CHAPTER 042 [END]
Dari semua mantan yang pernah masuk daftar hitam dalam sejarah perkencananku, maka Jared adalah yang terparah; psycho, obsesib, dan fanatik. Kukatakan demikian karena lelaki itu adalah dalang dari semua keadaanku saat ini.
Seperti mengalami kecelakaan hebat, tidak sedikit tulang-tulangku patah dan retak, beberapa bagian tubuh mendapatkan lebam hasil pukulan dari sang algojo dan lelaki itu sendiri, serta yang terakhir luka psikologi adalah hal terburuk selama aku dalam masa perawatan di rumah sakit.
Lima hari berada di rumah sakit, meski mendapatkan fasilitas VVIP sebagai bentuk pertanggungjawaban Vektor atas ide gilanya--menjadikanku sebagai tumbal sepihak demi menyelesaikan kasusnya--bukanlah ide terbaik untuk kebaikanku. Memang, luka di tubuh bisa diobati oleh peralatan serta tenaga professional. Namun, bagaimana dengan luka batin yang mendatangkan mimpi buruk setiap malam?
Tidak semudah itu untuk sembuh, meski dengan menggunakan jasa psikiater atau pun obat penenang.
"Barb?" Aku menoleh ke arah toilet ketika Vektor memanggilku. Rambut dan wajahnya tampak basah, tetapi segera ia keringkan menggunakan handuk. "Apa kau baik-baik saja?" Itu adalah pertanyaan yang sama setiap harinya.
"Apa kau pikir aku baik-baik saja dalam keadaan seperti ini?" tanyaku penuh sarkasme, sambil menunjuk ke sekujur tubuhku menggunakan sorot mata. "Di mana Harding? Mengapa susah sekali kau memberitahuku? Lalu bagaimana dengan keluargaku? Serius, aku akan menuntutmu jika--"
"Trims." Vektor memotong ucapanku--selalu ia lakukan setiap kali aku mengomel akibat peristiwa sialan itu--sambil mengalungkan handuknya di leher. "Berkat kau semua korban atau pun calon korban dari kejahatan mereka bisa diselamatkan. Setidaknya kau telah memutus satu rantai."
Akhirnya Vektor membicarakan hal selama ini ia hindari. Aku mengembuskan napas panjang lalu memberikan senyum tulus, sambil menunggu kalimat selanjutnya. Namun, hingga detik kedua puluh Vektor sama sekali tidak memberikan tanda-tanda bahwa dia ingin berbicara lebih lanjut. Sehingga sembari terus memandang saat Vektor mengenakan T-shirt serta jaket kulitnya, aku berdeham pelan.
"Sial, aku sudah terlalu kenyang mendengar ucapanmu barusan. Berulang kali kau mengatakan hal serupa, tetapi selalu hanya berupa kalimat yang tidak rampung."
Vektor berdiri di depan tempat tidur rumah sakit yang sama sekali tidak nyaman ditiduri. Kedua tangannya ia masukkan di dalam saku celana jeans, seolah ingin bergaya keren. Namun, waktunya sangat tidak tepat. "Jadi apa yang ingin kau ketahui?"
"Harding?"
"Dia di tempat yang aman."
Aku cemberut mendengar jawaban kurang memuaskan itu. "Di mana?"
"Jelasnya masih di Manhattan."
Mendecak kesal, aku kembali bertanya, "Bagaimana dengan Kath dan Coralline? Apa mereka mengetahui keberadaan dan nasib sial akibat ide cemerlangmu ini, eh?"
Refleks kedua alis Vektor menyatu. "Apa kau tidak memiliki rasa bangga karena telah menyelamatkan banyak wanita yang tentunya bernasib lebih malang, daripada kau?"
"Tentu saja aku bangga. Hanya saja jika kau memang ingin tahu aku ... hanya tidak mampu menerima ide tanpa persetujuanku itu." Tanpa sadar, aku meninggikan sedikit suaraku dan itu cukup menyakitkan, akibat ketegangan otot yang menghasilkan perasaan nyeri di beberapa bagian yang lebam. "Aku hanya ingin kau memperlakukan seperti manusia normal, bukan seperti manusia yang harus dijaga ketat hingga menimbulkan tekanan.
"Kau tahu, sikapmu yang seperti itu membuatku kesulitan untuk menghilangkan mimpi buruk akibat tragedi beberapa hari lalu. Aku ingin kau terbuka, sehingga aku bisa bernapas lega tanpa harus memikirkan semua kemungkinan terburuk."
"Well, I'm so sorry, Barb."
"Just ... answer me," kataku menegaskan agar Vektor tak lagi bertele-tele.
Vektor menatap ke arah jendela kaca yang memberikan pemandangan gedung-gedung pencakar langit. Sekarang langit sedang begitu cerah, sehingga bisa kubayangkan betapa panasnya di luar sana sampai kau membutuhkan pakaian anti gerah dan satu scop es krim.
Oh, ya Tuhan! Fokus Barbara. Aku menggeleng pelan sembari memejamkan mata. "Vektor ...."
"Keluargamu sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Namun, aku tidak bisa menjawab keberadaan Harding lebih dari yang kukatakan sebelumnya. Hanya saja, jika kau penasaran dengan aksi heroikmu beberapa hari lalu ....
"Aku harus memberitahukanmu bahwa kau berhasil memenjarakan Yoshua dan mengenai Jared, kau harus percaya ... aku tidak membunuhnya karena mustahil satu buah peluru mampu meledakkan kepala seseorang."
"Lalu?" Atensiku mengarah begitu saja dengan apa yang dibicarakan Vektor.
"Kami menemukan sesuatu di tubuh Jared, memiliki sisa-sisa senyawa kimia yang memicu ledakan seperti senjata membunuh jarak jauh. Kami rasa itu adalah alat pemutus rantai, maksudku seperti membunuh seseorang demi melindungi seorang pimpinan.
"Sial! Itu memang sering kali terjadi dan sangat memuakan karena kejahatan jadi sulit untuk dimusnahkan."
"Well." Kedua alisku terangkat. "Setidaknya kita selalu berusaha. Namun, ada hal lain yang ingin kudengar," kataku masih dengan tujuan serupa dan menjadi kemungkinan kecil untuk dijawab karena detik itu juga, ponsel Vektor berdering.
"After a minute," ucap Vektor sembari memperlihatkan ponsel yang berbunyi, menampilkan seseorang tanpa nama memanggilnya.
Dan tentunya, mau tidak mau aku pun harus setuju.
Vektor menutup pintu kamar tempat aku mendapatkan perawatan, meninggalkanku sendirian dengan kondisi tubuh--nyaris--mirip mummi. Jika sudah dalam keadaan seperti ini, maka satu-satunya yang kulakukan hanya diam sembari menonton telivisi membosankan karena tidak mampu mengganti siarannya.
Sepuluh menit berlalu dan Vektor belum menunjukkan tanda-tanda bahwa ia selesai dengan teleponnya. Kebosanan pun merayap semakin menjadi-jadi, membuatku sesekali menyanyikan lagu halleluya saking tidak tahu lagi harus berbuat apa. Hingga di detik berikutnya, suara ketukan pintu terdengar jelas di telingaku.
"Siapa?" tanyaku waspada karena masih terlalu khawatir jika di balik sana adalah orang jahat yang mencoba mengelabui.
Pelan-pelan, aku berusaha meraih tombol darurat. Terutama saat keheningan menyambutku dan hanya dibalas oleh ketukan berulang kali.
"Siapa di sana?" tanyaku sekali lagi dan jantungku bekerja berkali-kali lipat saat ini. "Aku tahu kau bisa berbicara."
Jawaban masih tidak kudapatkan. Hanya ketukan yang terus terdengar dengan tempo cukup pelan, sehingga ketika rasa muak menghampiri dan aku ingin menekan tombol panggilan darurat suatu kebisingan di luar jendela mengalihkan perhatianku.
Aku menoleh, tidak percaya dengan pemandangan yang ada dan bahkan secara tak sadar mengumpat saking terkejutnya.
Katakan bahwa ini adalah kejutan di waktu yang salah. Namun, meskipun begitu perasaan lega seketika merasuki seluruh jiwaku. Harding dengan sikap gentleman dan norak-nya berdiri di jembatan--yang biasa digunakan para pekerja pemasangan kaca--dengan sebuket bunga mawar berwarna putih.
Ukurannya memang tidak sebesar seperti yang lalu. Namun, melihat bagaimana ia melakukannya--di mana itu benar-benar diluar dugaanku--berhasil membuat tangis haru mengalir.
Sungguh aku merindukan Harding. Lelaki dengan baju yang sama denganku, bersama alat bantu berjalan karena terdapat balutan gips di kaki kirinya. Ia tersenyum lebar ke arahku dan aku pun membalasnya lalu di saat ia membentangkan gulungan kertas yang berada di tangannya ....
"Oh my God!" Aku berseru, menatap tak percaya dan jika aku tidak ingat bagaimana kondisiku saat ini, maka dapat dipastikan bahwa aku akan berlari memeluk Harding.
Ia mengacungkan ibu jari, pertama mengarah ke atas kemudian kebawah. Aku tahu maksudnya dan dengan tersenyum sembari memberikan anggukan lemah, kuberikan ibu jari yang mengarah ke atas.
"Yes, I do," kataku dan detik itu juga puluhan kelopak bunga berjatuhan menimpa Harding. Aku tertawa pelan, sekaligus iri di mana seharusnya kami berdualah yang berada di sana sambil berciuman.
Dan belum ada hitungan kelima detik, suara pintu yang dibuka dengan sangat berisik karena ditambah sorakan beberapa mulut, sukses mengalihkan perhatianku.
Vektor, Kris, dan Corraline berlari menghampiriku dengan sekeranjang kelopak bunga di tangan mereka masing-masing.
Berteriak menyoraki dengan umpatan yang dibalut ucapan selamat, mereka melempariku dengan kelopak bunga konyol tersebut.
Yeah, konyol, tapi aku menyukainya dan tidak akan terasa lengkap tanpa kehadiran Harding di sisiku. Beruntung, Vektor cukup peka (atau memang seperti itu skenario mereka) di mana ia buru-buru membuka jendela dan membantu Harding untuk masuk. Sungguh cara mendatangi seorang gadis yang sangat tidak sopan!
Berjalan dengan dibantu oleh Vektor, Harding menghampiriku dengan senyum paling menawan yang sangat kurindukan dan setelah ia benar-benar sampai di sisiku, lelaki itu berkata, "Barbara Holder, would you to be my wife and spend all your time with me?"
Dan bagaimana kehangatan bagai di musim semi seketika merayap ke seluruh rongga tubuhku. Aku mengisyaratkan agar Harding mendekat, di mana seperti memiliki ikatan batin ia langsung mendekatiku.
Merengkuh seluruh tubuhku ke dalam pelukannya, seperti kami berdua saling merindukan satu sama lain.
... atau mungkin tidak. Kami berdua memang sedang sangat saling merindukan.
Sehingga satu-satunya kata yang terbesit dalam otakku hanyalah, "Yes."
Dan ucapan selamat pun terlontar dari mereka yang berada di sini. Kath, Corraline, serta Vektor melempari kami dengan kelopak bunga sembari mendorong Harding agar segera melakukan upacaranya.
Harding tertawa pelan, lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan kotak kecil berwarna merah.
"Terimalah sebagai tanda kau bersedia menjadi teman hidupku," katanya sambil mengambil tangan kananku dan menyematkan cincin terindah dalam hidupku.
"I love you, Harding."
"And it will be love you more, Barbara." Harding mengusap kepalaku dan sedetik kemudian bibir kami pun saling menyatu, seiring dengan kemeriahan suka-cita ketiga kerabat serta teman dekatku.
***
Tamat ^^
And this is question time (mohon dijawab supaya diriku senang ya)
1. Alasan kalian buat buka cerita ini?
2. Kesan pertama kalian waktu baca lima bab awal?
3. Kesan dan pesan kalian dengan cerita ini?
4. Apa yang kalian suka dan tidak suka dari cerita ini?
5. Beritahu aku kekurangan dan kelebihan cerita ini?
6. Beri skor 0 sampai sepuluh untuk cerita ini?
7. Kalau aku bikin cerita berlatar western lagi, apa kalian mau mampir?
Terima kasih banyak sudah mampir ^^ semoga kalian suka dengan endingnya yaa.
Bulan depan aku bakal nulis cerita baru dengan genre teen dan mungkin juga akan nulis genre romance.
Teen untuk project dan romance untuk lomba. Doakan semoga bisa berjalan dengan lancar yaa.
Salam sayang dariku. <3
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro