Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3


"Pantes, nggak?" bisik Sasi sambil mematut dirinya di depan cermin. Rianti duduk di belakangnya sambil menyusun tumpukan baju gamis yang baru Sasi beli, hasil berburu di instagram. "Kalo lo yang make sih, pantes. Kok gue aneh ya pakai baju gini?"

"Panteees," kata Rianti gemas. "Serius, bagus kok. Warnanya cocok buat lo. Tapi menurut gue yang motif bunga-bunga besar ini kurang pas sama elo," Rianti memisahkan satu baju gamis bermotif bunga yang ternyata setelah dipakai agak norak.

"Setuju, sih," gumam Sasi. "Terus baju-baju lama lo biasanya lo apain dong?"

"Garage sale. Atau ya buat dipakai di rumah aja."

Sebulan setelah pertemuan pertamanya dengan Ryoma, akhirnya Sasi mulai rajin browsing baju gamis di instagram. Toh baju gamis sekarang potongannya bagus-bagus dan harganya terjangkau. Ternyata melihat model-model baju syar'i membuat matanya sejuk – saat itu ia menyadari, ternyata walaupun menyebalkan, kata-kata Ryoma ada benarnya.

"Bagus kok ini. Pakai ini aja buat ke Nurul Iman," kata Rianti sambil menyebut nama masjid yang akan mereka datangi sore ini.

Sasi menghela nafas. "Oke lah. Percobaan pertama. Bismillah, lah, ya."

"Duile pakai baju gamis aja kayak mau ngapain aja."

"Namanya juga pertama, ah!" Sasi menimpuk Rianti dengan bantal sambil tertawa.

Terdengar suara pintu kamar diketuk. Sasi begegas membukanya.

"Sasi, itu si Dani sudah di depan," kata ibu Sasi lembut. "Lho, Sasi sekarang pakai baju begini? Gitu dong, bagus kan kayak Rianti?"

Sasi tersenyum salah tingkah. Di belakangnya, Rianti hanya menyeringai sambil menggumam. "Gue bilang juga apa."

***

Saat membuka pintu mobil, tanpa diduga ternyata sudah ada orang lain yang duduk di jok depan. Kening Sasi langsung berkerut saat menyadari siapa orang itu.

"Hei, Yom. Abis panahan juga?" tanya Rianti santai sambil duduk di jok belakang. Ryoma mengiyakan singkat.

"Panahan?"

"Oh, gue lupa kasih tahu. Mas Dani sekarang lagi nyoba panahan di Senayan, mau coba ikutan?" tanya Rianti.

Dan ketemu dengan si Ryoma ini tiap Sabtu? Sasi hanya nyengir. Thanks but no, thanks.

Sepanjang perjalanan Ryoma dan Dani sibuk mengobrol soal busur dan panah – hal-hal yang tidak Sasi pahami. Sasi sendiri lebih memilih untuk menatap pemandangan Jakarta Selatan yang rimbun dan sejuk di hari Sabtu sore itu. Tak lama kemudian mobil Dani sudah terparkir di Blok M Square dan mereka berempat berjalan bersama-sama menuju Masjid Nurul Iman yang berada di lantai paling atas. Lagi-lagi Dani dan Rianti berjalan mendahului Ryoma dan Sasi, membuat mereka terpaksa berjalan beriringan di belakang.

Di pelataran masjid terlihat banyak orang yang berlalu lalang – pakaian mereka cenderung mirip. Para pria mengenakan celana panjang dan baju koko rapi, sementara para wanitanya mengenakan baju gamis dan jilbab panjang, bahkan beberapa ada yang memakai cadar.

"Harusnya kamu pakai cadar juga tuh," celetuk Ryoma saat melihat seorang perempuan bercadar melintas di hadapan mereka.

Sasi melotot lagi ke arah Ryoma, tapi yang dipelototi malah membuang muka. Apa orang ini tidak bisa menghargai proses orang barang sedikit? Sudah bagus hijrah dari celana panjang ketat ke baju gamis, sekarang masih saja dikomentari. Sasi terlalu malas untuk menanggapinya – di pintu masuk masjid, Sasi kembali mendekat ke arah Rianti dan segera masuk ke masjid, meninggalkan Dani dan Ryoma di pintu depan.

"Tadi ngobrol apa aja sama Ryoma?"

Sasi memonyongkan bibirnya. "Oh, jadi lo sama Dani sengaja ya ninggalin gue sama dia di belakang?"

Rianti nyengir. "Gimana, baik kan orangnya?"

Sasi garuk-garuk kepala. "Baik gimana sih maksud lo? Rese ah orangnya suka nyuruh-nyuruh, banyak komentar, lagi."

"Masa sih? Emang lo disuruh apa?"

"Tadi masa gue disuruh pake cadar. Kenapa sih itu orang? Kayaknya gue ngapain aja salaah terus di depan dia," keluh Sasi. "Jujur aja gue nggak paham kenapa si Dani betah temenan sama dia."

Rianti tersenyum lebar. "Kayaknya itu maksudnya Ryoma muji elo deh."

"Muji gimana?"

"Hmmm... Lo tau nggak kenapa orang pakai cadar?"

Sasi mengangkat bahunya. "Nggak tahu. Tapi setahu gue sih kalau di Arab perempuannya pakai cadar semua."

"Jadi pakai cadar itu ada khilafiyah antar ulama. Ada yang bilang wajib, ada yang bilang sunnah. Kalau wajahnya terlalu cantik sampai bisa menimbulkan fitnah – mungkin maksudnya yang kayak Megan Fox gitu kali ya – itu hukumnya jadi wajib. Mungkin si Ryoma mikir muka lo berpotensi menimbulkan fitnah, kali," kata Rianti.

Bicara soal wajah cantik, yang teringat di kepala Sasi malah wajah Tania dengan mata biru dan tulang pipinya yang tirus memesona. "Tania tuh yang harusnya pake cadar," gumamnya tanpa sadar.

"Masih aja dipikirin?"

Sasi mengangkat alisnya. "Abisan dia 'lebih cantik dari gue' sih. Gimana nggak inget."

"Jadi menurut lo gimana Ryoma?"

"Kok jadi ngomongin Ryoma lagi sih?" protes Sasi.

"Lho, daripada lo ngomongin Tania?" jawab Rianti defensif. "Sori, gue buruk banget kalau lagi mengalihkan isu."

Sasi menghela nafas.

"Jadi, selain ngomongin soal cadar tadi, lo nggak ngobrol apa-apa lagi sama Ryoma?"

"Nggak ada. Gue pelototin dia malah buang muka," jawab Sasi.

"Hmm. Aneh ya," gumam Rianti tanpa sadar.

"Apa yang aneh?"

Rianti tersadar dari lamunannya. "Oh. Enggak... Nggak apa-apa."

Sasimenatapnya curiga, tapi Rianti segera mengalihkannya lagi dengan caramengajaknya pindah ke barisan depan agar bisa mendengar kajian lebih jelas.Sayup-sayup terdengar suara mikrofon diketuk dan pembawa acara mengetespengeras suara – saat kajian dimulai, mereka tidak bisa mengobrol lagi.Setidaknya sementara ini Sasi terbebas dari pembicaraan soal Tania atau Ryoma.    

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro