Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Extra Chapter I - Take a chair

nas's notes: Hi akhirnya aku kembali lagi dengan membawa extra part!

Sebelumnya terima kasih banyak ya udah baca ceritaku tentang Nicholas, Giandra beserta keluarga dan teman-temannya. Bahkan sekarang cerita ini sudah achieve 157k views dan 12k votes. Sekali lagi terima kasih banyak dan semoga teman-teman readers sehat selalu. Aaaminn Ya Allah.

Semoga aku bisa kembali membawa cerita yang lebih baik dan lebih seru untuk diikuti. Sekarang kalian bisa ikuti kisahnya Rayan dan Tanisha di All in Good Time dan juga kisah Aunty Anin dan tunangannya di Thoughtfully Yours :"D (ayo berkunjung karena kisah mereka juga tak kalah serunya)

Meskipun sekarang sudah masuk extra chapter, tetapi jangan lupa untuk tetap vote, komen, dan juga react pakai stiker hewan-hewan di wp itu juga boleh. Mempromosikan cerita ini ke platform lain juga boleh banget! Minggu ini ada yang mempromosikan The Inheritance lewat mfs di x, untuk sendernya, terima kasih banyak sudah marathon dan menyukai ceritaku. Semoga kamu sehat selalu, ya. :")

Terima kasih dan selamat membaca! <3

.








.








.

Madrid, Spain
End of October 2026

Saat Nicholas Wiradikarta berdiri untuk melihat Madrid di malam hari, Giandra dan iris cokelat mudanya tampak memandangi punggung suaminya dari balik pintu kaca. Wanita muda itu tampak duduk di pinggir ranjang dengan terusan berwarna putih tulang dan lace di bagian dada. Yang terpenting adalah bahu dan lehernya terlihat.

Giandra menyisir helaian rambut ikal dan membiarkan rambutnya terjuntai di leher. Bahkan ia sempat untuk menyemprotkan parfum wangi bunga mawar ke beberapa titik di tubuhnya. Giandra sudah siap dan hanya menunggu Nicholas untuk menoleh ke belakang.

Ponsel yang berada di genggaman Nicholas pun bergetar karena telepon dari seseorang. Memang Nicholas sudah berjanji pada Giandra untuk tidak meladeni panggilan siapapun yang berasal dari kantornya, tetapi tak sadar lelaki itu menanggapi panggilan dari Andreyka.

"Ada apa?" panggil Nicholas dari sambungan telepon dengan tangan kiri yang berada di pinggangnya. "Cepat jawab atau aku matikan lagi teleponnya."

"Yang lagi bulan madu galak banget ... Begini, Nicholas. Aku butuh bantuanmu untuk mengedit dan menambahkan bebera—"

"Tidak." Nicholas menolak Andreyka sebelum rekan kerjanya menyelesaikan ucapan dari sambungan telepon.

"Kenapa tidak?"

"Aku sudah mengurus cuti ini dari jauh-jauh hari. Bahkan sehari sebelum aku menikah, aku masih bekerja."

"Ini urgent, Nicky."

"Kalau urgent, seharusnya kamu minta tolong sama orang yang ada di kantor. Bukannya minta tolong sama orang yang lagi cuti. Lagipula, 'kan, ada Gibran. Kamu bisa minta tolong sama Gibran supaya dia belajar juga," tegur Nicholas dan tak sadar ia memutar matanya.

Tak sadar, Nicholas pun menoleh ke belakang. Ia melihat Giandra sedang mengusap linen putih dari ranjang hotel dengan perlahan. Lelaki itu tak berkedip saat Giandra terlihat mengenakan pakaian tidur yang baru saja ia beli saat mereka pergi kemarin. Bahkan melihat helaian rambut istrinya yang menjuntai, tampaknya ia tak sabar ingin memainkan dan menariknya sedikit.

Melihat Giandra, Nicholas sadar bahwa ia sudah tak mendengarkan apapun yang diucapkan oleh Andreyka dari sambungan telepon. Untuk kali ini, Nicholas harus lebih egois untuk dirinya sendiri, apalagi jika Giandra sudah duduk manis sembari menunggu dirinya.

"Aku tidak peduli, Andreyka. Kamu selalu menghubungiku dan aku selalu bisa membantumu, tetapi untuk sekarang, tolong jangan ganggu cutiku."

"Nicky, tunggu—"

Tanpa mendengar respon Andreyka, Nicholas langsung mematikan ponselnya dan membuka pintu balkon kaca. Ia melangkah kembali masuk ke dalam kamar untuk melihat Giandra. Sekarang Giandra melirik ke arah Nicholas yang terlihat mengenakan celana bahan dan kemeja linen putih yang dua kancing atasnya tak terkancing.

"Andreyka menghubungimu?" tanya Giandra saat ia melihat Nicholas kembali dan berdiri di hadapannya.

Lelaki muda itu hanya menganggukkan kepala dengan perlahan. Sekarang ia duduk bersama Giandra dan menaruh ponsel di nakas samping ranjang. Tak ketinggalan, ia melepas jam tangan pemberian Giandra untuk diletakkan di sebelah ponsel miliknya.

"Kenapa, Sayang?" tanya Nicholas.

"Kakak, 'kan, cuti. Buat apa cuti kalau masih dihubungi untuk pekerjaan." Giandra mengeluh sembari menoleh sedikit wajahnya agar Nicholas tak melihat matanya.

Tanpa perlu mencari mata Giandra, lelaki itu sudah tahu kalau Giandra sedikit jengkel. Saat Nicholas ingin memegangi tangan Giandra yang berada di atas linen ranjang, wanita muda itu langsung menarik tangannya.

"Buat apa cuti pernikahan sampai satu bulan itu kalau masih dihubungi soal pekerjaan."

Ucapan Giandra yang bernada sindiran dan bernada kecil itu berhasil membuat Nicholas terdiam. Mereka saling berpandangan dan Giandra hanya mengepal tangannya sendiri.

"Aku minta maaf, ya, Sayangku."

Giandra tak merespon. Bahkan ia tak ingin melihat iris hijau kebiruan milik suaminya.

Lelaki itu terlihat pasrah. Ia menghela nafas dan menundukkan sedikit pandangannya. "Giandra, lihat aku."

Akhirnya Giandra menoleh pada suaminya. Mereka tak merespon apapun. Ia merasa kelewatan dan mengatur. Tak semestinya ia mendikte apa yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh suaminya.

"Aku mengira Andreyka meneleponku untuk hal lain karena dia tidak mengirimiku pesan, tetapi dia meminta tolong soal pekerjaan. Aku tahu dia pasti tidak mau minta bantuan staf lain sehingga ia memilih untuk menghubungiku. Maaf ya aku hampir membuatmu gelisah."

Penjelasan suaminya membuat Giandra terdiam. Wanita muda itu tak mampu merespon dan kini wajahnya memerah. Ia sudah merasa malu karena habis menegur suaminya dan terpikir untuk pergi.

"Aku minta maaf juga karena responku membuatmu jengkel, tapi aku tidak tahan. Aku mau ganti baju dan duduk di tempat lain," ucap Giandra sembari beranjak dari pinggir ranjang.

Sebelum Giandra pergi, Nicholas berinisiatif untuk menahan tangan Giandra dan menariknya. Giandra hampir terjatuh, tetapi Nicholas berhasil menangkap tubuh istrinya. "Jangan. Maksudku, jangan pergi."

Mendengar respon suaminya, Giandra hanya mengkerutkan alisnya. Ia memberikan reaksi bingung, tetapi Nicholas langsung mengajak Giandra untuk berdiri. Tangan lelaki itu berinisiatif untuk mengambil leher dan wajah istrinya untuk mengecup bibir ranum. Melihat bibir Giandra, rasanya lelaki itu ingin mengecupnya lebih lama.

"Aku belum memujimu dan aku tidak salah dengan terusannya. Kamu cantik sekali," puji Nicholas di sela ciumannya.

Kini Giandra memandangi mata Nicholas dan mengecup bibir suaminya dengan perlahan. "Thank you, Baby."

Menyadari bahwa Giandra sudah menanggapi ciumannya, Nicholas pun melanjutkan kecupan dan, sekarang, tangannya sudah menahan bagian belakang leher Giandra. "Aku akan menyesal jika membiarkan kamu pergi."

"Kenapa?" tanya Giandra sembari menjeda ciuman dan berjalan mundur dari tubuh suaminya.

"Kamu cantik sekali, jadi anak cantik sepertimu harus duduk di wajahku."

Tawaran Nicholas membuat Giandra terdiam. Bibir sang puan tak dapat merespon apapun dengan permintaan suami terkasih. Benar-benar tak berkutik, terutama saat Nicholas berjalan maju saat Giandra, secara spontan, mundur dengan langkah kecilnya. Wanita muda itu ingin mengiyakan permintaan suaminya—pipi Giandra sudah begitu merah bak buah apel, akan tetapi ia masih ingin dibujuk oleh Nicholas.

"Kamu belum pernah mencobanya, 'kan?" Nicholas masih mencoba membujuk Giandra. Ia mulai menggenggam tangan Giandra dengan lembut.

Hanya saja, Giandra masih belum merespon. Nicholas, dengan senyuman nakal nan manisnya, berhasil menarik tubuh Giandra. Tangan lelaki itu menggenggam lembut tangan istrinya.

"Mau ya? Duduk di wajahku?"

Tatapan mata Nicholas dengan matanya yang berbinar, membuat Giandra terdiam. Ia menelan saliva dan merunduk. Pikiran Giandra sedang mempertimbangkan permintaan suaminya.

"Apa boleh?" Giandra malah kembali bertanya dengan nada rendah.

"Boleh sekali," balas Nicholas dengan suara lembutnya, "mau, 'kan? Pasti kamu suka."

Giandra menganggukkan kepalanya dengan perlahan. "Iya, aku mau."

Sebenarnya respon Giandra terdengar di telinga lelaki muda itu, namun Nicholas berpura-pura untuk tak mendengarkan ucapan istrinya. "Apa, Cantikku?"

"Aku mau duduk di wajahmu," jelas Giandra sembari melirik ke arah lain.

Mereka hanya saling berpandangan. Bibir Nicholas pun tersenyum dengan mata yang melirik ke bagian pinggul ke kaki Giandra, "lepaskan celana dalammu."

Tak butuh waktu lama, Giandra langsung melepas panties hitam yang ia pakai dengan perlahan. Nicholas langsung mengulurkan tangan untuk mengambil panties dan ia memberikan ponselnya.

"Buka Notion. Ada tulisanku untukmu, tolong bacakan itu untukku sembari kamu duduk dengan nyaman di wajahku," pinta Nicholas sembari mengajak Giandra untuk naik ke atas ranjang. Lelaki itu langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan Giandra masih duduk bertumpu pada lutut.

Giandra membuka ponsel suaminya. Ia membaca halaman Notion yang dimaksud—ternyata suaminya ingin ia membacakan tulisan erotis yang selama ini menjadi draft. Wajah Giandra memerah saat membaca tulisan suaminya dengan cepat. Bukan hanya tulisan erotis biasa, tetapi cara Nicholas menulisnya sangat menggetarkan hatinya.

"Ini tulisan erotis?" tanya Giandra.

"Benar, Sayangku. Aku tidak punya bacaan erotis yang sesuai dengan selera, jadi aku berinisiatif untuk menulisnya. Akan menyenangkan jika kamu yang membacanya sembari duduk di atas wajahku. Telingaku siap mendengarkan bacaan dan desahanmu." Nicholas melanjutkan ucapannya.

Mata Giandra masih membaca apa saja yang ditulis oleh suaminya. Sekarang ia menoleh pada lelaki itu. "Jadi ini ... keinginanmu?"

Lelaki itu mengangguk kepalanya yang sudah bertumpu dengan bantal. Giandra mencoba untuk mendekat, tetapi Nicholas langsung mengambil tangan Giandra dengan perasaan tak sabar.

"Silahkan duduk, Giandra Soerjapranata. Jangan malu dan bacakan untukku," pinta lelaki itu dengan perasaan antusias.

Wanita muda itu langsung mengangkat bagian bawah terusannya dan mencoba untuk duduk di atas wajah suaminya. Akan tetapi, Nicholas langsung menahan paha atas Giandra dengan tangannya dan mulai membasahi klitoris dengan lidahnya. Tubuh Giandra ingin menggeliat dengan permainan lidah suaminya, tetapi ia harus menuruti permintaan lelaki muda itu untuk membaca tulisan erotis untuk membangun hasrat mereka berdua.

this will be continued on another platform (???)

Published on February 8, 2024

nas's notes:
Hiii! Sebenarnya masih ada lagi kelanjutannya, tapi aku akan memindahkannya ke platform khusus (entah privatter atau karyakarsa). Nanti aku berkabar melalui wall dan akun x-ku :"D

TAPI AKU MASIH GALAU. kalian ada suggestion untuk melanjutkan ini di mana?

sebenarnya nicky dan gi ini kan bulan madu di jerman, tapi sekalian euro trip. jadi untuk part ini, mereka memang lagi di madrid. terus juga bisa dibayangin kalau terusan gi yang dimaksud tuh ini:

terima kasih banyak sudah mampir dan nantikan kelanjutan dari part ini atau extra chapterku yang lainnya :"D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro