
겨울에 태어난 사람들로부터 일본인의 혈액이 흐릅니다. (58)
" Aku tak bisa melupakan senja, saat kau mengatakan hal penyemangat. Dimana setiap detak jantung ini sempat hendak berhenti ketika kambuh, dan kau datang dengan senyuman yang menenangkan. Sampai aku sadar bahwa... aku telah menemukan sebuah obat."
.
.
.
(Author **** POV)
Tak ada yang tahu jika permainan besar mulai terjadi, dimana puncak konflik sebuah atau sekelompok orang itu ada. Kyungsoo yang datang tergopoh menghampiri ayahnya yang sedang bertugas sedang mencuci mobilnya. Peluh keringat yang dilihat manik mata sang anak membuat pria setengah baya itu mengangkat sebelah alisnya. Sadar jika putranya dehidrasi, dengan lembut dia memberikan sebotol air mineral yang langsung diteguk dengan keras oleh namja bermata bulat tersebut.
"Astaga kenapa kau berlari Kyung, apakah kau tidak menaiki taksi?"
Membawa sang anak untuk duduk sekaligus memijat pundak sang anak, rasa sayangnya sangat besar sampai khawatir seperti ini membuat Kyungsoo sedikit bahagia. Lantaran perhatian sang ayah itu adalah semangatnya. Sesaat dia ingat Luhan, dia ingin menanyakan masalah ini pada ayahnya...
"Appa, benarkah Luhan hyung diculik?" Kyungsoo yang berbicara dengan sedikit berbisik. Dia sadar dimana dia berada sekarang, tak jauh dari rumah tetangganya yang sedang membersihkan halaman. Ini adalah rahasia keluarga tuannya, sudah diajarkan begitu sehingga Kyungsoo bisa diandalkan jika menjaga sebuah rahasia. Melihat anggukan sang ayah membuat dirinya membuat raut wajah kecewa dengan kepalan tangan yang tertahan. Sial, dia berharap jika tadi adalah mimpi buruk semata.
"Appa kenapa bisa? Bukankah Luhan hyung berada di rumah sakit?"
"Itulah mengapa aku juga tidak tahu nak, tapi saat nyonya pergi sebentar untuk berganti baju. Saat dia kembali Luhan sudah menghilang, dia bahkan membuat rumah sakit sedikit ramai, appa sempat mendengar suara teriakan nyonya. Tapi, appa tidak berani mendekat karena tidak tahu dengan perihal yang terjadi. Setelah tahu bahwa tuan muda Luhan diculik disanalah appa merasa kecewa dengan diri appa. appa... tidak bisa berbuat apapun nak." sang ayah menundukan kepalanya, gurat wajah sedih dengan tangan menangkup seperti berdoa. Berdoa untuk keselamatan tuan mudanya, Kyungsoo sadar aura sang ayah keluar dengan hebatnya. Sebagai seorang anak dia memberikan dukungan, menepuk pundak sang ayah dan merangkulnya penuh kasih sayang.
Berharap jika pria hebat disampingnya dapat tenang, "Appa jangan sedih, semua terjadi karena Tuhan mempunyai alasan. Luhan hyung pasti baik, apakah appa sudah makan?"
Kyungsoo menggosok pelang punggung sang ayah sesekali menepuknya bersahabat. Dia tak ingin pria hebat ini sakit dan tersenyum menenangkan sembari menanyakan apakah dia sudah makan atau belum. Rasanya sang ayah sudah sangat tua dan membuat Kyungsoo bersedih saja. kerutan wajah penuh kerja keras itu tak akan bisa ia balas walau dengan jutaan uang. Dia tak tega ada air mata yang keluar dari kantung mata menuanya, sekarang sang anak ini akan membuat ayahnya terhibur. Toh... ini sudah jam istirahat milik sang ayah.
"Appa, ayo kita makan aku akan memasak sup kerang hijau kesukaanmu. Dengan ekstra spesial appa bisa memakan tanpa susah payah melepaskan cangkangnya."
"Astaga, apa kau sudah membersihkan semua?"
"Yap, tentu saja. aku sudah melakukannya jadi tinggal memasak dan appa bisa memakannya sepuas hati, appa tenang saja tanpa bahan pengawet seperti yang appa sukai. Resep eomma adalah yang terbaik, hahaha..."
Mencairkan suasana kesedihan tadi, mengubahnya dengan aura kebahagiaan ditambah lagi wajah ceria Kyungsoo yang menggebu membuat ayahnya mengulas senyum, sesekali keduanya bercanda hingga salah satu dari mereka tertawa terpingkal. Ya, wajah tegas yang mulai mengeriput milik ayahnya kini seakan muda kembali. Kyungsoo juga tak merasa dadanya sesesak tadi, dia bahagia melihat wajah ceria ayahnya. Berdiri bersama, dan merangkul erat sama sekali. Kedua wajah mereka yang hampir mirip dengan mata yang diturunkan ibunya, berjalan bersama untuk menuju gubuk kecil yang sengaja mereka buat sepuluh tahun lamanya. Beruntung majikan mereka tak melarangnya dan halaman itu memang cukup puas.
Melepas rindu kebersamaan yang sudah jarang terjadi, ketika Kyungsoo dewasa. Sang ayah yang berjalan lantaran lelah justru terkejut karena gerakan cepat sang anak yang mengangkat tubuhnya dan membuat posisi tubuh pria tua itu menjadi tergendong ke belakang.
"Hei nak, jangan susah-susah menggendong appa. aku tidak apa, cepat turunkan aku. Kau pasti lelah sehabis berlari bukan?" merasa tak tega dengan anaknya yang mencoba memberikan perhatian yang menurutnya besar dan membuat dia terharu seperti yang ia rasakan sekarang. Peluh keringat sang anak membuat sang ayah ini berharap agar anaknya menurunkannya, dia pasti berat.
"Tidak, appa jangan melarangku. Aku melakukannya karena kemauanku, jangan sampai membuat Kyungsoo merajuk dan tak memasak buat appa. Sup kerang hijau tidak akan menanti appa." wajah sang anak mendadak menyebalkan meski dia masih nampak tampan. Berpura-pura merajuk menggoda ayahnya, yang dibalas dengan canda tawa sang ayah.
"Kau pasti sangat berat, turunkan aku nak. Kau akan merasa berat."
"Memangnya menggendong orang tuanya menjadi hal berat? tidak... bagaimanapun walau dikejar badai aku akan tetap gendong pria terhebat sepertimu. Bukankah dulu appa yang selalu menggendongku?" Kyungsoo masih ingat akan masa kecil membahagiakannya. Dia ingat bagaimana hal bahagia dia.
Kyungsoo sadar jika pada akhirnya dia bisa membuat setitik kecil bahagia untuk ayahnya. Setiap langkah kakinya terasa ringan, kemungkinan Tuhan membantunya dan dia sangat berterima kasih akan hal itu.
Sadar atau tidak keduanya kembali ke dalam bahagia kecil antara ayah dan anak itu, melupakan sejenak masalah hilangnya Luhan. Mereka lupa akan hal itu tapi tak selamanya, Tuhan menyaksikan mereka. Memberikan waktu yang pantas agar mereka bisa lebih kompak.
Segala pertanyaan Luhan dimana dan kenapa bisa, itu sudah berada di salah satu otak manusia yang ada disana. Dia yang berdiri di atas balkon lantai rumah tingkat duanya, memperhatikan hubungan harmonis antara ayah dan anak. wajah datar tanpa ekspresi dengan tatapan yang seperti mengikuti gerakan mereka berdua. Semoga tak ada pemikiran buruk akan hal itu. Entahlah... tuan Kim seperti menyembunyikan suatu hal.
"Tak masuk akal..."
Pada akhirnya suara tegasnya bergumam, wajah tegas itu menyaksikan sekitar dari atas sana. Dia menyeruput kopi hitam tanpa gula, rasa pahit yang menerubuk ujung lidahnya itu bisa ia tepis. Tak ada ekspresi seperti orang kebanyakan yang tak suka pahit. Begitu menikmati tegukan ampas hitam yang mengganjal di leher, sulit untuk ditelan orang kebanyakan.
Satu hal yang pasti, dia seperti menyusun rencana. Mungkinkah untuk menyelamatkan putra yang bukan berasal dari darah dagingnya? Sementara dia...
Dikenal sebagai pemimpin perusahaan yang licik dan pintar. Ada senyuman disana... dia tersenyum dengan wajah jahatnya. Menyembunyikan sesuatu yang tak nampak dalam semua pemikirannya. Dia seperti seorang pria mafia yang akan menghancurkan suatu wilayah, dan ada pemikiran sadis yang terlewat.
"Kim Taehyung..."
Menyebut nama putra keduanya dengan nada berat dan sedikit, mengerikan....
.
.
...................
"Tolong temukan putraku kapanpun akan aku bayar kalian, aku sudah menghubungi polisi. Tapi aku juga ingin secepatnya menemukan putraku. Ini fotonya, dan tolong jangan biarkan dia terluka."
Wanita cantik itu memberikan segepok uang di kantung amplop yang tebal. Dengan sebuah foto putranya yang mengulas senyum saat merayakan wisudanya ketika sekolah menengah. Dia datang dengan penampilan elagan dan dandanan naturalnya meskipun kelopak bawahnya masih nampak sembab. Bekerja sama dengan segerompolan orang berbadan besar dan bersenjata seperti ini memang nampak mengerikan dan berbahaya, namun... tidak bagi wanita yang mendadak merubah segala sikapnya. Kecuali satu... kasih sayang seorang ibu yang tak akan mati terhadap anaknya.
"Baiklah, kau tenang saja aku dan anak buahku akan menemukan putramu. Kim Luhan benar bukan?"
"Namanya Xi Luhan, dia putraku dan akan mengikuti marga ayah kandungnya. Bisakah kau awasi juga suamiku? Ini dia orangnya dan semua biodatanya ada di dalam amplop ini. jika dia melakukan tindakan mencurigakan ikuti dia."
Pria itu memincingkan alisnya, dia merasa tidak asing dengan wajah dari foto tersebut. sebentar dia melihat wajah wanita yang memberikannya tugas tersebut, sepertinya akan menarik hingga dia mendapatkan dua tugas dan juga uang yang tak main jumlahnya.
"Kau ingin aku mengawasi suamimu, kenapa nyonya?" sedikit penasaran, dan tak ada rasa bersalah untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh klien di depannya. Memang tak sopan dan cukup sembarang dengan tingkah pria di sampingnya, tatapan ketidaksukaan wanita itu tercetak sebentar dan setelahnya dia mengatakannya dengan pertimbangan singkat.
Mereka disini di sebuah jalan sepi dekat jembatan kota yang jarang di lewati, dimana mereka disaksikan oleh kumpulan daun yang menggugurkan pohon mereka pelan.
"Aku hanya curiga, aku tidak peduli jika kau menyakiti suamiku jika memang benar dia membawa Luhan. Kau tenang saja aku akan membayar dua kali lipat dari yang aku berikan padamu tadi."
"Anda memang bisa diajak kerjasama nyonya, anda tenang saja semua akan beres dan rapi." Dengan tersenyum senang lantaran sudah ada kepercayaan yang membuat kantongnya masuk.
Mungkin akan seru jika bermain dengan pria yang tak lain suami wanita itu, bukannya apa hanya saja dia ingat bahwa pria yang ia awasi gerak-geriknya ini bukanlah orang sembarang. Termasuk kelompok terkaya yang pernah ia baca dan dengar, memang dia tak peduli jika pun anak wanita itu hilang atau apa. Tapi jika uang memanggil apapun bisa ia lakukan, sekalipun membunuh dengan rapi dan bersih.
"Aku percayakan tugas ini padamu, selamatkan anakku dan aku akan bayar berapapun kau mau, Lee Hwang." Wanita itu membalikan badannya, dia memasang wajah sedikit angkuh agar tidak terlihat lemah diantara pria itu dan anak buahnya. Dia memang masih punya banyak uang dan itu berasal dari seluruh tabungannya juga setengah uang tunjangan suami yang ditinggalkan. Rasanya akan sangat berarti jika dia melakukan itu untuk menyelamatkan nyawa anaknya. Diam-diam mengusap air matanya dan berjalan tanpa membalikan badannya, sedikit bernafas lega lantaran sedari tadi menahan nafas untuk tidak menampak kebodohannya karena takut.
Bahkan sejak awal membuat kerjasama dengan mereka membutuhkan tenaga dan pemikiran yang alot, mendadak dia melatih mentalnya menjadi sedikit buas. Ya.. ini demi anaknya, anak yang ia sayangi.
Dia dendam dengan sikap sang suami hingga membuat wanita cantik itu melakukan hal demikian. Tak apa... uang bisa dicari. Tapi anak? bahkan wanita lain tak akan bisa membeli putra yang telah ia lahirkan sekalipun dengan bongkahan gunug berlian untuk membayar anaknya.
Dia seorang ibu, kalian harus ingat itu!
.
...............................
Baekhyun sangat kesusahan hanya untuk tidur siang sebentar, dia seperti mengkhawatirkan seseorang yang kini berada di dalam pikirannya. Segala kemelut dan ketakutan dimana dadanya makin sesak. Ini adalah suatu hal yang pertama kali ia rasakan, seberat ini? sama seperti saat dia kehilangan ibunya sehari sebelum kematiannya.
Dia menoleh ke samping dimana ada Taehyung yang tertidur berantakan di sisi kasur sana, sungguh maniak saat namja tampan itu terlihat jelek ketika tertidur pulas. Satu tempat tidur yang bisa muat untuk tiga orang bisa saja menjadi satu orang bagi Taehyung seorang.
Maklum saja Taehyung sangat liar ketika bermimpi indah terkadang Baekhyun bangun karena mimpi majemuk sang adik. menjadi korban tendangan sang adik pun pernah hingga dirinya sendiri pun sadar.
"Tuhan, aku kenapa? rasanya sangat berat. semoga tidak terjadi hal buruk."
Rasanya nafasnya sangat berat, dia memeriksa jam untuk memastikan sesuatu dan ini bukan waktu untuk dirinya meminum obat. Tiba-tiba saja dia berpikir untuk menuju rumah sakit, tetapi... Dia juga disarankan untuk pergi kemanapun sendirian. Haruskah ia mengajak Taehyung yang kini pulas tidurnya? Ah tidak... Taehyung tidur bagaikan malaikat bayi yang menggemaskan walau dia sudah besar. Rasanya akan sangat kasihan jika dia melakukan hal tersebut. Andai saja Kyungsoo masih disini dia akan meminta tolong sebentar.
Tapi, jauh dalam lubuk hatinya dia sendiri juga sedih dan mengolok dirinya lemah nan bodoh. Bagaimana tidak?! Sakitnya terlampau merepotkan dirinya bahkan keluarga terdekatnya saja juga tak luput dari kerepotan yang tak ia buat. Mendadak nama Luhan terus terpanggil dalam otaknya. Hanya sekedar memperhatikan sebuah foto saudara Cinanya tersebut, semua menjadi sangat berwarna saat kedatangan Luhan menghibur masa beratnya.
Sampai akhirnya dia mendapatkan sebuah surel.
"Hah, pesan dari siapa ini?" mata Baekhyun menampakan rasa penasaran, ada tulisan kanji yang menuliskan nama pemesannya. Tapi dia segera mengecek siapa yang mengirim, baru saja beberapa detik membaca tulisan dengan bahasa jepang itu. Kedua mata Baekhyun melotot besar, bahkan dia terbangun hingga langkah kakinya hampir saja mengejutkan Taehyung yang untungnya tak jadi bangun. Sedikit menoleh dan segera memindahkan dirinya, mendadak langkahnya cepat dan keluar di depan pintu kamar. Mendadak tangannya mengepal ponsel sangat kuat, wajahnya menjadi murka dan siluet tatapan tajam membuat dia mendengus sebal. Ingin membunuh rasanya...
"Zou.. apa yang ingin kau lakukan. Kenapa dia bisa disini yakkkk!!!"
Mengumpat seseorang yang sangat dibenci, rasanya dia jengkel secara mendadak. Dia ingin mendidih saja ketika ingat orang itu. ya... Baekhyun akan memanggil orang itu walaupun dia bertemu langsung di depan matanya. Mengaktifkan aplikasi di ponselnya, dia memanggil taksi online. Harus segera kesana, dan tak ingin Taehyung tahu.
"Eomma maafkan aku tapi orang itu akan membahaykan Taehyung."
Melangkah keluar tanpa mengatakan apapun kepada adiknya, dia akan pergi sebentar bahkan sebelum adiknya bangun.
"Yaaakkk mati saja kau!" mengancam dia dengan ucapan kasar, merutuk orang itu dengan kata kasar dalam batinya. Dia tak akan bisa terima dan diam begitu saja, dia akan menjaga amanah sang ibu walaupun dia yang akan mati kemungkinan besarnya.
.
..............
"Bagaimana Xi Luhan apakah tidurmu nyenyak?" dia yang tersenyum dengan tatapan santainya, menyeruput alkohol di mulutnya. Pahit yang sudah mengebal di dalamnya, dia merasa senang akan bangunnya pria di depannya. sementara pria yang ada disana menatap penuh tanya tak lupa dengan tatapan rusa tajamnya.
Dia tidak suka dikelilingi oleh segerombolan orang yang membentenginya seperti manusia berbahaya saja, bahkan Luhan saja tak tahu dimana dia. Anehnya dia habis saja bermimpi tapi dia sedikit lupa dan bangun memanggil nama ayahnya. Bukan di tempat yang ia tahu seperti kamar atau apa, melainkan ruangan kosong dengan tembok berwarna hitam kelam. Nuansa yang sangat misterius sekaligus mengerikan di mata Luhan.
"Seleramu sangat mengerikan, kau mengecat tembok kamar dengan warna hitam arang. Apa yang kau pikirkan? apa kau hanya berpikir gelap." Sindirnya dengan tatapan tak suka, bahkan salah seorang berbadan besar mendorong bahu Luhan dengan kasar memintanya untuk berkata sopan pada tuan yang duduk disana. Luhan melawan dan memelintir tangan orang tersebut. Sempat terjadi kerusuhan jika pria yang duduk disana tidak menghentikannya.
"Sudah cukup biarkan saja, aku suka anak ini. Dia berani dan juga sentimental."
Luhan sedikit tertawa sinis dia memalingkan wajahnya, teramat lucu dan juga membingungkan. Bahkan dia sendiri pun baru sadar jika dadanya di perban, baru saja merasakannya ketika tak sengaja dia menyentuhnya.
Mengambil nafasnya dan menghembuskannya pelan, sepertinya dia berhadapan dengan orang yang cukup berbahaya. Bahkan aura yang dimiliki pria itu bukan main ganasnya.
"Untuk apa kau melakukan hal ini?"
"Apa maksutmu anak muda?"
Sepertinya ucapan mereka akan berlangsung serius. Hingga pria itu mengulas senyum yang tak bisa dijelaskan dengan kata.
"Untuk apa kau menculikku, apa maumu?" Luhan nampak tak suka bahkan dia menebak begitu saja saat melihat bagaimana liciknya pria itu. lalu... Luhan sempat pernah melihat wajah pria itu di suatu tempat.
"Kau mengatakan hal itu dengan berani, nyalimu besar juga. kau berbeda bahkan orang lain pun akan meminta dilepaskan terlebih dahulu saat berhadapan denganku. Kau tak takut hem?" menyombongkan dirinya sendiri dengan sebuah rokok yang dihembuskan begitu saja. membuat bau rokok yang sangat buruk di indera penciumannya.
"Kau bukan Tuhan dan tak ada alasan takut denganmu, makanan kita sama nasi. Lalu, apa alasanmu membawaku ke rumah menyeramkan ini." dia mengatakannya dengan senyum meremehkan tak ada rasa takut di dalam dirinya membuat beberapa orang berbadan besar disana tak berani mendekati Luhan yang entah kenapa berbeda dengan orang yang mereka bawa.
"Kau sangat lucu bahkan aku sedikit terkejut dengan ucapan kasarmu."
"Kasar? Kau bahkan bukan apa-apa. Harusnya aku yang terkejut alasan apa kau membawaku kesini yang aku pun bukan seseorang yang mungkin saja di mata negara hanya kaum biasa. well kalau kau berniat menculik harusnya kau bawa anak president, anak walikota atau yang paling wow anak raja. Kenapa harus aku, hem..."
"Kau sangat cerewet aku salah menduga dengan apa yang aku pikirkan."
Luhan sedikit menikmati perang bicara ini, dia tidak akan kalah dan ingin mencari tahu apa yang diinginkan manusia di depannya ini.
"Kalau begitu katakan intinya alasan apa kau membawaku, apakah aku terlihat sangat kaya di matamu hem?" dia memang humoris, bahkan disaat genting dimana dia jadi korban penculikan malah dia sendiri yang tenang. Tak bisa dipungkiri jika dia tidak suka ketegangan.
Hingga pada akhirnya...
"Jika kau ingin tahu apakah kau siap mati?"
Tak ada angin tak ada hujan ada ucapan yang membuat Luhan terdiam seketika, bahkan dia yang sempat tersenyum kini menatap serius. Dia seperti mendengar ucapan yang tak masuk akal atau memang mengandung sebuah ancaman besar. Mungkinkah ini seperti sebuah majas yang ingin mendasarinya, oh... bahkan kemarin pun dia berniat mati. Lantaran lelah dengan kehidupannya dan frustasinya yang semakin membunuhnya.
"Jika aku mengatakan iya apa yang akan kau lakukan? Seharusnya kau tidak menyelamatkanku kawan. Kau membuat diriku semakin yakin kalau aku berarti untukmu. Kalau aku mati apa untungmu, aku penasaran." Luhan tersenyum dia merasa akan ada sebuah jawaban yang mungkin terselip, mendadak dialog mereka sedikit alot.
Tak apa ini sedikit menantang...
"Mari kita bicara secara empat mata, Xi Luhan."
.
.
.
.................
Tbc...
Udah gak sabar mau mencapai resolusi cerita ya, aku usahakan drama ini segera berakhir agar rasa haus dan penasaran kalian hilang. Semoga kalian masih setia dengan ff ini aku janji hasilnya tidak akan mengecewakan dan akan ada saatnya last leaf ini akan selesai dengan akhir yang mengejutkan. Silahkan berpikir keras hehehe...'
Jangan lupa vommentanya nde. Kritik dan saran diperlukan tapi kuharap kalian sudah baper semakin kesini wkwkwkwk...
Tetap jaga kesehatan dan selalu stanb bye di rumah. Jangan lupa makan sehat ya...
Gomawo and saranghae...
22/04/2020
#el
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro