Part 2
Ayunan kaki seorang gadis yang duduk di atas pohon itu sama sekali tidak terlihat oleh siapa pun yang lewat di bawahnya. Ia menatap bosan pada makhluk-makhluk yang setiap harinya hanya bekerja itu saja.
"Ah, aku muak di sini," desahnya. Ia memperhatikan beberapa binatang melata yang sedang menyiksa tahanan mereka. "Meskipun aku sama dengan mereka, tapi aku jijik melihatnya. Hah, bisakah aku hidup normal saja?"
"Sepertinya aku harus mencoba hal baru," gumam Karin.
Karin mengetuk dagunya, ia memikirkan apa yang akan dilakukannya untuk nanti. "Hm, bagaimana dengan ... hidup sebagai manusia?"
Batin Karin bersorak, ia meloncat dari pohon yang tingginya hampir mencapai tiga meter itu dengan pendaratan yang mulus. "Aku pergi sekarang saja, lagian tidak ada yang bisa aku lakukan di sini," ucapnya gembira.
Portal menuju dunia mortal selalu terbuka di sana, begitu pula dengan portal ke dunia immortal. Karin masuk ke portal yang bisa membawanya ke dunia manusia, hingga ia keluar dari antara pohon-pohon yang besar.
"Jadi, apa yang harus aku lakukan terlebih dahulu?" tanya Karin pada dirinya sendiri.
"Ah ya, aku harus memiliki uang dan juga sepertinya ... kekuatanku harus disegel terlebih dahulu," sambungnya.
Saat melihat ada batu yang cukup besar, Karin segera ke sana. Ia melakukan suatu ritual penyegelan kekuatan, segel itu akan terbuka saat ia nanti bertemu dengan mate nya.
Sinar berwarna merah darah menyelimuti Karin, semakin lama cahaya itu semakin meredup. Ketika cahaya itu benar-benar sirna, tubuh Karin ambruk seketika. Ia seketika pingsan karena ritual itu membutuhkan energi yang cukup besar sehingga energinya terkuras habis.
🐺🐺🐺🐺
Silvermoon pack, dihebohkan dengan portal manusia yang mengeluarkan cahaya berwarna merah. Beberapa warior yang berjaga di sana langsung menyuruh salah satu di antara mereka untuk melapor kepada Nio.
Dengan tergesa-gesa warior itu pergi menghadap Nio. Sesampainya di sana, sangat kebetulan sekali ada Xander dan Bella yang juga ada di aula utama itu. "Lapor, King."
"Ada apa?" tanya Nio.
"Em ... portal menuju dunia manusia mengeluarkan cahaya. Portal i--"
"APA?"
"Sabar, Nio. Dengarkan dulu penjelasannya," sahut Bella.
"Lanjutkan!" perintah Xander.
"Portal itu mengeluarkan warna merah pekat."
Bella mengangguk paham, lalu ia menyuruh warior itu kembali setelah mengucapkan terima kasih. "Mom, aku harus segera ke sana," ujar Nio.
"Jangan!" sergah Xander tegas.
"Kenapa, Dad?" tanya Xander bingung.
"Setahuku warna portal memang berbeda, saat aku melewatinya portal itu berwarna putih. Saat para werewolf melewatinya maka portal itu berwarna biru. Lalu, apa artinya jika portal itu berwarna merah pekat?" tanya Bella pada Xander.
"Itu berarti ada suatu kekuatan besar yang melewatinya. Sesuatu yang bisa saja membawa bahaya bagi dunia manusia," jawab Xander.
"Aku harus ke sana, Dad. Aku harus memeriksanya!" Nio bersikeras untuk pergi, tetapi Xander maupun Bella melarangnya.
"Itu bukan wilayah kita, Nio. Lebih baik kita bertemu dengan tetua untuk membicarakan hal ini!" perintah Xander.
"Baiklah," ucap Nio pasrah.
Xander keluar dari sana, tinggallah Nio dan Bella yang masih diam. Nio menghampiri mommy-nya dan duduk dengan tangan beralaskan paha Bella.
"Aku merasakan kehadirannya lagi, Mom. Aku merasakan ada dia tadi," adu Nio pada Bella.
"Bersabarlah, nak. Mom yakin kau akan bertemu dengannya nanti," ujar Bella.
"Tapi di sini rasanya kosong," ucap Nio dengan menunjuk dadanya.
"Mom tahu, tapi kamu memang tidak bisa melawan takdir kan? Mungkin moon goddess belum memberikan waktu yang tepat untuk kalian bertemu. Percayalah, akan ada saatnya kamu bersama dengannya."
"Baiklah, Mom." Mereka keluar dari aula, menyusul Xander yang sudah lebih dulu pergi ke ruang rapat bersama para tetua.
🐺🐺🐺🐺
Karin tersadar dari pingsannya, tubuhnya terasa remuk semua. Ia mencoba untuk keluar dari hutan sekadar mencari bantuan, tapi nasibnya sangat tidak beruntung. Hutan itu jauh dari keramaian, bahkan Karin harus menempuh waktu selama dua jam untuk mencapai jalanan.
Setibanya di jalan, tubuh Karin sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Ia kembali jatuh pingsan di tepi jalan, orang-orang yang kebetulan lewat di sana langsung mengalihkan perhatian mereka.
Beberapa orang mencoba memberikan bantuan, mereka panik ketika tidak menemukan denyut nadi gadis itu tetapi dia masih bisa bernapas. Ambulans datang untuk membawa Karin ke rumah sakit, tapi sayangnya tak ada yang ingin tahu lebih lanjut tentang kondisi Karin.
Saat pemeriksaan berlangsung, dokter juga sangat terkejut. Denyut nada dan detak jantung Karin tidak terdeteksi, tapi napasnya masih teratur. Anehnya lagi, jarum infus tidak bisa menembus kulitnya.
Erangan kecil keluar dari mulut Karin, dokter dan beberapa suster yang masih berada di sana langsung memfokuskan tatapan mereka pada gadis yang masih terbaring lemah di brankar ini.
"Aku di mana?" tanya Karin. Wajar saja, semua tampak asing di matanya. Meskipun ini adalah yang kesekian kalinya ia berada di dunia manusia, tetapi ia tak pernah menginjakkan kaki di tempat yang seperti ini.
"Kamu ada di rumah sakit," jawab dokter yang menangani Karin.
Karin baru saja akan bertanya apa itu rumah sakit, tetapi ia mengurungkan niatnya. Bisa-bisa mereka curiga dengan identitasnya, bahkan ia bisa diburu.
"Anda baik-baik saja, Nona?"
"Ya, saya baik-baik saja," jawab Karin kaku.
"Kalau begitu kami permisi dulu, jika anda membutuhkan sesuatu maka tekan tombol yang ada di samping tempat tidur anda."
"Baiklah, terima kasih."
Ruangan ini serba putih dan memiliki bau khas obat-obatan, jelas ini tidak ada di dunia tempat Karin berasal. Di sini jika ada orang sakit maka diobati, jika di sana maka semakin disiksa. Klan Karin memang dikenal dengan kekejamannya, bahkan meskipun ada yang satu bangsa maka mereka takut terhadap klan Tristyla.
Tristyla adalah klan terkuat dibangsa mereka, klan itu bahkan sangat disegani oleh para makhluk immortal. Sayangnya, di Tristyla terkenal dengan kelicikannya. Pemimpin mereka baru saja meninggal beberapa waktu yang lalu, meninggalkan penerusnya yang sekarang entah berada di mana.
Tentu saja untuk keluar dari rumah sakit membutuhkan biaya terlebih dahulu, Karin yang saat itu tidak mempunyai uang terpaksa harus kabur dari sana.
Jam menunjukkan pukul dua belas kurang lima menit, rumah sakit sangat sepi sekali karena sudah menjelang tengah malam. Karin mengganti baju pasien yang dipakainya dengan baju tadi, kemudian mengendap-endap keluar melalui pintu samping.
Tinggal satu lagi, Karin harus melewati satpam yang sedang berjaga di depan. Ia memutar otak mencari alasan yang tepat agar bisa lolos dari kedua satpam itu.
"Dek, mau ke mana?" tanya salah satu satpam ketika Karin melewati pos satpam.
"Mau pulang, Pak. Tadi saya ketiduran di dalam," jawab Karin dengan ramah.
"Malam-malam gini gak ada kendaraan yang lewat, mending balik aja lagi ke dalam."
"Tadi saya sudah minta jemput, katanya tunggu di halte depan."
"Tunggu di sini aja, Dek. Bahaya kalau ke sana sendirian." Satpam yang satunya lagi berkata.
"Gak papa, Pak. Udah biasa, kalau gitu saya ke sana dulu."
"Hati-hati."
"Makasih, Pak."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro