
가을은 ... (32)
"Sulit saat membuat sebuah keputusan, sulit jika dampaknya besar dan kacau. Hanya saja lebih sulit jika memulai dari awal dan melihat hasilnya. Seperti tangan yang tertancap duri hanya untuk mengambil bunganya. Butuh perjuangan, dan juga mengorbankan sesuatu. Sesuatu yang membuat tubuh ini sakit."
..........................................
(Author ***** POV)
Hal pertama yang disadar Taehyung saat ini adalah. Tatapan kosong sang kakak. Melihat Baekhyun yang hanya memandang jendela dengan pikiran entah kemana. Taehyung rasa sang kakak mempunyai banyak masalah. Apakah itu berasal darinya?
"Baek Hyung, gwenchana?" dengan pelan Taehyung menepuk pundak sang kakak. Membuyarkan Baekhyun yang sedikit terkejut dan sadar dari lamunannya. Dilihatnya wajah sang adik yang khawatir, begitu pula dengan tangan Taehyung yang entah ini mimpi atau bukan mengusap pundaknya lembut.
"Ah, Tae. Aku tidak apa-apa hehehe..." cengir Baekhyun, menunjukan dirinya seolah tak terjadi apapun. Ia merasa senang atas perhatian Taehyung yang satu ini. di usianya ini adalah hal pertama kali untuknya.
"Kau yakin? Maafkan aku yang mengajakmu pergi. Sepertinya aku bodoh mengajak hyung ke tempat seperti itu. Hyung, seharusnya kau di rumah sakit dan beristirahat agar kau pulih." Taehyung menyesal, ia kecewa terhadap dirinya yang begitu ceroboh menjaga sang kakak. Sepertinya ini terakhir kali Taehyung mengajak Baekhyun dalam acara jika keadaan sang kakak sakit.
"Eh, jangan bicara seperti itu. aku baik, kau jangan khawatir Tae. Hyung hanya mengantuk, iya mengantuk hoaaaammmmm...." Baekhyun memulai aksinya, ia menggeliat tubuhnya dengan tangan ke atas. Supaya sang adik berpikir bahwa ia benar-benar mengantuk malam ini.
"Baekhyun tenang ya, sebentar lagi kita akan sampai ke villa." Ucap Taehyung dengan senyum kotaknya ia mengecek ponselnya, takut jika ada pesan masuk untuknya.
"Villa?" Baekhyun terkejut, ia pikir ia akan pulang ke rumah. Ia juga tidak tahu jika keluarganya punya sebuah Villa.
"Ne, Luhan hyung menyuruhku untuk menginap di villa selama tiga hari. Aku tidak tahu kenapa, hanya saja aku malas membuat bentrok dengan barongsai itu. kau tahu hyung telingaku panas jika mendengar omelan cinanya." Taehyung mencibir sang kakak tiri, ia menunjukan telinga kanannya setelah memulai sesi curhatnya.
"Jangan bilang seperti itu, bagaimanapun Luhan hyung itu hyung kita. Kau harusnya hormat padanya, jangan kau pikir omelan hyung tak ada artinya. Justru, ia menyayangimu karena ia tahu mana yang baik dan mana yang benar." Baekhyun memberikan nasihat setelah meloloskan pukulan keras di punggung sang adik, membuat Taehyung mengaduh sakit secara mendadak.
"Hyung tidak tahu bagaimana sifatnya. Jika Luhan hyung marah, ia seperti kadal raksasa menyembur. Apalagi ia memiliki tingkat pede diatas kuadrat, membuatku malu jika ada yang melihat."
"Tetap saja tidak boleh, hyungmu bukan Luhan hyung saja. aku juga hyungmu, maka kau dengar aku. Ini demi kebaikanmu Tae."
Itulah Baekhyun, dia cukup sabar menghadapi sikap Taehyung sang adik.
Taehyung hanya terdiam, dengan sedikit kesal ia menekukan lengan di dadanya. Menatap ke depan melihat perjalanan yang di kendarai oleh sang supir. Sesekali Taehyung melihat jam tangannya. benar saja, waktu menunjukan pukul 23.00 malam. Pantas saja dia cukup mengantuk. Beberapa kali Taehyung menyembunyikan rasa kantuknya dengan bantuan tangan atau lengannya. Tapi tidak untuk Baekhyun yang peka dengan keadaan.
"Kau mengantuk?"
Taehyung menoleh, dilihatnya sang kakak yang bertanya dengan tatapan khawatirnya. Sadar jika sang kakak khawatir padanya, membuat dia menggeleng kepalanya. Berkata 'tidak' dengan nada polosnya.
Dia bukan anak kecil yang mudah mengantuk sebelum jam 24.00 malam, itulah sebabnya Taehyung mempunyai gengsi seperti saat ini.
"Aku hanya mengantuk setelah jam 12 malam." Ucapnya dengan yakin. Bahkan ada nada sombong diucapannya.
Baekhyun maklum dengan sifat sang adik dan memilih untuk mengabaikannya. Karena yang ia tahu Taehyung adalah adik keras kepala. Kembali lagi, namja dengan tubuh mungilnya melihat pinggiran kota dari balik kaca mobil. Melihat bagaimana ramainya saat ini meski hampir tengah malam. Baekhyun memang melihat kesana. Tapi, tidak dengan pikirannya yang pergi entah kemana. Memegang erat sebuah ponsel di tangannya. berharap siapapun tidak akan tahu akan kegelisahannya.
Sebuah pesan masuk dengan nada mengancam, membuat hatinya risau. Bukan berarti dia takut dan lemah untuk menghadapi si pengirim. Baekhyun bukan orang seperti itu. dia akan menunjukan sisi kuatnya, jika ada yang berani menyentuh orang-orang yang ia kenal dan sayangi.
Seperti sekarang. Sebuah ancaman kecil dari nomor tak dikenal, Baekhyun tahu pastilah itu ada kaitannya dengan wanita tadi. Marah.... Baekhyun berhak melakukan itu. sepertinya ia akan menghadapi sebuah pertarungan dengan orang yang misterius.
"Taehyung?" memanggil sang adik, bermaksud hati mengajak dia berbincang. Namun, urung kala melihat wajah teduh dengan kelopak mata yang tertutup rapat. Dengkuran halus nan lembut, saat rasa pulas tercipa darinya. Membuat rasa tak tega muncul dari namja bestatus sebagai seorang kakak.
"Bayi besar." Candanya, menaruh jas yang ia gunakan di atas tubuh sang adik. Mungkin saja Taehyung akan terasa hangat dan tidur nyaman meski di dalam mobil. Apapun yang dilakukan Baekhyun kepada adiknya, akan ia lakukan meski itu adalah nyawanya.
Drrtttt.... drrrtttt....
Getaran ponsel itu berbunyi, membuat si pemilik memilih untuk mengecek siapa gerangan yang memanggilnya. Nomor tak dikenal lagi, dan itu terlihat nyata oleh Baekhyun. tangan yang meremat secara refleks ketika ponsel masih bergetar menandakan panggilan masuk yang berulang. Jengkel satu kata tepat yang ia rasakan untuk saat ini, Baekhyun rasa orang itu harus tau siapa dia.
"Halo." Datar dan dingin, terdengar serius dari seorang Baekhyun.
"Byun, senang bisa berbincang padamu."
"Apa maumu brengsek!!" memaki, Baekhyun rasa hal itu pantas didapatkan oleh seseorang diseberang sana.
"Kau terlihat berani dari yang kuduga." Nada meremehkan, terdengar samar tawa kekeh dari yang ia duga. Suara pria dengan nada beratnya.
"Kau pikir kau Tuhan. kau dan aku sama-sama makan nasi!" Baekhyun tersenyum, wajahnya nampak serius. Membuat sang supir yang tak sengaja menguping dan melihat ekspresi itu dari kaca sedikit terkejut.
"Kau hanyalah model dewasa, kau seperti menantang serigala."
"Enyahlah, jangan ganggu aku. Kau tidak tahu bagaimana jika aku menjadi pshyco Byun. Kau tidak ingin melihat hal itu bukan? Jika kau takut aku tidak datang. Kau lihat saja, aku akan datang menemuimu. Seperti yang kau minta, aku tidak peduli apa yang kau mau dariku dan urusan apa kau menemuiku. Aku tidak akan pernah peduli! Aku hanya akan peduli jika kau mendapat karma dari Tuhan atau mendapatkan bogemanku karena mengancam adikku. Kau pikir kau siapa? Kau hanyalah manusia bobrok tak punya akal!"
Baekhyun berucap tegas, tak meninggikan suaranya. Sadar akan keberadaan Taehyung disisinya.
"Kau tidak ingat apa yang terjadi dengan ibumu?" mengungkit masa lalu, membuat tangan itu terkepal. Sudah lama Baekhyun ingin melupakannya, kenapa seseorang itu mengungkitnya kembali benar-benar memuakkan.
"Sudah kuduga itu kau! Jangan bahas ibuku, jangan panggil dia dengan mulut najismu. Kau sungguh biadab tak punya akal. Sampai kapanpun kau tidak akan pernah mendapatkan apa yang kau mau. Kau ingat warisan ibuku tak akan kuberikan padamu, kau pikir orang miskin sepertiku akan luluh hanya karena hartamu. Tapi maaf, peninggalan ibuku jauh lebih berharga. Jadi berhentilah menggangguku, atau kau akan mendapatkan ganjaran seperti di Jepang."
"Kau semakin berani di tanah kelahiranmu, sebentar lagi kau akan mati!"
"Teruslah berkata seperti itu. kau harus ingat sebelum kematianmu, akan aku bawa kau dihadapan ayahku. Dan memaksamu berkata jujur jika kau hanya berpura-pura sebagai selingkuhan ibuku. Kau tahu, aku harap kau tak pernah hidup tenang dengan kesalahanmu."
"Jangan bermain-main denganku, Byun!"
"Seharusnya aku yang berkata demikian. Aku akan menjebloskanmu dalam penjara."
Baekhyun semakin geram, bahkan tubuhnya sedikit bergetar. Tak ada rasa takut dari setiap ucapan yang ia katakan.
"Semoga kau mati dengan penyakitmu!"
"Ya, dan aku akan menggentayangimu selama sisa hidupmu yang bobrok dan sia-sia."
"Kurang aj-"
Pip!!!
Mati...
Panggilan itu terputus secara sepihak, pelaku yang melakukannya tentu saja Baekhyun. dengan cepat Baekhyun merogoh kantungnya, diambilnya sebuah pil penenang dan obat untuk menghilangkan rasa nyerinya. Sejujurnya ini tidak baik untuk jantungnya, hanya saja ia tidak bisa membiarkan orang itu berpijak lebih lama di dunia.
Baekhyun pikir orang itu sudah tak menggaggunya. Namun, dugaannya salah dan ia datang kembali dengan ancaman membawa nama adiknya. tak bisa ia biarkan, ia harus menghentikannya. Tapi bagaimana? Apakah ia bisa melakukannya dengan sendiri? yang ia hadapi adalah orang berbahaya yang Baekhyun kenal sejak ia remaja. Orang itulah yang membawa pengaruh buruk pada hubungan kedua orang tuanya. Alasan kuat yang membuat perceraian terjadi dan membuat ia terpaksa berpisah dengan sang adik.
Dulu ia bisa melakukannya, hanya saja ia hidup diantara sebuah keluarga. Terlalu beresiko dan juga berbahaya.
Sekarang....
Saat semuanya mulai membaik, orang itu datang lagi. Datang dengan rencana juga hal tak terduga, Baekhyun berpikir keras saat ini.
"Eomma, Tae..."
Mengeratkan kepalan kedua tangannya. menjatuhkan tangannya di atas pahanya. Duduk dengan sedikit tegang dengan kepala menunduk. Helaan nafas yang tak teratur, menunggu obat yang memberikan efek ketenangan. Pelan.... pelan.... pelan....
Ketenangan....
1...
2....
3....
4....
5....
.
.
.
.
.
.
.
Baekhyun hanya tidak ingin membenci ayahnya lebih dalam lagi.
.....................
.
.
.
.
Di luar satu helai daun jatuh, tepat di sebuah akar yang tertanam kuat di sekitarnya. Sebuah pohon maple yang menjadi penjaga rumah besar nan mewah tersebut. pertunjukan indah ketika beberapa daun jatuh selanjutnya. Menyisakan setengah daun yang masih kuat bertahan di dahan meski menguning.
Luhan yang masih sibuk dengan kekagumannya dengan alam gugur di depannya.
"Aku yakin kau marah dan kesal padaku. ya, kau pasti tidak akan ingat kejadian itu bukan? Dimana eommamu, meninggal setelah..."
"Bisakah kau diam!" Kyungsoo melotot, ia melampiaskan amarahnya pada namja berdarah Cina di depannya. ia ingat, ia ingat setelah kejadian mengenaskan itu menimpa nasibnya. Saat itu Kyungsoo tak akan menyangka jika sang ibu menjadi korban dan meninggal.
"Harusnya aku mendengar saran ibumu, dan aku menolaknya. Aku pikir aku benar saat itu, dan ternyata aku salah. Aku menghancurkan semuanya, dan saat aku nekat kau lari padaku untuk menolongku. Kau menjadi korban tak sadarkan diri, aku pikir aku akan mati jika saja eommamu tak menolongku." Luhan melihat wajah sahabatnya, masih sama. Kyungsoo yang menundukan kepalanya. Mungkin saja Kyungsoo kecewa terhadapnya.
"Aku menyesal bertemu denganmu." Kyungsoo mengucapkan hal itu dengan sungguh, tiba-tiba saja rasa hormatnya hilang tergantikan dengan kejengkelan luar biasa. emosi juga tidak berguna karena ia tahu hal itu tak akan membuat sang ibu hidup kembali.
"Senang kau akhirnya berpikir itu, kau harus tahu aku bukan orang yang baik." Luhan berdiri, menyesap kopi hangat buatannya yang mulai mendingin. Menatap langit berbintang yang telah di tutupi mendung.
"Kenapa aku tidak pernah sadar, kau sangat aishhhhh.... kenapa!! kenapa??!!!"
Kyungsoo seperti tak sadar, ia membentak dengan amarah yang hampir meledak. Kesalahan Luhan yang pertama Luhan. Mengingatkan namja bermata bulat itu dengan masa lalu kelam dan menyakitkannya.
Hanya saja itu adalah rencana Luhan.
"Jika kau membenciku terserah, jika kau tidak ingin bertemu tak apa. hanya saja aku bisa melegakan hatiku dari rasa bersalahku. Aku memendam semua ini terlalu lama." Luhan berucap, terlihat berbeda. apalagi tatapannya terlihat kosong.
"Kau bersikap baik padaku, kenapa kau lakukan itu? bukankah kau yang menyebabkan semua itu terjadi? Apa maumu, brengsek!" Kyungsoo tak tahu kenapa ia bisa berkata seperti itu. ia terlanjur kalut.
"Karena kau adalah teman baikku. Itulah kenapa aku peduli padamu, Kyung." Luhan tersenyum, ia tersenyum. Namja berdarah Cina ini tersenyum, hanya saja kedua matanya sedikit berkaca.
Muak.
Rasa yang mendadak datang, membuat pekerja setia sepertinya memilih melangkahkan kakinya. Pergi tanpa jawaban, sampai pada akhirnya ia berada tepat di depan pintu kamar tuannya.
"Biar bagaimanapun kau adalah tuanku. Perintahmu sudah menjadi tugasku, hanya saja aku terlalu bodoh tak menyadari keberadaanmu. Aku tak bisa melupakan kematian eomma." Kyungsoo enggan melirik, ia memegang erat kenop pintu itu dengan erat.
"Aku tahu, dan aku sadar. Aku meminta maaf, Kyung. Maaf telah menghancurkan kebahagiaanmu dan membuat eommamu tiada. Aku janji tidak akan lari dari tanggung jawab." Luhan mengucapkannya, bagaikan sebuah janji bak pendekar.
"Enyah!"
Ceklek!
BRAAAKKKKK!!!
Diam....
Tak ada suara dan hening.
Hanya ada suara detakan jam dinding dalam kamar tersebut. angin malam yang semilir menerbangkan tirai jendela. Sama saja....
"Appa.... tolong aku." Harapnya, memejamkan matanya dan menautkan kedua tangannya. layaknya sedang berdoa. Ia menundukan kepalanya, di bawah cahaya bulan yang sedikit karena tak sepenuhnya mendung menutupinya. Luhan hanya....
"Hikkksss.... hikkkkkssss..... Apppa, hikkkksss...."
Menangis....
"Maafkan eomma appa, maafkan Luhan appa. semoga kau tenang, hikkksss... tunggulah appa. sampai akhir aku akan menuntaskan dendammu appa." mengadah ke atas langit menatap bulan disana.
"Aku Xi Luhan, akan merebut kekuasaanmu kembali. Hartamu, dan kedudukanmu appa. ketidakadilan dan juga dendammu! Akan segera terbalas!"
Tersenyum...
Diantara tangisnya Luhan tersenyum. Tekad besar untuk menghentikan kesalahan di matanya, juga....
"Maafkan aku Baek. Tapi, aku harus menggunakanmu untuk membalas dendamku."
Tatapan kosong ke depan, menatap daun yang bergugur. Juga....
"Permainan segera dimulai, APPA!"
Senyuman bak seorang penjahat menakutkan, sebnyuman yang dilakukan oleh Xi Luhan. Anak dari Xi Wang Hyun.
.
.
"Tuan Hao, kapan meeting appa?"
.
,
,
"Taehyung ayo kita jalan-jalan."
"Baek Hyung?"
"Ayo buat momen kebersamaan kita. Jadikan ini pengalaman yang tak terlupakan."
"Apa maksut hyung? ucapanmu seperti pergi jauh."
"Kita buat kenangan, karena kita hyung dan dongsaeng."
..........................
Tbc...
Hai semua kembali lagi dengan author yang kacangan ini. alhamdulilah bisa up satu cerita yang kalian tunggu, dan bikin kalian semangat buat baca setiap kisahnya. Maaf lama kesibukan author yang bekerja atau lembur membuat author tidur secara langsung atau malah gagal up karena sinyal selepas jam tujuh susah. Alhasil author harus up subuh atau tengah malam seperti beberapa hari yang lalu.
Harap maklum author rumahnya daerah pegunungan.
Maaf typo bertebaran secara tak sengaja, terima kasih untuk dukungan kalian sampai chapter ini. niatnya ngetik sampai 3k tapi jari udah pegel jadi aku bikin setengah, maaf ya jika terlihat pendek tolong pengertiannya.
Sekian dari saya, kecup cinta dan sayang.
Gomawo and saranghae...
#el
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro