거짓말이나 진실? (47)
" Tak pernah menyesal dengan sebuah keputusan yang dibuat, apalagi hal itu berasal dari kewarasan dan hati sendiri. Ketika ada seseorang yang berusaha membanting dirimu dengan sadisnya, jangan takut... karena saat ada kesempatan kau bisa melakukannya, lebih sadis dan mematikan. Tunggu tanggal mainnya, dimana kebenaran dan salah akan nampak secara nyata.."
.
.
.
....................
(Luhan **** POV)
Aku tidak tahu kenapa....
Alasan, kenapa aku dilahirkan...
Tumbuh seperti sekarang....
Hidup penuh kepura-puraan bahwa aku telah bahagia...
Dan aku yang tak pernah menolak atau membangkang...
Ibu....
Sejak dulu aku tidak pernah menyetujui hubungan ibu dengan dia. Aku merasa tak cocok dengannya setelah melihat wujud aslinya pertama kali dalam pandangan remajaku, dengan membawa seorang bocah muda yang kukira tiga tahun dariku. Ketika acara makan malam yang katanya adalah acara pertemuan kolega berubah menjadi bencana menurutku.
Dimana sebuah ancaman besar yang datang di pandanganku, berhadapan langsung dengannya. Sangat disayangkan menurutku saat ibuku jatuh cinta pada orang yang salah. Jujur saja dari dalam lubuk hati dan kewarasanku yang masih ada aku menolak mereka berdua untuk menjadi pasangan suami istri.
Bisa saja aku menentang pernikahan ibu dan pria jahat bermarga Kim itu, bisa saja aku membuat kekacauan dengan alur untuk menghancurkan acara pernikahan itu. berpikir akan sukses dan berhasil yang menciptakan senyum kemenangan untukku. Dulu, jika aku tidak punya hati dalam melakukannya. Tanpa memikirkan bagaimana perasaan ibuku, ketika tahu anaknya membuat dia malu. Berpisah dengan orang yang dicintai selain mendiang ayahku.
Aku benci diriku yang terlahir dengan rasa simpati, entah kenapa aku membenci diriku yang mudah pada rasa iba. Meski aku tahu dulu aku membiarkan hal itu terjadi karena kebahagiaan ibuku. Ku rasa, aku memang membuat kesalahan membiarkan semua itu terjadi.
Terkutuklah diriku...
Aku berada disini, di dalam mobil BMW kesayanganku. Membelah jalanan kota dengan kecepatan 80 km/jam. Melihat bagaimana agungnya pistol yang kubanggakan berada di sampingku, tepat di bangku sebelah kiri. Aku yang menyetir dengan sangat handal dan tak mengindahkan bagaimana bahayanya aku membawa mesin berjalan ini. Jika kalian tahu, tanganku sangat gatal. Kedua jemariku sudah terlatih untuk melakukan sesuatu yang kecil. Jika itu merupakan sebuah dosa, aku akan menikmati setiap teguknya. Menanggungnya di depan Tuhan dan memberikan peluang bagi mereka yang mencari keadilan.
Aku rasa aku mulai waras... ya, waras jika harus menembakan peluru di dada seseorang.
Nyatanya...
Aku adalah Xi Luhan dan bukannya Kim Luhan yang selalu disebutkan oleh ayahku. Anak yang selalu diagungkan olehnya meski bukan sedarah, dan anak yang ia anggap sebagai penerus dirinya yang terkenal sangat sukses. Dia yang memberikan semua biaya agar aku bersekolah tinggi, menjauhkan jarak antara aku dengan ibuku. Dan menjauhkan aku dengan rumah peninggalan ayah, memaksaku untuk menjadi orang yang ia inginkan. Sehingga aku tumbuh menjadi seperti ini, keinginan terdalamnya untuk selalu menciptakan tahta sesuai pemikiran piciknya.
Manusia tidak pernah puas...
Gambaran nyata untuknya membuatku menggelengkan kepalaku sebentar, ketika aku tahu aku sudah berada di pusat kota. Aku merasa dekat dengan rumah jika sudah sampai disini. Aku tersenyum tipis menanggapi pemandangan kota yang penuh lampu dan beberapa kendaraan. Disaat lampu merah menyala, disanalah aku menghentikan laju kendaraanku.
"Appa, apakah kau melihatnya..."
Aku tersenyum, cukup senang saat aku mengingat wajah ayahku yang selalu tersenyum untukku, dia yang mengajak diriku bermain bersamanya. Dia yang selalu ada dan dekat denganku, aku tumbuh karena dirinya aku tumbuh karena darahnya dan aku dewasa karena garis keturunannya. Tak ada yang bisa menggantikan posisinya sebagai seorang ayah, tak ada yang bisa menggantikan dirinya dari kenanganku. Bahkan, ayah tiriku harus membenturkan kepalaku agar aku melupakan mendiang ayahku itu tak akan berhasil.
Dan sekarang....
'Klik!'
Bunyi yang aku sukai dari benda kesayanganku yang telah aku lempar dengan pelan ke tempatnya. Aku yang sudah menyiapkannya, dan aku yang akan tersenyum puas saat aku meloloskan sebuah peluru tepat dijantungnya. Aku yang akan menghancurkannya dengan tangan ini dan bukannya siapapun. Termasuk Baekhyun... meski aku tahu kami berdua sama-sama membenci ayah, tapi... aku yang ingin dan berambisi menghabisinya.
Aku tak peduli jika title anak durhaka melekat padaku, pembunuh melekat dalam namaku. Karena aku merasa bangga telah membunuh orang yang patut mendapatkannya. Jika bukan aku siapa lagi?
Ketika ada panggilan masuk dalam benda elektronikku, tanpa meragu aku mengambilnya. Tanpa membaca pun aku tahu siapa yang melakukannya.
"Halo, apa kabar teman?"
.
.
.
(Author **** POV)
"Luhan, apa kau gila hah!! apa kau kehilangan kewarasanmu, cepat kembali dan jangan melakukan hal yang gila!"
Ada yang marah di seberang sana, dia yang nampak kesal dengan nafas tersenggal. Keluar dari sebuah taksi yang berada di pinggir jalan dekat dengan gedung rumah sakit. Mark, sang sahabat yang kini mengumpat dan mengatakan namja yang dikenalnya cukup gila malam ini.
"Mark sahabatku, kenapa kau sangat risau. Tidakkah kau bahagia jika aku akan melakukan kesenanganku, aku mengutuk diriku agar menjadi seperti ini. Aku sudah tidak tahan dengan drama-drama menyebalkan ini, sobat."
Luhan yang sangat santai dalam menjawab, di sana ia tersenyum miring. Melajukan mobil kesayangannya kembali setelah lampu rambu berwarna hijau. Ia sudah tak sabar dan menggebu dalam hatinya. menciptakan kegaduhan di tempat ayahnya adalah kejadian langka. Namun, cukup senang karena rupanya sang sahabat mengkhawatirkan tingkahnya.
"Kau yang menyebalkan Lu Aissshhh... Aku sudah tidak peduli memanggilmu hyung atau tidak. Tapi kau sudah kelewatan! Kumohon jangan melakukan hal gila ini, kau bisa dalam bahaya brengsek!!!"
Mark berucap kesal, tak sadar membuat supir taksi yang menunggunya menjadi terkejut dan salah tingkah. Ia merasa takut ketika mendapat seorang pelanggan yang berteriak seemosi itu, berpikir jika namja muda itu adalah mafia atau anak gangster yang berbahaya.
"Jangan khawatir Mark, aku tidak akan merepotkanmu lagi. Percayalah... kau-"
"MASA BODOH DENGAN DIRIKU LUHAN HYUNG!! KAU MEMBUATKU KHAWATIR BRENGSEK! SADARLAH KAU INGIN MASUK LUBANG BUAYA, HAH! LUHAN HYUNG DATANG KESINI HENTIKAN KEGILAANMU DAN-"
"Hahahaha... astaga kau seperti pacarku saja yang berteriak penuh dengan rasa khawatir. Untung kau namja, coba kalau yeoja aku akan menikahimu, hem.."
Luhan memberikan sebuah candaan, sungguh Mark tak menyukainya. Ia rasa Luhan melakukan hal itu untuk mengalihkan pembicaraan dan sang sahabat tak menyukainya sama sekali.
"Kau bodoh hyung! YAAAAKKKKK... KAU BODOH KEPARAT!!" Mark nampak kacau dirinya sudah sangat emosional, menjadi tontonan beberapa menit dan detik orang-orang sekitar. Dia yang sangat kesal sudah tak memikirkan harga dirinya, ia hanya ingin Luhan kembali agar ia bisa menjitak kepala namja sialan itu.
Berharap dia sadar atas apa yang akan ia lakukan. Dia sangat mengenal sang sahabat sejak mereka bersekolah bersama, ia juga hafal betul bagaimana gerak-gerik Luhan dan bagaimana perasaan Luhan saat ini.
Ia berharap, sangat berharap jika tebakannya salah mengenai Luhan yang sudah cukup gila. Ia berharap Luhan kembali seperti kemarin dimana, sahabatnya besifat humoris dengan segala guyonan garingnya dan bukannya namja yang berambisi untuk menghabisi sesuatu.
Mark yakin jika Luhan punya alasan hendak melakukan itu semua, ia terlalu takut percaya dan terlalu takut mengetahuinya. Hanya saja....
"Terima kasih Mark, kau tahu... aku bukan orang yang menarik semua kata-kataku. Tolong jaga Baekhyun, Taehyung dan Kyungsoo... aku percaya padamu. Jika suatu hari aku tak datang dan menyapamu, kau tahu bukan? Appaku... dia bukan orang biasa. Cukup berbahaya, dan aku tak bisa membiarkan itu sobat. Kumohon... jaga mereka, karena aku merasa yakin kau bisa melakukannya."
Tak ada yang tahu jika ada hati yang terasa sesak, tak ada yang tahu jika ada jiwa yang tertahan, dan tak ada yang tahu ada nada berat dalam setiap ucapannya. Membuat hati seseorang yang mengkhawatirkannya semakin tersentak dengan ucapan yang terdengar lirih dan sendu. Luhan yang sudah memantapkan hatinya, menerima segala konsekuensi dan resiko buruk yang mungkin terjadi padanya.
Oh tuhan... rasanya Mark ingin membogem sahabatnya supaya pingsan, agar bisa mengunci dirinya di dalam kamar dan tetap aman. Itu lebih baik jika melihat sang sahabat yang mungkin saja dalam keadaan bahaya.
"Luhan hyung, kumohon kembali ja-"
Pip!
Ini yang paling dibenci oleh Mark, suara yang tak diinginkan tiap kali panggilan ponsel berlangsung. Ia ingin mengatakan secara tuntas dan bukannya berhenti secara sepihak seperti ini. Tangan kanannya bergerak perlahan dengan wajah yang menegang sekaligus kesal. Menggigit bibir bawahnya sedikit keras dan menatap tajam ke depan. Meremat pintu taksi yang terbuka sedari tadi, yang ia pegang tepat dipinggirnya.Tanpa sadar Mark membanting ponselnya jengkel, ia berteriak keras dan membuat sang supir taksi keluar. memanggil pelanggan tersebut dengan wajah penuh kekhawatirannya, Mark yang berteriak tak karuan dengan mata yang sedikit mengeluarkan cairan beningnya.
Ini gila...
Ini tak waras...
Kenapa Luhan tak bisa memahami maksud kekhawatirannya dan mengabaikan dirinya dengan sepihak. Tak tahukah dia, jika dia cukup bodoh untuk melihat sesuatu. Mereka sahabat lebih dari sekedar teman, sudah cukup akrab dan melewati banyak hal suka maupun duka. Ketika sadar jika Luhan melakukan kegilaan yang di luar batas, membuat hatinya bergemuruh khawatir dan takut luar biasa. Ia tak ingin sesuatu yang buruk dan namanya kematian terdengar di telinganya.
Semua butuh taktik dan juga revisi, bukannya tindakan nekat dan bodoh tanpa ada pengawasan. Sementara yang dihadapinya lebih dari seorang koruptor. Apakah Luhan memang ingin mati?
Beberapa menit sudah Mark mengamuk, menendang beberapa bak sampah dan mengacaukan halaman depan rumah sakit dengan beringas. Dibantu oleh beberapa penjaga keamanan yang kebetulan disana, menahan tubuh Mark yang menggigil emosi ke tempat yang tenang. Membawanya ke pos dan menuntunnya, mereka tahu jika namja muda itu sedang mengalami depresi hebat karena kesal. Mereka tak mengusir dan sekedar menenangkannya. Saat itulah, Mark merasa...
Jika Luhan memang akan pergi, jauh dan mungkin sangat jauh hingga tak bisa digapai...
Menurut Mark, Luhan adalah orang yang paling bodoh yang ia kenal. Dan anehnya Mark justru semakin menjatuhkan air matanya. Ia takut menyesal, dan ia takut jika apa yang dilakukan Luhan justru membawa nyawanya.
Apakah tak ada hari yang bagus esoknya?
.
.
.............................
Seorang pria dengan jas hitam yang ia lepas dan hanya menyisakan kemeja putih dengan celana kerjanya. Berjalan dengan cukup gontai sembari menyentuh kepalanya yang terasa pening. Dirinya hampir menubruk pintu di depannya namun tak jadi lantaran dirinya bisa menyeimbangkan tubuhnya yang oleng.
Tuan Kim, dia yang menjadi salah satu tokoh cerita ini, tak tahu jika sedari tadi ada yang sudah menunggu kedatangannya. Di antara gelapnya rumah lantaran cahaya lampu telah dimatikan. Di dalam suasana gelap, tangan kekarnya meraba tembok mencari sebuah saklar lampu. Ketika ada benda kecil yang ia kenal membuat instingnya langsung bergerak, menekan tombol on pada saklar dan menciptakan cahaya putih yang menerangi istananya.
Sadar atau tidak, rupanya ada seseorang yang sudah duduk di bangku dengan antengnya. Seorang ayah yang cuek dia mengabaikan seseorang yang duduk disana, tak peduli dengan apa yang dilakukannya. Meski ia tahu jika sang anak tertua yang ada disana.
"Kau sudah pulang tuan ayah?" suara tak asing yang datang di indera pendengaran tuan Kim, membuat pria yang setengah mabuk itu menoleh. Ada senyum kecil disana, apalagi kini keduanya saling berhadapan, dengan sang anak yang mengulas senyum manisnya.
Luhan dan sang ayah sambung, ada tatapan berbeda dari keduanya. Luhan yang tersenyum dusta di balik senyum manisnya dan sang ayah yang tersenyum menampilkan giginya. Tanpa ada yang tahu jika keduanya sama-sama menyembunyikan sesuatu yang pastinya kalian sudah tahu apa itu.
"Dan kau belum tidur anakku." Ada nada yang berbeda dari ucapan sang ayah, dimana tangan sang ayah hendak mengusap rambut sang anak. entah angin apa, dan kenapa juga sang ayah melakukan hal itu. Menurut Luhan ini bukanlah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh ayahnya.
Apalagi ia sedikit melirik sesuatu di balik jas yang terselempang ditangan ayahnya. Membuat Luhan tersenyum tipis setelahnya, otak cerdasnya tahu apa yang ada disana.
"Apa kau membawa sesuatu ayah, kuharap itu adalah makanan kesukaanku. Oh... mana mungkin ada pedagang yang menjual makanan malam selarut begini. Apalagi beberapa jam lagi akan subuh, pekerjaan apa yang mendesakmu appa?" ada nada sindiran disana, Luhan sadar betul bagaimana kurang ajarnya dia kali ini. Namun, ia tak menyesal ketika melakukan sindiran pada sang ayah. Karena pria di depannya bukanlah sosok ayah yang pantas untuk dihormati.
"Pekerjaan yang begitu mendesak nak, hingga appa cukup pusing dan terpaksa meninggalkan ibumu tidur sendiri." apakah kalian tahu bagaimana ucapan sang ayah yang begitu halus, membuat Luhan sempat berkata wah dalam dirinya. Ia tak menyangka jika sang ayah memiliki dua muka seperti yang ada di dalam pikirannya.
"Anda sangat pekerja keras, aku sangat bangga menjadi anak appa."
Luhan sangat lihai dalam mengatakan hal itu, membuat si pendengar merasa yakin. Sang ayah baru menepuk pundak sang anak beberapa kali. Tentu saja Luhan tak suka dengan sikap itu, menyembunyikan rasa tidak sukanya dengan senyum palsu yang beberapa kali ia sembunyikan. Hingga saatnya sang ayah hendak masuk lagi ke dalam.
Baru saja tuan Kim melangkahkan kakinya, lagi-lagi ia harus berhenti karena seseorang yang tiba-tiba datang dan berhenti di depannya. Membuat tuan Kim sedikit terkejut hingga matanya hampir melotot. Sang istri rupanya belum tidur, ia pikir sang anak yang hanya disini.
Rupanya...
"Suamiku, kemana saja kau. Aku menunggumu pulang, dan oh- Luhan, kau..."
Sang ibu terkejut dengan adanya sang anak yang disana, ia tak tahu sejak kapan anaknya disana. Mungkinkah Luhan pulang dengan diam-diam. Ah, dia lupa jika sang anak pasti masih marah dengan kejadian tersebut.
"Appa, kau membuat eommaku tidur tak nyenyak karena menunggumu. Kenapa kau tidak meninggalkan pekerjaanmu dan memilih tidur dalam pelukan sang eomma, hem?"
Sadar atau tidak, Luhan semakin menjadi dengan ucapan halus penuh sindirannya. Sang ibu yang mendengarnya saja merengut sedikit tak suka. Kenapa sang anak bisa mengatakan hal kurang ajar tak langsung seperti itu? dilihatnya sang istri wajah suaminya yang terlihat kesal.
Benar saja wajah yang sedikit mengeriput itu seperti tak santai saat menatap langsung menatap sang anak yang berdiri disana.
"Wah, kau sangat lihai dalam hal menyindir anakku. Kau belajar dari mana hem? Apakah Baekhyun yang mengajarimu?" mendadak sang ayah membawa nama Baekhyun yang tentu saja tak ada urusannya dengan masalah pribadi Luhan dengan sang ayah. Jujur saja itu membuat Luhan semakin menggelengkan kepalanya, ia tersenyum dan itu palsu. Ada kekehan disana, sampai akhirnya suara khasnya berhenti dan justru wajah dingin yang kembali terpampang jelas di pandangan kedua orang tuanya.
"Jangan membawa Baekhyun dalam masalah kita appa, sadarkah dirimu kau sangat pengecut hingga membawa nama adikku." Tiba-tiba Luhan sangat sadis dalam berucap, wajahnya sedingin es dan datar. ekspresi yang sangat jarang diperlihatkan kepada orang tuanya, dan membuat sang ibu terkejut. Bagaimana tidak? Ia tidak mengetahui permasalahan apa diantara sang anak dengan suaminya, sampai dirinya merasa malu dengan dirinya ketika melihat sang anak dan ayah yang hendak bersitegang.
Nalurinya membuat dia melerai keduanya dengan memarahi Luhan, untuk bersikap sopan pada sang ayah.
"Luhan jaga ucapanmu nak, kenapa kau sembarangan seperti itu?" intonasi yang meninggi dengan ekspresi marah yang membuat Luhan tak kaget, lantaran sang ibu juga sudah menunjukan hal itu di depan sang adik. lebih parahnya kemarahan sang ibu lebih besar ke Baekhyun ketimbang dirinya.
"Apakah aku harus menjaga ucapanku? Jika nyatanya aku membela adikku, apakah aku salah mengkritik appa. bukankah aku benar karena Baekhyun tak ada sangkut pautnya dengan masalahku, eomma... tolong jangan terlalu membela appa jika eomma saja tidak tahu siapa appa sesungguhnya."
Luhan yang cukup sabar menghadapi sikap ibunya yang ia akui memang emosional seharian ini. Ia tak akan menyangka jika sidang sang adik membawa efek buruk pada perasaan sang ibu, tapi menurutnya ini bukanlah kesalahan Baekhyun. Justru karena sang ayahlah sidang sang adik lahir dan membuat secara tak langsung membuat Baekhyun malu di depan semua keluarga. Jika boleh jujur, sang ayah seperti manusia lucifer. Licik dan tak ada bedanya dengan iblis.
Sang ibu mendadak diam, setelah sang anak mengatakan argumennya. Seperti tertohok dengan jawaban pintar sang anak membuat wanita ini bingung seketika. Ia mendadak membisu dengan tubuh yang membeku, ia sendiri juga terjebak dalam kemelut sang anak dengan suaminya. Oh... sebenarnya apa yang harus ia lakukan.
"Katakan eomma, kapan eomma mempercayaiku. Apakah eomma sadar jika selama ini hubungan kita sangat jauh, aku tahu kau ibu yang sangat baik. Tapi, apakah ibu yang baik selalu memarahi anaknya hanya karena mengkritik ayahnya yang nyatanya gagal dalam menjadi ayahku?"
Wajah Luhan terpancar kesedihan, bola matanya juga menunjukan semburat berkaca. Ia seperti menahan tangis di balik nada bicara bergetarnya.
"Kau sangat berani padaku Luhan, mau jadi apa kau tanpaku hem!"
Sang ayah sangat geram ia bahkan, sempat ingin menampar sang anak dan hampir saja itu terjadi jika sang ibu tak menahan tangan sang suami agar tak melukai anaknya. menyedihkannya lagi sang ibu hendak menangis, demi apapun Luhan anak kandungnya ia tak akan bisa melihat sesuatu menyakiti anaknya.
Sementara Luhan hanya tersenyum, tatapan dingin miliknya justru menantang sang ayah. Ia melihat bagaimana pria di depannya seakan ingin mengenyahkan dirinya. Tapi tak apa, bukankah itu artinya akan ada peperangan?
Sementara ia senang melihat sang ayah mendidih seperti ini.
"Kau anak durhaka! Kali ini kau tak akan selamat nak..."
Siapa yang kaget ketika mendengar ucapan mantap sang ayah, benarkah pria di depannya ini mabuk? Sang istri merasa suaminya hanya main-main semata. Sekedar mengancam anaknya agar takut tapi... merasakan bagaimana tegangnya lengan sang suami membuat rasa was-was muncul dalam hatinya. Apa yang akan dilakukan sang suami pada anak kesayangannya? Sementara Luhan tanpa rasa takut pun enggan meminta maaf atau apa. Lebih parahnya ia hanya tersenyum menanggapi ucapan sang ayah, bagi wanita cantik itu ucapan sang suaminya sangat menakutkan kali ini.
"Siapa yang iblis disini, siapa..." Luhan berkata ambigu, ada banyak makna yang membuat seluruh pemikiran berputar dan membuat pusing.
Khawatir itu ada...
Ketakutan itu datang...
Hingga....
Teriakan sang ibu mendominasi ruangan, saat sang anak mengacungkan pistol. Benda hitam mengkilat yang bersembunyi di saku celananya, dan teracung tepat di depan kepala sang ayah.
Hingga wanita itu menangis takut, sangat takut... Ia melihat Luhan bukan bayi kecil yang selalu manja padanya. Atau anak laki-laki yang sangat penurut dan tersenyum manis di depannya. Luhan yang sekarang adalah....
Tak jauh bedanya dengan pemuda brutal.
Apakah ini saatnya?
.
.
.
..........................................
Kyungsoo dan Taehyung....
Keduanya cukup lega, beberapa menit yang lalu dokter keluar dengan nafas penuh kelegaan ditambah senyum cerah di wajah mereka. Membawa sedikit aura yang melegakan dan menghilangkan kegelisahan mereka.
Nampaknya, usaha mereka berhasil dengan bukti Baekhyun yang tertidur pulas dengan selimut setengah yang menutupi tubuhnya. Taehyung yang ada disana mengusap kasar sisa air matanya, mengusap kasar wajah sembabnya. Rambutnya berantakan tak ia pedulikan, berbanding terbalik dengan Kyungsoo yang terlihat tenang tapi dia juga khawatir jauh di lubuk hatinya.
"Baekhyun hyung, syukurlah kau baik saja." Taehyung berdiri disamping sang kakak, ia masih terisak dengan tubuh yang lemas. Cukup menguras tenanganya saat dia menangis dengan bodoh dalam pelukan Luhan sang kakak.
Baekhyun tak membalas apa yang dikatakan sang adik, lantaran tenggelam dalam ketidaksadarannya. Wajahnya terlihat damai dan tenang, seperti seorang malaikat.
Hhhh... cukup memalukan jika hal itu diingat, tapi ia tak menyesal jika harus menangisi sang kakak. Jika memang Baekhyun tak tega melihatnya menangis dan tak jadi meninggalkannya. Apapun... Taehyung rela jika harus menangis darah, jika itu mampu membuat sang kakak tak jadi meninggalkannya.
"Kyungsoo hyung, apakah aku terlihat bodoh karena menangis?" celetuk Taehyung ketika ia memainkan kedua jemarinya, menunduk lucu dan menatap malu ke arah lantai yang ia pijak. Sementara Kyungsoo tengah sibuk merapikan selimut yang dikenakan oleh tuan mudanya hanya bisa menatap melirik. Cukup heran kenapa Taehyung menanyakan hal sepele seperti itu, biasanya dia tidak begitu. Apakah karena efek rasa bersalah yang begitu besar pada Baekhyun? membuat separuh otak tuan muda disampingnya mengalami kesadaran diri tanpa sadar. Kyungsoo pikir ini adalah mujizat kesekian kalinya....
"Ya."
Kyungsoo berkata jujur, dia terlihat sangat biasa saat mengatakannya. Tak sadar membuat Taehyung cemberut layaknya anak kecil. Benar saja dia terlihat memalukan apalagi menangis di dalam pelukan Luhan adalah hal pertama baginya. Oh... dia sudah menjatuhkan harga dirinya sebagai penyanyi naik daun. Taehyung sempat berpikir aneh jika bakal ada paparazi yang tak sengaja lewat dan sembarangan membuat gosip murahan mengenai dirinya. atau lebih buruknya akan membuat para penggemarnya mati penasaran dengan apa yang terjadi, hingga dipastikan akun miliknya akan dibanjiri komentar yang penuh akan hasrat kepo tingkat tinggi.
Taehyung tak mau menanggapi komentar dari para netizen atau suasana hatinya akan semakin memburuk.
"Baekhyun hyung...."
Kali ini Taehyung dapat bernafas lega, melihat bagaimana tubuh terbaring lemah dengan selimut setengah yang menutupinya. Ia yang terlihat damai di wajah pucatnya, Taehyung mengusap kasar wajah leceknya dan Kyungsoo yang beridiri disampingnya dengan tenang.
Baekhyun masih hidup....
Berita baik bukan?
Berpikir bahwa Baekhyun bisa saja meninggalkan dirinya membuat Taehyung frustasi setengah mati. Ah... tidak, hal itu tidak boleh terjadi. Jangan, dia tidak ingin ditinggalkan setelah ibunya. Ia menyesal dengan apa yang terjadi sebelumnya membuat hatinya sedikit luluh dan berubah menjadi lebih baik. Itu demi kakaknya, begitu juga ibunya yang sudah bahagia disana.
Kyungsoo yang sedari tadi disampingnya pergi di samping ruangan, sekedar mengambil segelas air untuk dirinya. ketika tenggorokan merasa kering, ia meninggalkan Taehyung untuk melihat bagaimana damainya Baekhyun saat ini.
"Baekhyun hyung, kau hampir saja membuatku menjadi seorang anak tunggal kau paham."
Celetuk Taehyung meski ia tahu jika sang kakak tak akan menyadarinya. Dan jika kalian tahu Taehyung tengah menangis senang saat ini. untuk saat ini....
Selang beberapa menit ada yang bergetar dalam saku celananya. Taehyung yang merasa ada panggilan segera mengambil benda persegi hitam miliknya, Kedua bola mata Taehyung yang sempat memburam, nama 'Ibu' dalam bahasa Cinanya. Membuat si pemilik ponsel itu mengangkat sebelah alisnya.
"Tuan Taehyung kenapa kau tidak mengangkat panggilan tersebut?" tanya Kyungsoo saat mendengar beberapa kali deringan ponsel itu berbunyi, ia melihat Taehyung yang sempat melamun.
"Ah, anu... ehhh... ini eomma." Taehyung mendadak tergagap, ia bahkan bingung harus mengangkat atau tidak. Karena kejadian tadi membuat Taehyung sedikit takut, ini saja masalah belum selesai lantaran Baekhyun belum sadar diri juga.
"Angkat saja tuan, siapa tahu jika beliau mengatakan hal yang penting." Saran Kyungsoo, ia pikir memang ada hal penting yang mungkin saja ingin dikatakan oleh nyonyanya.
"Tapi aku takut eomma mencari Baek hyung, bagaimana kalau eomma memang ingin..."
Tunduk Taehyung, ia terlalu takut kejadian itu terulang. Apalagi sang kakak sempat merasakan tamparan yang menyakitkan. Hingga bekas merah itu saja masih ada di pipi sang kakak, ternyata melihat dari jarak seperti ini secara seksama mampu membuat Taehyung menyadari hal kecil mengenai apa itu luka.
"Jika memang eomma mencari tuan Baekhyun, mungkin saja ia ingin berdamai. Bukankah itu hal yang bagus?"
Benar apa yang dikatakan oleh Kyungsoo, mungkin sang ibu sedang terketuk hatinya. Ia harus yakin jika ibunya sedang meminta perdamaian dibandingkan melanjutkan perdebatan yang keras seperti tadi. Tak salah jika ada kata damai pada mereka membuat Taehyung perlahan menekan layar hijau. Secara perlahan juga dirinya menaruh ponsel itu tepat di telinga kanannya, dan memejamkan matanya sebentar.
Menarik nafas dengan perlahan dan pelan...
"Anyeong..." Taehyung membuka percakapan, bisa kalian bayangkan bagaimana hati-hatinya dirinya.
"Hikksss.... hikkksss... Taehyung hikksss... appamu hikkkss... pu-pulanglah nak, appamu hikkksss... tolong eomma.."
Dari arah sana... ada tangisa wanita. Taehyung membulatkan matanya, cukup terkejut dan berpikir ulang apa yang terjadi disana, apalagi ia mendengar sang ibu sangat gelisah dari isakannya. Ada juga suara orang ramai yang ia tahu pekerja di rumahnya.
"Eomma..."
" Appamu hikkksss... Luhan hikkksss.. Taehyung tolong eommaaa nak, tolong eommaa hikkksss..."
"Eomma dimana? Apa yang terjadi, eommaa... appa kenapa, dan ada apa eomma??!!"
Benar atau tidak, yang pasti sang ibu menangis, yang pasti sang ibu sedang tergagap memanggil namanya. itu membuat Taehyung semakin gusar apalagi suara sang ibu sedikit terputus membuat dia semakin khawatir. Kyungsoo yang berada di ujung ruangan langsung mendekati tuan mudanya, ia ingin tahu apa yang terjadi. Tak sengaja ia mendengar majikannya menangis.
" Tolong nak hikksss... Hyungmu hikksss... anakku hikksss Taehyung, tolong eommaaa.. hikksss... Luhan hikksss... hikksss... appamu dia hikkss..."
Lebih buruknya...
Sesuatu yang buruk telah terjadi...
Mendadak Taehyung merasa lemas, tangan kanannya seperti tak ada daya. Pandangannya mendadak kosong dengan pikiran yang blank. Tanpa aba-aba dirinya berbalik, berlari meninggalkan ruangan sang kakak, Kyungsoo yang belum bisa mencerna apa yang terjadi menjadi bingung. Kepergian Taehyung yang tanpa memberitahu padanya apa yang terjadi membuat dirinya serba salah. Ingin menyusul dan bertanya langsung pada tuan mudanya, berharap bisa membantu. Tapi... apa jadinya jika Baekhyun ditinggal sendirian.
Sepertinya Kyungsoo tidak jadi menyusul...
Karena Baekhyun ada disini, pastinya Luhan ataupun Taehyung akan marah dan kesal padanya. Menurutnya, keberadaan dirinya disini berguna pada Baekhyun. Karena hanya Kyungsoo juga yang diam-diam mengerti perasaan Baekhyun. Kyungsoo ingin menjadi teman yang baik dan loyal, itu saja.
Bagaimanapun, Baekhyun sangat berarti baginya.
.
.
.
............................
Baekhyun seperti di tempat lain, pemandangan indah dengan aroma harum khas alam. Cahaya hangat yang mengenai dirinya, sangat nyaman dan tenang. Apalagi kicauan merdu nan cantik dari burung-burung yang kesana kemari melompat di beberapa bagian dahan pohon.
Baekhyun tak tahu ada dimana, yang pasti dia ditempat yang cantik dan damai. Ia sendiri berdiri di sebuah jembatan dengan sungai panjang yang airnya jernih. Di pinggirnya ia berjalan dengan hati-hati takut tercebur. Melihat bayangan dirinya di depan pantulan air sungai. Mungkin ini mimpi pikirnya.
Ia melihat kedua telapak tangannya yang putih dengan pakaian serba putih bersihnya, berbahan katun yang lembut dan aroma lavender kesukaannya. Serta rambut hitam yang bergerak pelan dan lembut karena hempasan angin yang menyambutnya.
Sangat menyenangkan...
"Belum pernah aku merasakan hal senyaman ini." akunya, dia dengan spontan memejamkan kedua matanya. Mendongak keatas dan menghadap langit biru yang ada disana. Menakjubkan rasanya, sangat sulit dirangkai walau dengan kata-kata sekalipun.
Baekhyun tak akan menolak jika dia disuruh tinggal disini....
.
"Byun Baekhyun?"
Ada yang memanggil, suara yang pernah Baekhyun dengar dan ia kenal. Entah kenapa ia merasa penasaran dengan seseorang yang memanggilnya, sepertinya berasal dari arah samping. Manakala ia masih mendengar langkah kaki yang mendekati dirinya.
Dengan perlahan Baekhyun menoleh ke kiri, dimana seseorang memanggil nama lengkapnya.
1 detik...
2 detik...
3 detik....
Siapapun katakan ini hanyalah kebohongan semata. Tolong katakan pada Baekhyun bahwa ini gurauan semata, dan tolong apa yang dilihatnya hanyalah halusinasi biasa.
Melihat seseorang yang ia kenal membuat dirinya terkejut, menggeleng dengan pelan dan wajah tak yakin. Baekhyun berhatap ini candaan dan bukannya fakta.
"Baekhyun, apa kabar?"
Tersenyum, di bibir pucat dengan darah yang mengucur di pundaknya. Meski pakaiannya gelap tetap saja ada luka tembak disana. Membuat si pemilik nama yang dipanggil beberapa kali itu mendadak lemas dan jatuh bersimpuh. Tak sanggup walau hanya berdiri.
Memastikan dengan benar apakah orang di depannya adalah keluarganya?
Tes...
Tes...
Tes...
Menangis... Baekhyun menangis, rasanya dadanya sangat sakit dan sesak. Bibir bawahnya ia gigit dan beberapa kali juga ia menggelengkan kepalanya menolak semua hal yang ia lihat.
Sampai akhirnya, ia menguatkan hatinya. Mendorong suaranya agar sampai di kerongkongannya. Dengan sedikit isakannya juga air mata yang deras meluncur di pipinya. Dia...
"Luhan hyung apa yang terjadi denganmu hikkss..." sungguh berat saat Baekhyun mengatakan demikian.
Sementara dia, yang menjadi pelaku dari tangis Baekhyun kali ini justru tersenyum. Tersenyum biasa seperti yang ia sering lakukan, yang berbeda adalah...
Ia tersenyum dengan air mata yang datang tanpa diundang...
Tak ada kata disana, hanya ada darah yang semakin deras menetes. Membuat Baekhyun semakin terisak dan memukul kayu jembatan di bawahnya dengan kesal. Ia sendiri tak tahu mengapa, hanya bisa berharap bahwa ini mimpi.
Sekedar mimpi buruk, yang akan hilang ketika ia bangun.
Yang akan ia lupakan ketika sadar...
Tapi...
Kenapa terasa begitu nyata?
Tolong siapapun katakan pada Baekhyun bahwa ia hanya berhalusinasi. Yakinkah Baekhyun bahwa Luhan baik-baik saja, dan bukannya datang dengan keadaan yang menyedihkan seperti ini....
Baekhyun semakin menangis saat mendengar Luhan yang meminta maaf, minta maaf dengan senyum manisnya...
Oh... ini terlihat menyedihkan untuk dirinya lihat.
Kenapa rasanya sangat menyesakkan?
........................
Tbc...
Bagaimana menurut kalian mengenai chapter ini, apakah kalian merasa cocok dengan chapter ini? adakah yang masih menunggu kelanjutannya. Maaf kalau hasilnya kurang memuaskan author sudah berjuang dengan baik untuk bisa melanjutkan ff ini. maaf kalau banyak typo dan cerita makin gaje, jangan kapok untuk membaca kelanjutannya lagi ya.
Ngomong-ngomong aku akan fokus disini sebentar agar ff ini segera selesai, dan bisa fokus ke ff lainnya. Sebisa mungkin author akan selesaikan semua ff biar tidak terbengkalai.
Terima kasih dukungannya selama ini, tanpa kalian author hanya butiran debu yang tak dikenal dan tanpa peminat. Terima kasih semua, aku cinta kalian...
Kudoakan kalian bahagia selalu....
Sorry, typo bertebaran dan kegajean melintas.
Gomawo and saranghae...
#el
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro