Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29. Lamentation

nas's notes: hi semua! akhirnya aku update dan aku ingin berbagi targetku di bulan ini.

target septemberku:
50k views 5k votes 1,5k comments

memang sih matok target kayak orgil, tapi enggak apa-apa. mari kita usahakan target itu 🥹🙏🏻

jangan lupa vote and comment. kalo kalian baca offline, bisa nyalain dulu paket data terus vote dan baru matikan lagi paket datanya. 

terima kasih banyak sudah mampir & selamat membaca!

Jakarta, Indonesia
Mid-June 2026

"Kakeknya Giandra, dr. Arif dan Pak Arya, sudah setuju sama Nicholas. Saya juga sudah memberitahu Nicholas agar anak itu segera menikah dengan Giandra."

Rabu malam, Frida Hadiwiryono tampak menerima kunjungan dari Remus Wiradikarta dan Ingrid Ehrlich yang mengunjungi kediamannya. Selain mereka bertiga, ada juga Rayan yang memilih untuk berada di kamar sang nenek yang berada di lantai bawah dan melaksanakan perintah Frida yakni menghubungi Giandra agar datang ke rumah bersama Nicholas.

"Ya Allah, Bu Frida. Nicholas sudah diberi sinyal, kode, atau apalah sejak awal. sayangnya, ia masih saja tidak mengerti sejak awal kalau yang bisa dia lakukan secepatnya adalah mengajak Giandra menikah." Remus menanggapi sembari meminum teh. "Neneknya Nicky, bunda saya, juga menceritakan kalau ia menyukai Giandra dan ingin Nicholas menikah dengan Giandra."

Frida tampak antusias saat ia mendengar ucapan Remus soal teman kecilnya, Agnia. "Saya ingat Agnia kerap meminta saya untuk tidak menerima lamaran laki-laki yang ingin menikah dengan Giandra."

"Kalau begitu, apakah kita bisa mengatur lamaran dan pernikahan mereka?" tanya Ingrid yang tampak sudah yakin dengan obrolan dari dua keluarga.

"Sure," balas Frida sembari tersenyum senang, "kami menyambut rencana pernikahan dengan baik."

Semenit kemudian, mereka mendengar suara orang yang baru saja masuk ke rumah melalui pintu depan. Sebelum Frida menoleh, telinganya sudah menangkap suara dari cucunya yang baru saja datang sembari menggandeng tangan Nicholas dengan jari yang saling tertaut. Terlihat ekspresi terkejut dari wajah Giandra dan Nicholas begitu melihat Frida mengobrol dengan orang tua Nicholas.

Karena sudah ketahuan, Giandra sesegera mungkin melepas tangan Nicholas dari genggamannya. "Aku menyeretnya untuk datang ke sini."

"Tadi tidak begitu." Nicholas mengklarifikasi pernyataan Giandra yang membuat Ingrid tertawa pelan.

Kemudian Frida langsung meminta mereka berdua untuk duduk. Giandra memilih untuk duduk di sebelah Frida, sementara Nicholas mengisi bagian tengan sofa yang berada di antara ayah dan bundanya.

"Apa yang kalian bahas?" tanya Giandra sembari menunjukkan raut wajahnya.

Frida tahu bahwa cucunya pasti bertanya dan ia meremas tangan Giandra. "Kita sedang membahas rencana lamaran dan pernikahan kamu sama Nicholas."

Mendengar bahwa sedari tadi neneknya Giandra dan orang tua Nicholas sudah membicarakan rencana lamaran dan pernikahan mereka, dua orang tersebut tampak terkejut dan tidak percaya. Kini giliran Remus yang tersenyum sembari mengusap punggung anak lelakinya.

"Ini benar?" tanya Nicholas yang berusaha untuk mengkonfirmasi.

"Ya, tentu saja!" Remus menanggapi dengan perasaan senang. "Rencana lamaran kalian di bulan depan dan pernikahan kalian di akhir tahun 2026 atau awal tahun 2027."

Kedua muda mudi itu menampilkan ekspresi terkejut satu sama lain. "Ini ... cepat sekali," ucap Nicholas yang kemudian langsung menelan salivanya.

"Kalian boleh mengkonsep apapun yang kalian inginkan untuk acara kalian, namun kita tetap mewanti-wanti agar tetap sesuai dengan rencana." Frida menambahkan.

Giandra sebenarnya tak percaya dan pikirannya masih memproses apa yang sedang terjadi. Ingrid pun merasa ada yang janggal dan langsung mengajak Giandra untuk mengobrol dua mata di luar ruang tengah.

"Dear, apakah ada masalah?" tanya Ingrid dengan suara lembut dan tatapan dalamnya.

"Aku masih terkejut, Aunty," jawab Giandra dengan matanya yang berkaca-kaca, "sebenarnya aku baru dilamar Kak Nicky dan sekarang aku akan dinikahkan. Aku sendiri masih belum tahu banyak soal apa saja yang dilakukan oleh seorang istri dan bagaimana jika aku tidak bisa?"

Mereka berdua tak dapat merespon apapun. Ingrid sedang memikirkan jawabannya dan Giandra menurunkan tatapannya. "Maaf Aunty, aku tidak mendapat banyak gambaran. Orang tuaku meninggal sebelum aku menjadi dewasa."

Kini giliran Ingrid yang memperlihatkan iris hijau kebiruannya yang berkaca-kaca. Terkadang Ingrid lebih relate dengan eksistensi Giandra—sama-sama anak tunggal, kaya raya, dan hidup dengan baik. Hanya saja, Giandra didewasakan lebih cepat karena kematian orang tuanya yang membuat Ingrid sangat menyukai wanita muda yang tumbuh besar bersama anak-anaknya.

"Maaf ya, Sayang. Sini aku peluk dulu." Ingrid berujar sembari membentangkan lengannya dan membiarkan Giandra memeluk tubuhnya. Tangannya langsung mengusap punggung Giandra dengan lembut. "Giandra anak cantik, kamu bisa belajar dari sekarang—entah dari buku atau pengalaman orang lain, namun kamu baru benar-benar merasakannya saat menikah. Akan ada trial and error, tapi akan selalu ada tempat untuk improvements."

Wanita muda itu masih belum merespon ucapan Ingrid. Sementara Ingrid pun mencoba untuk berbisik. "Saat aku menikah dengan ayahnya Nicky, aku belajar masak makanan Asia. Ia terbiasa dengan makanan barat, namun aku belajar lebih banyak karena ayahnya Nicky memberikan apresiasi. Serta ..," ucap Ingrid yang tampak terjeda dan mencoba untuk mengecilkan suaranya, "aku membiarkan ayahnya Nicky membahagiakan dan menjagaku dengan caranya dan aku melakukan sebaliknya."

Mendengar ucapannya Ingrid, Giandra mencerna pikirannya. Bahkan, ia sudah memiliki pertanyaan lainnya untuk diajukan. "Aunty, apa aku bisa? Aku khawatir karena aku hadir tiba-tiba sebagai calon istrinya Kak Nicky."

Ingrid tersenyum dengan perasaan yakin. Tangannya mengusap pipi Giandra yang tampak basah karena genangan dari matanya yang sudah berkaca-kaca. "My Dear, aku dan Remus sudah menganggapmu sebagai anak. Kamu tidak hadir secara tiba-tiba—aku dan Remus sudah lama menantikan momen kamu akan menjadi anak kita. Memang kita tidak bisa menggantikan Hiram dan Kirana, namun akan menambah cinta mereka menjadi berlipat ganda."

Jawaban dari Ingrid itulah membuat perasaan Giandra jauh lebih baik. Cara orang tua Nicholas dalam menjaganya juga membuat ia jauh lebih bersyukur. Sura juga selalu membantu dan mendengarkan apa yang diceritakan oleh Giandra. Bahkan mendiang Hanneli juga merangkulnya dengan hangat ke keluarga mereka.

"Thank you Aunty Ingrid," ucap Giandra yang kini mulai merasa lega, " Aunty sudah bertanya dan mendengarkan aku ... membuatku jauh lebih baik."

"No worries, My Dear," ucap Ingrid sembari meremas tangan Giandra dengan erat, "seharusnya kamu bisa memanggilku dengan Bunda."

"Bolehkah, Aunty?"

Wanita itupun menganggukan kepalanya dengan antusias. "Tolong, Giandra. Aku sudah menantikan ini sejak lama."

Akhirnya Giandra pun menyetujui dan ia sadar bahwa mereka sudah lama berbicara berdua. "Iya, Bunda. Yuk kita kembali ke ruang tengah."

TBC

Published on September 4th 2024

nas's notes: terima kasih banyak sudah mampir! karena cerita ini sudah 20k otw 21k, jadi aku akan drop bonusan yaaaak

.


.


.

Jakarta, Indonesia
September 2018

Anak perempuan yang saat itu berusia delapan belas tahun hanya memandang lorong rumah sakit dengan raut wajah datar. Ia bisa selamat dari kecelakaan mobil yang menimpanya, namun kecelakaan tersebut juga merenggut nyawa kedua orang tuanya. 

Sejak tadi, ia belum melihat keluarganya yang lain. Hanya saja, ia sudah dikunjungi oleh teman dekat keluarga. Giandra ingat bahwa sahabat ayahnya, Remus Wiradikarta, sudah mengabari kakek neneknya Giandra yang tinggal di Australia dan Singapura. Perjalanan para kakek neneknya pun akan membutuhkan waktu yang tak singkat dan, sekarang, ia sendirian.

Dari anak tunggal yang dinantikan kehadirannya sejak lama, kini ia menjadi anak yatim piatu yang ditinggal pergi orang tuanya dalam hitungan menit.

Kedua iris cokelatnya sudah melihat Remus yang sejak tadi mengurus pemakaman orang tuanya. Kemudian disusul oleh Marco dan Rania Hassan yang membuat suasana jauh lebih histeris. Aunty Rania-nya yang ia kenal sebagai perempuan yang keras pun menjadi rapuh saat melihat dua orang yang selalu banyak membantunya, kini pergi tanpa pamit.

Meskipun Giandra sudah tahu bahwa ia akan ditinggal oleh orang tuanya, namun ia tidak menduga bahwa cara mereka meninggalkan Giandra pun tidak terprediksi. Sayangnya, pikirannya sudah dipenuhi oleh emosi dari ucapan terakhir mom sebelum meninggal.

Anindya, tolong bertahan untukku dan dad ... terima kasih sudah datang ke hidup kita .... 

Itulah momen terakhir ia mendengar dirinya dipanggil Anindya oleh mom dan, sekarang, rasanya jauh lebih beda karena orang tuanya memanggilnya dengan Anindya dengan maksud. Meskipun para kakek neneknya juga masih memanggil dengan cara yang sama.

Seorang wanita dengan rambut cokelat terang dan iris hijau kebiruannya tampak menyadari keberadaan Giandra yang sedang duduk sendirian di lorong. Ia memutuskan untuk menghampiri Giandra dan duduk bersamanya.

Mereka berdua tidak saling menyapa, apalagi memulai obrolan. Ingrid bingung karena Giandra tidak menunjukkan ekspresi sedih atau marah—hanya diam dan melihat ujung sepatu Converse yang ia kenakan atau sekeliling rumah sakit.

"Gi, ayo pergi makan sama aku."

Suara lembut yang familiar bagi pendengaran Giandra pun tampak membuatnya merasa lega karena ada seseorang yang akhirnya duduk bersama dan mengajaknya makan. Ajakan makan dari seorang Ingrid Ehrlich tampak menjadi hal yang menyenangkan, meskipun ia sudah melalui hari yang sangat berat dan Giandra sudah menghabiskan waktu dengan duduk di bangku rumah sakit.

"Bagaimana kalau kita makan kue?" Ingrid memberikan saran sembari mengenggam tangan Giandra. "Aku tahu kalau kamu belum makan, namun aku ingin kamu melewati hari dengan makan makanan enak. Meskipun hari itu sudah mengecewakanmu."

Akhirnya Giandra pun mengangguk dan mengenggam balik tangannya Ingrid. "Ayo Aunty, aku ingin makan kue cokelat."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro