sudutnya. Berada di sisi bunga sakura yang bermekaran karena musimnya. Sungguh, pemandangan malam jauh lebih cantik saat dilihat.
Hawa dingin khas malam begitu terasa menyentuh kulit, menusuk bagi mereka yang menginjakan kakinya di luar. Tak sedikit dari mereka yang memakai jaket tebal guna menjadi pelindung mereka.
Diantara langkah kaki besar mereka, ada suara langkah kaki kecil yang berjalan sesuai irama telapak kaki yang terselimut oleh sepatu putihnya. Tangan kanan yang membawa sebuah keranjang dari daun pandan, jaket tebal berwarna coklat tua menyelimuti tubuh mungilnya. Rambut hitam legam bak arang sedikit berantakan lantaran, sang empu belum sempat merapikannya. Melangkahkan kakinya, memaksakan tubuhnya yang cukup lelah setelah beraktifitas, oh jangan lupa bagaimana wajah lelahnya terhias akan kelopak mengantuknya.
Diliriknya arloji di tangannya. Pukul 21.00 malam, rasanya ingin sekali dirinya menghempaskan tubuh lelahnya. Bergelung dengan selimut kesayangannya dan selingkuh dengan kasur juga guling kesayangannya. Melepas semua penat dan lelah yang begitu menyiksa tubuhnya akhir-akhir ini. entah karena semangatnya hilang atau apa, hanya saja tubuh tak enaknya menunjukan jika musim semi hari ini tak berpihak pada daya tahan tubuhnya.
Tapi, ketika manik matanya melihat seikat uang yang lumayan banyak. Uang yang ia sengaja taruh di keranjang yang sedang ia tenteng. Rasa bahagia itu menyeruak, kepuasan yang meninggi itu muncul. Memenuhi hati dan pikirannya, kepuasan yang begitu mendalam ia rasa. Tak sia-sia dengan apa yang ia kerjakan semenjak pagi menjelang hingga malam tiba. Menghabiskan waktu liburan sekolahnya, dengan mencari penghasilan.
Kim Baekhyun, atau sekarang yang berganti marga Byun Baekhyun. mengikuti marga sang ibu yang telah melekat dalam dirinya, marga Kim yang ia sandang kini milik sang adik sepenuhnya. Tak ada lagi gelar sang ayah dalam akta keluarganya. Kenangan dan juga status sebagai warga negara Korea telah berpendar, terganti dengan nama negeri Sakura ini.
Baekhyun tak hentinya mengulas senyumnya, menatap hasil jerih payah yang tak seberapa itu. mengingat bagaimana wajah para pelanggannya yang merasa puas karena makanan tak seberapanya, ditambah lagi Baekhyun mampu meringankan sang ibu. Berusaha membebaskan utang sang ibu dengan caranya sendiri, yah... meski belum besar. Tapi Baekhyun berusaha, karena dirinya masih banyak belajar. Baekhyun memang belum berpengalaman dalam dunia kerja, mengingat dirinya baru saja lulus dari SMA dan mengenyam bangku kuliah beberapa bulan.
Mengambil jurusan Managemen Akuntasi. Berharap di kemudian hari dirinya bisa masuk dalam perusahaan dengan cabang besar, berpenghasilan tinggi yang mampu memenuhi kebutuhan sang ibu dan juga dirinya. Bermimpi membangunkan rumah yang besar dan nyaman untuk sang ibu. Membuat masa tua sang ibu di kemudian hari terisi akan kenyamanan dan kebahagiaan, dan bukannya rasa lelah berkepanjangan dengan pikiran yang sulit. Tentang bagaimana caranya bertahan dan hidup dengan dunia yang keras ini.
Tak terasa lagi olehnya rasa dingin di tubuhnya. Justru langkah kakinya semakin cepat dan cepat tak sabar. Untuk segera sampai ke rumah. Memberikan hasil jerih payahnya pada sang ibu, berharap apa yang ia lakukan dapat membantu sang ibu, meski kecil.
"Tuhan terima kasih untuk karuniamu hari ini, aku bersyukur. Semoga engkau masih sudi memberikan kenikmatan yang sederhana untukku dan ibuku. Aamiin.." doa Baekhyun setelah memejamkan matanya dan mengapit kelima jarinya di antara dua tangannya. Ucap syukur yang ia panjatkan merupakan bukti bahwa, setiap manusia harus selalu berterima kasih, pada sang pencipta dunia dan isinya.
Peluh keringat ia seka, sebentar lagi dirinya sampai. Ternyata berjualan makanan khas Korea yang ia ketahui dari ajaran sang ibu memang bukanlah hal yang salah disini. banyak dari warga Jepang yang penasaran dan mencoba makanan yang ia buat dengan cinta. Berharap banyak yang menyukainya, melihat sunggingan senyum kebahagiaan adalah obat paling mujarab untuk menyembuhkan kesedihan hatinya juga senyuman sang ibu yang menjadi penyemangat untuk dirinya.
Jujur, bertahun-tahun Baekhyun tinggal disini, tak sedikitpun Baekhyun tak merasakan ketidakrinduan. Sudah lama rasa rindu itu ia tahan, berharap kedua netranya mampu menatap langsung rupa dan seseorang yang ia yakini telah tumbuh dari hari kehari. Berharap kedua telinganya masih bisa mendengar secara langsung suara mungil, berharap jika kedua tangannya yang kini terasa dingin mampu merangkul dan mendorong tubuh sang rindu dalam pelukannya. Mengucapkan seluruh kata kerinduan yang ia tampung, hingga mencapai kapasitas tinggi yang tak tertahan.
"Taehyung, bagaimana kabarmu Saeng? Sudahkah kau makan dan belajar? apakah kau masih saja Taehyung yang dulu, dongsaeng menggemaskan dan manja? Kuharap kau tidak merepotkan appa dengan sifat manjamu. Kau tahu appa sangat galak bukan? Tae.... Hyung rindu padamu, rindukah kau dengan hyungmu ini?"
Ditatapnya cahaya kecil berpendar di sana, bersebelahan dengan rembulan yang begitu memikat di dalam penglihatannya. Diantara ribuan titik cahaya, hanya satu titik kecil itulah yang mampu menjadi pemikat atensi sebuah Baekhyun.
Tersenyum dengan manis, seakan mengajak sang bintang tersenyum. Terkagum saat tak sengaja dirinya melihat sebuah bintang dengan ekornya melintas cepat di atas langit, ketika ingat dongeng masa kecil yang pernah ia bacakan untuk tidur sang adik.
Baekhyun.
Dirinya menghentikan langkah kakinya, menautkan kedua tangannya kembali. Memejamkan matanya. kedua senyum tipis di wajahnya masih setia melekat padanya, hanya harapan dan juga hati kecilnya yang berbicara. Terdengar aneh memang saat Baekhyun percaya akan sebuah tahayul dari sebuah buku dongeng masa kecilnya.
Jika, sebuah bintang jatuh akan mengabulkan harapan bagi mereka yang mempercayainya...
.
Nafas yang lolos dari paru-parunya penuh kelegaan. Menatap langit, seakan tatapannya mengucapkan sebuah ungkapan 'terima kasih'. Tak menghiraukan aktifitas di sekitarnya. Bahkan tak menghiraukan seorang yeoja yang menatap dirinya dengan terheran.
Ya, seorang Yeoja yang tengah menikmati musiknya. Seketika menghentikan kakinya, kedua netranya tak sengaja melihat aktifitas kecil Baekhyun. Punggung sempit Baekhyun yang menjadi atensinya. Entah kenapa yeoja dengan paras cantiknya itu tersenyum tanpa sadar. Bukan karena apa, hanya saja. Ternyata masih ada yang percaya akan sebuah harapan bintang jatuh, selain dirinya.
Pertemuan yang tak terduga dimana, keduanya saling tak mengenal dan tak tahu menahu akan keberadaan mereka dalam satu lokasi.
Cukup lama saat kedua manik yeoja dengan namja Jieun di name tag seragamnya tertera. Melihat bagaimana punggung sempit itu masih berdiri di sana. Seakan tertarik Jieun mencoba menghampirinya, namun di pikirannya yang lain ada rasa ragu dan canggung. Fakta bahwa Jieun tak mengenal siapa namja yang membuat ia penasaran akan sikapnya. Bahkan Jieun juga hanya seorang pelancong yang melakukan study kuliahnya. Menghabiskan waktu liburan semesternya. Mengisi laporan mengenai keberagaman budaya negara yang ia kunjungi saat ini.
Lalu apakah terdengar sopan jika seorang pelancong asing mencoba atau sok akrab dengan orang yang tak dikenalnya.
Ah, betapa bodohnya dan Jieun enggan melakukannya. Mengurung semua niat awalnya, untuk berinteraksi dengan dirinya. Memilih untuk membalikan badannya, kembali menuju kerumunan mahasiswa yang tak jauh darinya.
Tap...
Tap...
Tap...
"Nenek, anda belum makan?"
Tap...
.
Seketika langkah kaki itu berhenti. Memutar posisi tubuhnya, seketika tubuhnya refleks melakukannya kala mendengar suara seseorang yang membuka batinnya untuk melihat.
"Nenek, jika berkenan anda bisa memakan roti dan meminum air mineral ini. jangan biarkan dirimu kelaparan nek, atau kau akan sakit." Uluran tangan dengan dua buah roti berukuran cukup besar, dan sebotol air mineral yang diambilnya dari saku jaket tebalnya.
"Terima kasih nak... hikkss... kau baik sekali dengan nenek hikkss... hikksss..."
Tangis itu pecah, wajah keriput itu basah akan air mata. Tak menyangka jika ada seseorang yang mempedulikan dirinya. Dirinya yang tua dan renta... juga tak terurus.
" Nenek jangan menangis? apakah aku menyakitimu nek... aigoo maafkan aku nek sungguh, maafkan aku."
Kedua tangan itu bergerak cepat, mengusap air mata yang lolos dari kelopaknya. tak lupa sebuah pelukan hangat yang ia berikan, tak ada rasa jijik dan canggung. Wajah kekhawatiran dan usapan sayang yang ia lakukan menjadi sebuah bukti betapa tulusnya Baekhyun melakukannya.
Sekalipun ia lakukan pada gelandangan tua yang terbuang...
Tanpa sadar aksinya,
Membuat seseorang yang melihat secara live peristiwa di depannya, tanpa sadar tersentuh hatinya...
Oh, menarik sekali...
(Flashback **** OFF)
.
Seoul, 10.00 KST
"Kyungsoo, jangan khawatir aaku bbaik..."
Terulas sudah senyuman itu, di balik masker oksigen yang ia pakai. Tak ia pedulikan bagaimana wajah pucat miliknya yang begitu kentara di penglihatan si pemilik mata bulat itu. menimpali dengan keadaan dirinya yang sebenarnya. Tubuh yang lemas dan tak bertenaga adalah kebenaran untuknya. Tak dapat dipungkiri jika memang inilah yang terjadi, sepertinya Baekhyun menyepelekan keadaanya yang lalu. Sedikit mengabaikan ucapan dokter agar tidak terlalu kelelahan. Lalu, apakah Baekhyun juga tidak boleh mengabaikan saran dokter untuk mencari pendonor. Seseorang yang sudi memberikan jantungnya. Tapi, bisakah seorang tak bernyawa merelakan organ dalamnya, sesuai dengan persetujuan pihak tertentu.
Mengingat banyak orang yang enggan memberikannya meski mereka tak bernyawa sekalipun, berdalih dan mengatakan jika 'tak baik seseorang yang meninggal diambil organnya.'
Apakah dunia sudah pelit saat ini, bahkan kesempatan pun tak berpihak pada dirinya yang benar-benar membutuhkan. Sepertinya, takdir Baekhyun begitu sulit.
"Kau sudah makan?" bibir pucat di balik masker oksigen itu terdengar lirih.
Kyungsoo terperanjat, tak menyangka Baekhyun masih mempedulikan dirinya yang baik saja. Sedangan Baekhyun sendiri dalam keadaan seperti ini, terbaring lemah karena sakitnya.
"Jangan pikirkan aku tuan, khawatirkan dirimu."
"Aku tidak bisa eoh? Tolong isi perutmu atau kau istirahatlah. Ssudah cukup kkau menjagaku, aku baik Kyung."
Baekhyun sedikit keras kepala, tapi itulah dia. Si keras kepala yang baik hati, tak suka jika dirinya dikasihani.
Helaan nafas Kyungsoo lakukan, menyentuh punggung tangan putih pucat itu. tak suka dengan Baekhyun yang mengabaikan diri sendiri dan memilih mengkhawatirkan orang lain.
"Tuan butuh sesuatu? Aku bisa mengambilkannya..."
Tawar Kyungsoo, dirinya begitu perhatian dengan anak kandung tertua majikannya tersebut.
"aniii..." menggeleng lemah, sembari menyentuh punggung tangan sang sahabat sebagai penolakan yang halus.
Kyungsoo mengangguk, dia paham betul jika Baekhyun tak suka dipaksa. Meski dalam keadaan sakit, Baekhyun akan meminta tolong jika dia ingin. Meski tanpa Baekhyun pinta Kyungsoo dengan rela melakukannya.
Hening...
.
"Kyung kkakimu kenapa? kkau berdarah?" tergagap dengan pandangan terkejut, melihat lutut sang sahabat yang terluka. Bekas membiru dengan darah yang membeku meski di sekitarnya.
Kyungsoo terlonjak, dirinya baru sadar jika lututnya terluka. Apalagi celana panjangnya sobek tepat dimana lututnya terluka. Dan sungguh dia merutuki atas kebodohannya.
"Kkyung.."
"Tuan Baek jangan bangun, tolong..."
Secara refleks kedua tangan itu bergerak, menahan pergerakan bangun dari sang sahabat. Tak membiarkan Baekhyun bangun, Kyungsoo tahu apa yang ingin dilakukan sang sahabat.
"Ttapi lukamu, Kyung..."
"Gwenchana."
Tersenyum, menenangkan wajah dengan raut kekhawatiran tersebut.
Sementara Baekhyun berpikir keras, dengan apa yang terjadi pada sang sahabat hingga akhirnya. Kyungsoo mendapatkan luka tersebut.
"Aku akan mengobatinya tuan, jangan khawatir." Seperti membaca pikiran Baekhyun, Kyungsoo berucap kembali berharap ucapannya mampu menenangkan hati sang tuan muda.
"Ini karena aku kan?" ucap Baekhyun entah sadar atau memang tebakannya benar.
"Bukan, ini bukan salah anda." Tersenyum teduh. Menampilkan sorot mata bagaikan angin kesejukan.
"Jangan bohong Kyung." Elak Baekhyun lemah, ia bukanlah anak kemarin sore yang bodoh. Ia tahu situasi dan juga hal yang kemungkinan terjadi. Apalagi Baekhyun berpikir bahwa Kyungsoo lah yang membawanya kesini, mengingat dirinya tadi di gudang dengan rasa sakit yang luar biasa. Hingga mampu membuat dirinya tak sadarkan diri.
"Sungguh ini bukan kesalahan anda, aku yang tidak berhati-hati dan terjatuh."
"Kyung.."
Ingin rasanya Baekhyun menangis, sadar jika dirinya sudah merepotkan banyak orang. termasuk Kyungsoo, Baekhyun tidak bodoh. Dia cukup tahu siapa Kyungsoo sebenarnya. Dan Baekhyun menyesal membuat Kyungsoo kerepotan karena dirinya, dirinya yang sekarat dan penyakitan.
.
Ceklek!
"Baekhyun?!"
Bagai tamu tak diundang, suara handle terdengar disusul suara seseorang memanggil nama. Dengan langkah kaki yang memasuki ruangan. Membuat kedua manik netra yang singgah di dalam ruangan tersebut cukup terkejut akan kedatangan seseorang.
"Luhan hyung." terkejut memang apalagi Baekhyun dalam keadaan seperti ini, terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.
Nafas tersenggal dengan peluh keringat keluar dari keningnya. Tatapan khawatir yang langsung jatuh ke arah pasien yang terbaring disana. seketika rasa khawatir itu hilang setelah melihat keadaan sebenarnya, meski ada kata miris diantaranya.
Kyungsoo jangan ditanya, dirinya berhasil mengontrol rasa terkejutnya. Ya, karena dirinyalah yang meminta Luhan untuk datang.
"Luhan hyung, kkenapa kau bisa tahu aaku disini?" Baekhyun semakin bingung, menaikan sebelah alisnya refleks. Saat pikirannya berpacu, tanpa sengaja dirinya melihat seseorang yang berdiri tak jauh di belakang Luhan. Dilihatnya tatapan datar tak berekspresi darinya. Membuat rasa sakit dan nyeri dirasakan oleh Baekhyun.
"Tae.." gumaman lirih, memanggil nama sang adik yang mematung disana. dengan tangan kanan yang digenggam erat oleh Luhan. Seakan tak membiarkan jika dirinya pergi ataupun beranjak.
Lalu bagaimana dengan Taehyung?
Justru beribu pertanyaan muncul dalam otaknya. Bertanya dengan apa dan apa yang terjadi pada namja disana. seketika rasa peduli dan khawatir muncul dalam benaknya, hingga pada akhirnya dua rasa itu ia tepis mentah-mentah.
"Maaf.."
Lirih, begitu lirih...
Tapi Baekhyun mampu mendengarnya, dengan cepat menjatuhkan atensinya ke arah sang sahabat yang menunduk menyesal.
"Maaf tuan Baek, akulah yang menyebabkan tuan Luhan datang kesini dengan tuan Taehyung." Bersalah, menjadi salah satu pelanggar janji yang munafik.
"....."
Baekhyun terdiam, entah ada perasaan emosi dan sedikit kesal. Kala janji untuk menjaga rahasia ini malah dilanggar oleh Kyungsoo. Namun di sisi lain Baekhyun menyadari bahwa tidak semua kesalahan Kyungsoo. Terkadang mengetahui kebenaran jauh lebih baik meski itu menyakitkan. Hanya tanpa respon yang Baekhyun lakukan, dan Kyungsoo tahu akan hal itu. segala kebodohan yang ia lakukan.
Ditatapnya wajah sang adik yang masih mematung tanpa ekspresi.
Apakah ini saat Baekhyun untuk terbuka?
Lalu apakah sang adik masih akan menjauhinya? Atau malah mengasihininya dan berpura-pura peduli dan menyayanginya. Disaat dirinya begitu sekarat dengan ajal yang kapan saja bisa menjemputnya.
.
.
"Mau kemana Taehyung??!"
Tatapan tajam ia arahkan pada sang adik, mengeratkan genggaman pada pergelangan tangan namja dengan senyum kotaknya tersebut. begitu pula dengan yang digenggam yang menatap tajam ke arah namja keturunan cina di depannya itu.
"Lepaskan aku Luhan hyung!" tegas Taehyung, tanpa ada rasa takut seperti biasanya.
Luhan menyadari ada gejolak kemarahan seorang remaja disini.
"Tidak!" jawabnya, bahasa cina dengan sangat tegas. Dan rahang yang mengeras menahan kekesalan.
"Kau tidak punya hak untuk menahanku!"
"Ya, dan kau tidak punya hak untuk membantahku!"
Atmosfir ketegangan muncul, disadari oleh Baekhyun maupun Kyungsoo yang menatap kedua manusia yang berdiri di depan pintu masuk ruangan tersebut. Apalagi Baekhyun yang mendengar ucapan tegas keduanya dari bahasa cina tersebut. mengabaikan fakta bahwa Kyungsoo tidak mengetahuinya sama sekali dengan arti apa yang mereka bicarakan.
"Luhan hyung jangan membuatku marah!"
Semakin memanas saja, membuat Baekhyun hendak bangun jika saja dia tidak ingat akan tubuhnya yang lemah.
"Lihat hyungmu Taehyung, kau jangan bersikap kurang ajar padanya!"
"Dia bukan hyungku, siapa bilang dia hyungku. Dia sudah mati-"
PLAAKKKK!!!
Tamparan keras meluncur, meninggalkan bekas merah di pipi namja bak pangeran tersebut. seorang idola yang ditampar oleh kakak tak sekandungnya, sukses menarik perhatian orang sekitar yang tak sengaja melewatinya.
Baekhyun membulatkan matanya, bibirnya hampir berteriak tak terima. Tapi dia sadar Luhan melakukan hal itu karena ucapan keterlaluan Taehyung.
"Ikut aku, jangan membantah!"
Luhan menarik tangan Taehyung membawa pergi sebentar ke sebuah tempat. Menarik paksa yang muda, yang masih dalam mode blanknya.
Taehyung hanya tersenyum geli karenanya, tak menyangka jika seorang anak dari pelakor menampar pipinya. Pipi seorang idola besar sepertinya. Dan sialnya anak pelakor itu malah menjadi hyungnya, hyung tertua melebihi hyung kandungnya.
"Aku benci kau Luhan hyung."
"Silahkan, aku tidak peduli. Toh.. kau sudah membenciku sejak lama bukan."
"Karena itulah aku membencimu anak pelakor!"
"Terima kasih atas rasa bencimu padaku, dongsaeng kurang ajar. Kim Taehyung!"
Sepertinya keduanya benar-benar serius.
.
.
(Jieun **** POV)
.
(Flashback **** ON)
"Nenek, jika berkenan anda bisa memakan roti dan meminum air mineral ini. jangan biarkan dirimu kelaparan nek, atau kau akan sakit." Uluran tangan dengan dua buah roti berukuran cukup besar, dan sebotol air mineral yang diambilnya dari saku jaket tebalnya.
"Terima kasih nak... hikkss... kau baik sekali dengan nenek hikkss... hikksss..."
Tangis itu pecah, wajah keriput itu basah akan air mata. Tak menyangka jika ada seseorang yang mempedulikan dirinya. Dirinya yang tua dan renta... juga tak terurus.
" Nenek jangan menangis? apakah aku menyakitimu nek... aigoo maafkan aku nek sungguh, maafkan aku."
Kedua tangan itu bergerak cepat, mengusap air mata yang lolos dari kelopaknya. tak lupa sebuah pelukan hangat yang ia berikan, tak ada rasa jijik dan canggung.
Aku tak tahu... saat yang aku lihat malam ini adalah sebuah pelajaran bagiku. Hanya dalam lima menit aku mendapat pelajaran yang nyata dan banyak. Tak kusangka, aku akan merasa tersentuh. Melangkahkan kakiku dengan otak yang terus berpikir, ternyata Tuhan menciptakan manusia berbagai macam. Membuatku sdaar bahwa diantara manusia jahat, ada manusia yang baik bak seorang malaikat.
Ketika aku hanya melihat sisi dimana kehidupanku yang terjaga dan tercukupi. Aku lupa akan yang tercecer di bawah. Berpikir bahwa hidupku telah sempurna dan bahagia, tanpa berpikir masih banyak orang yang kurang beruntung dari pada aku, tapi malam ini. namja itu, seorang dengan tubuh mungilnya. Mampu membuat hatiku terketuk, aku mengaku kalah baik olehnya...
Hati yang tulus, tanpa cacat yang terlihat. Menyadarkan akan sebuah kenyataan...
Bahwa semua manusia saling membutuhkan....
Jujur awalnya aku dibutakan oleh kehidupanku. Oleh zona nyamanku, tanpa berpikir bahwa...
Masih banyak manusia yang membutuhkan kehidupan sepertiku.
Untuk pertama kalinya, seorang namja sederhana mampu membuka hatiku. Membuka lebih lebar pola pikirku....
Membuatku semakin sadar, akan tindakan bodohku yang menghamburkan uang meski itu tidak sengaja, tanpa aku sadari.
'Terima kasih namja asing, kuharap kita bertemu lagi...'
Kuulas senyumanku, menatap gedung bertingkat. Menyamankan sandaranku di bangku bus yang aku tumpangi, sembari mengulas senyum aku memejamkan mataku. Saat deru mesin yang kudengar, membuat kantuk tak tertahan.
Hingga akhirnya, bibirku berucap...
'Goodbye Osaka...'
(Flashback **** OFF)
"Benarkah itu kau?"
Menatap guguran daun di musim gugur, aku berdiri tepat di antaranya. Menikmati semilir angin siang yang terasa dingin karena musimnya. Dan aku menyukainya.
Seketika aku ingat, sesuatu yang pernah menyentuh bibirku.
Kurasa pipiku memerah saat ini.
"Pabbo.." ucapku, berpikir bahwa aku dan dia...
"Aisshhh... sadarlah Jieun. Sadarlah itu karena tidak sengaja, aishhh..." menggelengkan kepala. Menolak dengan semua apa yang aku pikirkan tadi. Bodoh memang jika aku membayangkan kejadian beberapa waktu lalu.
"Kenapa aku memikirkannya." Seperti jatuh cinta saja. Atau memang begitu.
Aku menggelengkan kepalaku, menepis pikiran dusta itu. oh ayolah... aku tak menaruh harapan besar pada seorang namja. Tapi Baekhyun beda, karena dia sangat baik.
"Apa yang kau lakukan sekarang Baek?"
Tanpa sadar mulut kurang ajarku bergumam, memanggil namanya dan mengatakan apa yang ia lakukan.
Ingatkan aku bahwa aku tak punya hubungan apapun dengan Baekhyun.
Bisakah?
..................
(Baekhyun **** POV)
"Eomma aku merindukanmu, rindukah kau padaku?"
Aku tersenyum...
Menatap langit rumah sakit yang terlihat menarik di mataku.
"Eomma, rindukah kau denganku?"
Berharap eomma menjawab 'iya.'
"Eomma, apakah kau rindu Taehyung?"
Aku menunggu jawabanmu eomma. Tapi sampai kapan?
"Eomma saranghae..."
Rindu ini benar-benar berat....
..............................
Tbc...
Jangan timpuk author karena udah bikin ff senista ini, sampai chap sepanjang ini. jangan racuni author dengan sianida kalau misalnya kalian takut dengan akhir cerita yang mungkin bikin bawang dimana-mana. okay author lagi panen bawang di ff makanya begini.
Jangan lupa beli tisu ya, usahakan yang banyak biar abdol. Oh ya bagaimana menurut kalian apakah ada yang aneh dalam chap ini? mungkin karena banyak flashback jadi cerita aneh. Tapi ingatlah flashback menjadi pembuka sebuah cerita. Oh ya jika kalian penasaran dengan siapa namja berbaju putih yang muncul dalam chapter kemarin. Author kasih kuncinya, dia namja manis, penyuka musim gugur, korban nista author di ff sebelah, ada hubungannya dengan musim gugur dan kupu-kupu. Dunia akhirat it's okay. Tugasnya sekarang menjaga yang terlahir kembali, memperbaiki yang dulu-dulu dengan pengawasan sekarang.
Nah itu teori versi akuhh... jadi harap maklum kalau bikin mumet satu dukuh.
Maaf banyak typo bertebaran dan juga gaje tingkat kuadrat. Maaf jika banyak php yang author lakukan, tapi rl benar-benar menyita. Harap pengertiannya.
Vomment kalian aku tunggu guys. Semoga gak bosan ama akuhhh...
Salam cinta untuk kalian...
Semoga bahagia selalu...
Saranghae...
Gomawo...
#el
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro