Tetangga Baru
Setelah beberapa bulan terkahir, rumah blok M No.17 tepatnya di sebelah rumah Jack, akhirnya terisi kembali. Dulunya rumah itu di tempati oleh seorang pemuda. Namun karena menikah, dan memutuskan untuk tinggal bersama isterinya, rumah itu menjadi kosong. Dan kali ini rumah itu dihuni oleh keluarga muda. Sepasang suami istri dan seorang anak laki-laki tampan. Kira-kira seumuran dengan Alena.
Alena mengintip dari jendela kamarnya saat mendengar ada suara mobil berhenti di depan rumah itu. Sudah lama ia tak melihat ada orang yang datang ke rumah itu. Ini adalah yang pertama kalinya sejak kepergian pemuda itu.
Alena tersenyum bahagia saat melihat ada seorang anak laki-laki turun dari sebuah mobil bersama kedua orang tuanya. "Aku akan punya teman baru" pikirnya. Alena terus berdiri memandangi anak itu hingga mereka berlalu.
"Apakah kamu juga senang? Aku tahu, kamu juga senang kan? Hore!" seru Alena kegirangan.
Tetangga baru itu pindah karena urusan pekerjaan. Pasangan suami istri itu, dulunya bekerja di sebuah restoran. Dan sekarang mereka pindah tugas ke kota ini. Mau tidak mau, mereka harus membawa putera mereka yang nantinya akan pindah sekolah.
"Permisi! Permisi!" seseorang memanggil dari depan rumah.
Asisten rumah bergegas membuka pintu.
"Ada apa ya Bu?" ucap asisten yang tampak bingung karena tidak mengenali wanita itu.
"Saya tetangga baru Ibu, saya tinggal di Blok M No.17, tepat di sebelah rumah Ibu," ucap wanita itu.
"Oh tetangga baru ya. Ada keperluan apa ya Bu? Kalau ada yang penting, datang nanti sore saja. Majikan saya belum pulang Bu," ucap Asisten rumah tangga itu.
"Eh nggak ada yang penting kok, saya ke sini mau pinjam sapu," ucap wanita itu terkekeh.
"Oh pinjam sapu, sebentar ya Bu. Saya Ambilkan dulu," ucapnya lalu bergegas.
"Ini Bu sapunya," ucapnya sembari memberikan sapu pada wanita itu.
"Terima kasih ya. Nanti akan saya kembalikan," ucap wanita itu lalu pergi.
Senja kembali hadir dengan sinar jingganya, menyapa insan yang masih bernapas lega dan beberapa yang sedang berjuang untuk bisa bernapas. Juga mereka yang telah meregang nyawa sebelum senja tiba.
Silvia pulang dengan senyuman indah. Proyek yang ia tangani telah resmi di tandatangani dan akan dilaksanakan minggu depan. Tak lama lagi, bonus akan mengalir bagaikan arus sungai.
Demikian juga Jack yang pulang lebih awal. Ia tampak bahagia di sore ini. Berkasnya selesai diperbaiki dan ia bisa presentasi dengan baik. Dan perusahaan yang turut hadir sangat bangga atas presentasi Jack. Mereka telah melakukan tanda tangan kontrak untuk proyek itu.
"Sayang udah pulang? Nggak lagi emosi kan?" ucap Silvia merayu.
"Nggak dong sayang. Aku sukses presentasi dan proyeknya sudah ditanda tangani," ucap Jack bangga.
"Yang bener sayang? Bagus dong! Proyek yang aku tangani juga sudah ditanda tangani sayang, itu artinya kita akan mendapat bonus banyak," ucap Silvia kegirangan.
"Ya sayang, nanti kalau bonusnya sudah cair, kita atur jadwal buat liburan," ucap Jack.
"Alena ikut kan Pa!" seru Alena yang tiba-tiba saja keluar dari kamarnya.
"Eh Alena, tentu saja kamu ikut sayang," ucap Jack dengan senyum terpaksa.
Ia terpaksa berbohong di hadapan Alena agar Alena tidak merasa kecewa. Namun sebenarnya, Jack dan Silvia tidak ingin jika Alena ikut dalam liburan mereka. Tentu Alena akan menjadi pengganggu pada liburan mereka nantinya.
"Permisi! Permisi!" kembali seorang wanita memanggil dari depan pintu.
Kali ini Silvia yang membuka pintu. Ia sangat terkejut saat melihat seorang wanita berdiri di depan pintu dengan sebuah sapu di tanganya. Awalnya Silvia ingin menjerit karena ia kira, wanita itu ingin menghabisi nyawanya.
"Maaf Bu, saya ingin mengembalikan sapu yang tadi saya pinjam," ucap wanita itu.
"Pinjam? Ibu pinjam dari siapa?" tanya Silvia kebingungan.
"Tadi saya pinjam dari asisten rumah tangga Ibu, katanya Ibu belum pulang kerja," jelas wanita itu.
"Oh, begitu. Ibu ini siapa ya? Sepertinya saya belum pernah lihat?" tanya Silvia kembali.
"Saya tetangga baru Ibu, saya tinggal di sebelah," ucap wanita itu sembari menunjuk ke rumah nomor 17.
"Oh Ibu tinggal di situ, saya senang sekali bisa bertetangga dengan Ibu," ucap Silvia denga ramah.
"Ya Bu, saya pamit dulu ya Bu. Masih banyak barang yang harus saya rapikan," ucap wanita itu lalu pergi.
Kesekian kalinya malam kembali menyapa, bersama bintang-bintang namun tanpa kehadiran sang rembulan. Sepertinya rembulan sedang cuti malam ini atau sedang liburan karena dapat bonus dalam proyek menghiasi malam yang sepi. Mungkin saja.
Drama korea kembali tayang malam ini. Sepasang suami istri kembali bermesraan di sebuah sofa lengkap dengan pop corn sebagai cemilan. Dan yang pasti tanpa Alena. Alena hanya akan mengurung diri di kamar—menyelesaikan PR dan berbicara dengan Alen.
Di sela-sela adegan dramatis yang sangat menyentuh jiwa dan raga. Tiba-tiba saja, darama itu terpotong oleh berita terkini. Seorang reporter televisi memberitakan bahwa ada selebaran yang bertebaran di sepanjang jalan. Kertas itu berisikan ancaman akan melakukan pembunuhan secara berkala di kota itu. Di kertas itu juga dituliskan bahwa semua orang, baik orang biasa hingga pejabat sekalipun akan ia bunuh secara diam-diam.
Alena tanpa sengaja mendengar berita itu. Ia merasa ketakutan di dalam kamarnya dan memilih untuk bersembunyi di bawah selimut. Ia takut kalau tiba-tiba pembunuh itu datang dan masuk lewat jendela kamarnya. Tentu berita seperti itu akan membuat takut setiap orang, bahkan orang dewasa sekalipun.
Namun berbeda dengan Jack dan Silvia, mereka tampak begitu tenang mendengar berita itu. Tak ada ekspresi ketakutan atau khawatir sedikit pun. Mereka tampak begitu menikmati berita itu hingga selesai dan berganti kembali dengan drama korea.
"Paling juga hoax biar semua orang kocar-kacir," ucap Jack terkekeh.
"Ya sayang, lihat aja, bentar lagi akan ada berita kalau itu tidak benar," ucap Silvia.
Dan benar saja, setelah dua jam berita itu ditayangkan, kembali reporter itu meminta maaf atas berita yang mereka sampaikan. Ternyata selebaran itu adalah tugas praktik seorang siswa yang tercecer di jalan. Sang reporter juga menghimbau agar semua orang kembali tenang tanpa harus merasa takut akan berita itu.
Alena tetap merasa takut sekalipun ia mendengar reporter itu mengatakan bahwa itu hanyalah hasil praktik siswa yang tercecer. Ia merasa bahwa itu bukanlah ketidaksengajaan, melainkan ada seseorang yang sengaja merekayasa hal itu. Meski usianya masih menginjak 12 tahun, namun pemikiran dewasa Alena patut diacungi jempol. Ia juga sangat pandai untuk hal rumit seperti memecahkan suatu permasalahan. Bahkan untuk hal yang lebih rumit dari pelajaran matematika dan juga kimia.
Ia mampu membaca situasi dengan baik. Dan feeling yang kuat akan setiap kejadian yang mungkin saja terjadi. Semalaman Alena tidak bisa tenang, ia selalu saja memikirkan berita hoax itu. Ia tidur sebentar lalu terbangun dan tidur kembali, bangun lagi. Begitulah hingga sang fajar kembali menyapa dan menggantikan sang malam tanpa kehadiran sang rembulan.
wah alena punya teman baru dong! senang deh akhirnya dia punya teman...
oh ya, kalau kalian juga senang, jangan lupa vote dan komen ya
yang belum follow, silahkan follow suapaya kalian dapat notifikasi cerita terbaru dari Alena.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro