Part 13
Dunia seakan mati, satu suara pun tidak terdengar di telinga Jessy ketika ia membuka matanya. Hutan yang gelap itu semakin tidak memiliki pencahayaan saat ini, mungkin hari sudah menjelang malam.
Gadis itu mengusap tengkuknya yang masih nyeri akibat pukulan tadi. Tiba-tiba ia teringat dengan Nio, mata Jessy langsung membelalak ketika tidak menemukan kakaknya di sana.
Jessy langsung mengucap mantra yang terlintas di pikirannya, di tempat gelap seperti ini tidak mungkin ia mencari Nio tanpa penerangan. Kedua tangan gadis itu mengeluarkan cahaya putih, beruntung sekarang sihirnya sudah bisa digunakan.
Tubuh Jessy berputar perlahan, tangannya mengarah ke depan untuk memberi penerangan. Namun, tidak ada apa pun di sana. Jangkrik yang biasanya menemani malam pun tak muncul.
Kalau begini, bagaimana Jessy menemukan kakaknya? Nio menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Seketika gadis itu teringat dengan sosok yang membuatnya pingsan dan memanahkan racun pada The King Alpha.
"Apa mungkin dia yang membawa Kak Nio?" tanya Jessy.
Suaranya membelah keheningan, mungkin hanya dia yang berada di tempat itu saat ini. Jessy mendadak linglung, bisakah ia kembali? Hutan ini sangat luas, bisa saja ia tersesat.
Saat berjalan masuk ke tempat ini pun ia tidak terlalu memperhatikan detail. Jika tak mengingat harga diri, Jessy rasanya ingin menangis saja.
Gadis itu berjalan ke arah pohon paling besar, batangnya terlindungi dengan akar-akar yang menjalar tak tentu arah. Sinar di tangan Jessy langsung meredup, gelapan kembali menyapa matanya.
Berulang kali ia merapalkan mantra agar cahaya tadi hidup lagi, tapi tidak berhasil sama sekali. "Kak Nio, Jessy takut," gumam gadis itu.
Layaknya seperti anak kecil yang ketakutan, Jessy memeluk erat kedua kakinya. Kepala gadis itu dibenamkan di sana, tubuhnya ikut bergetar karena menahan tangis.
Gadis itu merasa hidupnya akan berakhir saat ini juga, mustahil jika ada orang yang datang ke tempat ini. "Moon Godness, beri aku petunjuk agar bisa menemukan Kak Nio dan keluar dari tempat ini," ucap Jessy.
Pandangan Jessy mulai menggelap kala tubuhnya kembali mendapat pukulan kedua, tapi anehnya saat ini ia masih dalam keadaan sadar total.
Hanya saja ketika ia berusaha untuk membuka mata, seperti ada yang menahan agar kelopak itu terus tertutup. Jantung Jessy berdetak cepat, pikirannya sudah melayang ke mana-mana.
Baru saja gadis itu berpikiran untuk melakukan perlawanan, ia merasakan tubuhnya diletakkan di tempat yang empuk. "Siapa kau? Apa maumu?" tanya Jessy.
Urat-urat lehernya timbul karena berteriak, tapi sosok yang ditanyai tidak membalas satu kata pun. Perlahan Jessy merasa sudah bisa membuka mata, gadis itu memekik kaget ketika melihat Nio berada di sampingnya.
Mata gadis itu menatap ke sekeliling mereka, mencari sosok yang membawanya ke tempat ini. Namun, nihil. Ruangan yang entah apa itu tidak ada penghuni lain selain dua saudara Wilkinson.
"Kak Nio!" panggil Jessy sambil menggoyangkan bahu Nio sedikit keras.
Wajah laki-laki itu sudah tidak sepucat tadi, bahkan terlihat sangat segar daripada ketika mereka berangkat. "Apa aku melewatkan sesuatu? Aku rasa ini agak aneh," gumam Jessy sambil terus memperhatikan wajah Nio.
"Kak Nio, bangun!"
Jessy mencoba merapalkan kembali mantranya, gadis itu berharap kekuatan sihir yang ia miliki bisa berguna saat ini.
Melihat Nio yang terbaring kaku seperti ini rasanya sangat menyakitkan, ia tidak sanggup untuk melihat lama-lama. Sebelah tangan Jessy menggenggam erat tangan kakaknya, meyalurkan energi agar laki-laki itu bisa terbangun.
Kontras dengan tubuh Nio yang semakin sehat, Jessy justru hampir ambruk jika saja laki-laki yang diberikan energi itu tidak menahan bobot tubuhnya.
"Syukurlah Kakak bangun," lirih Jessy.
"Bodoh, pikirkan dirimu sendiri, Jessy!" maki Nio.
Kekesalannya semakin memuncak karena pintu akses di ruangan ini tidak bisa dibuka sama sekali. Berapa kali pun laki-laki itu mencoba untuk membukanya, tetap saja tak berpengaruh.
Nio kembali ke atas ranjang, jarinya mengelus surai Jessy dengan lembut. Rasa sayang laki-laki itu tidak pernah berubah meski adiknya yang satu ini kelewat membangkang, ia sama sekali tak membedakan antara Jessy dan Jeslyn.
Andai saja kembarannya lahir, pasti Nio juga bisa merasakan seperti apa rasanya menjadi saudara kembar. Namun, laki-laki itu tidak menyalahkan kedua orang tuanya, ia tahu jika kehilangan itu disebabkan karena perseteruan besar.
Lambat laun, kesadaran Nio juga mulai menghilang. Mungkin tidur adalah satu-satunya cara agar bisa menghilangkan rasa gelisah yang ia rasakan saat ini.
"Karin, aku mohon bertahanlah," bisik Nio sebelum terlelap.
🐺🐺🐺
Pagi sudah kembali menyapa, tenaga Jessy juga sedikit memulih. Dua saudara Wilkinson itu memutuskan untuk mencoba membuka pintu akses ruangan ini meskipun dengan kekuatan seadanya, dikarenakan tenaga Jessy belum pulih dan kekuatan Nio masih tidak dapat digunakan.
"Sekali lagi, aku yakin kali ini berhasil," ucap Jessy.
Benar saja, ketika pintu ditarik, pemandangan luar langsung terpampang. Namun, dua pasang mata itu menatap tidak percaya dengan keadaan sekitar, burung-burung phoenix sedang berbaris rapi seolah menyambut kedatangan mereka.
"Aku tidak percaya ini," kata Jessy.
"Ah, coba saja aku memiliki ponsel seperti manusia, pasti aku akan membidik dan membagikan ke internet," sambungnya.
Ternyata berada di tempat ini tidak menjadikan obsesi Jessy tentang manusia menghilang, gadis itu bahkan mengetahui kebiasaan para manusia ketika melihat sesuatu yang aneh dan indah secara bersamaan.
Berbading terbalik dengan Nio, laki-laki itu berjalan untuk menghampiri burung phoenix yang berbeda dari lainnya. Entah kenapa seperti ada daya tarik tersendiri pada hewan tersebut.
"Boleh aku memintamu agar menjadi peliharaan istriku?" tanya Nio sambil mengulurkan tangannya dalam posisi terlentang.
Jantung laki-laki itu bedetak cepat karena menunggu reaksi burung phoenix di hadapannya, bahkan ia merasa tidak sanggup untuk berdiri.
Burung di depannya ini lebih bercahaya jika dibandingkan dengan yang lain, tubuh phoenix itu pun terlihat lebih besar dan kekar.
Pergerakan phoenix yang meletakkan kepala besarnya di tangan Nio membuat senyum laki-laki itu melebar, pencarian yang ia lakukan sudah berhasil.
Sekarang Nio tinggal memikirkan cara kembali ke pack, tidak mungkin mereka menetap di sini selamanya.
"Jessy, apa kau memiliki saran?" tanya Nio.
"Aku rasa phoenix bisa membawa kita pulang, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya," jawab Jessy.
Kepala Nio mengangguk, lalu laki-laki itu mengusap burung phoenix di depannya. "Bisakah kau membawa kami pulang?" tanyanya.
Seketika itu pula ukuran phoenix yang semula hanya seukuran burung elang langsung seperti burung raksasa, hewan itu mengisyaratkan agar mereka naik ke punggungnya.
Tak ingin memakan waktu yang lebih lama, Nio membantu Jessy untuk naik terlebih dahulu kemudian barulah ia mengangkat dirinya sendiri.
Phoenix itu meninggalkan kawanannya, mereka mulai terbang melintasi hutan yang dilihat dari atas saja sudah menyeramkan.
"Kak Nio, siapa sosok yang mengobati racunmu? Apa dia juga membawamu pergi dari tempat itu, lalu menjemputku ketika sadar?" tanya Jessy.
****
Gila, ngebut woe ngetiknya🤣🤣
Gimana part kali ini?
Sad banget ngeliat perbedaan komen di part sebelumnya dengan dua part sebelum ini. Kontras sekali😭😭
Dahlah
See you👋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro