CHAPTER 036
"Please, just one kiss and come back to me before you really kill me, Barbara."
Itu adalah kalimat yang paling kuhindari saat ini dan Harding justru mengatakannya. Aku menunduk, memilih untuk tidak menatap lelaki tersebut dan hanya mengamati kedua tangan saling bertautan di balik meja. Dalam diam, aku mencoba untuk memahami emosi di antara kami berdua, sebelum memutuskan tindakan terpantas atas semua sikap Harding serta sebisa mungkin tidak bersikap egois.
Sebisa mungkin, kucoba untuk menjauhkan memikirkan tentang, bahwa hanya aku yang menderita. Hanya aku yang menangis. Dan Hanya Harding yang memiliki peran sebagai pelaku dari semua ini. Karena kenyataannya, aku pun tahu Harding tidak bertemu dengan wanita lain, tidak bersenang-senang selama aku menghilang, bahkan tidak membiarkanku pergi begitu saja.
Selama ini dia mencariku, mengamatiku, dan ke mana saja aku hingga bisa memikirkan bahwa Harding-lah yang menipu sekaligus menyakitiku.
Aku menatap Harding dari balik bulu mataku. Ia tidak berpindah sedikit pun--masih dengan posisi serupa--yaitu menatapku dengan sejuta harapan berselimut rasa frustrasi tersirat dalam kedua netranya.
Maafkan aku, Harding. Seharusnya kita tidak seperti ini dan seharusnya bukan seperti itu awalnya jika berakhir saling menyakiti hati.
"Come to me and kiss me," kataku akhirnya dengan berbisik dan seperti memiliki indra pendengaran terbaik di dunia, Harding meletakkan kedua tangannya di rahangku, mengangkatnya lembut hingga aku bisa melihat wajahnya dengan sangat jelas.
Dia masih Harding-ku yang dulu.
Ciuman yang rapi seperti biasa, begitu lembut layaknya permen kapas, dan rapuh bagaikan abu saat tersentuh kulit--membekas, tapi gampang dihancurkan. Seperti itulah rasa Harding saat ini, ketika bibir kami saling bertautan, saling melilit lidah dengan hati-hati dan diakhiri dengan pelukan erat dari Harding.
"I really miss you," ujarnya. "Jika bukan karena Vektor yang menahanku, percayalah aku bisa saja mendatangimu di waktu pertama kau--"
"Harding," selaku lalu memberikan ciuman singkat di bibirnya. "Bagaimana kau bisa menemukanku?" Tidak perlu menjaga jarak untuk menjawab pertanyaan ini karena yang kuinginkan adalah melihat kejujuran di mata Harding.
Harding menahan kedua tangannya di rahangku, terutama ketika tangan kami saling bertautan di sana. Jarak kami sangat dekat, hingga embusan napas Harding mampu menyapu hidungku.
"Kau yakin ingin tahu, Barb?" Suara Harding terdengar seksi di telingaku dan aku mengangguk. "Fine. Aku adalah lelaki yang pernah kamu berikan roti, saat makan siangku jatuh berantakan akibat ulah sekelompok manusia haus pujian."
Refleks kedua alisku mengerut. Otakku sebisa mungkin, berusaha membuka laci-laci berisi memori lama tentang di mana dan kapan aku memberikan roti kepada makhluk setampan Harding. Maksudnya, masa remajaku tidaklah semanis fiksi remaja, di mana gadis rapuh--korban bullying--akhirnya bertemu lelaki tampan yang akan menjadi superhero. Aku adalah superhero-ku sendiri, tidak ada bantuan, tidak ada cinta, selain persahabatan bersama Vektor, sehingga ....
... kurasa aku tidak ingat atau tidak tahu tentang di mana keberadaan Harry yang katanya aku memberikan roti sebagai ganti makan siangnya.
"Harding, kupikir kau salah jika mengatakan hal demikian kepadaku. Kurasa, aku bukan orangnya." Kulepaskan tanganku yang berada di punggung tangan Harding kemudian memundurkan tubuh, menjaga jarak terhadap lelaki itu. "Aku bukanlah superhero untuk orang lain, yang kulakukan hanyalah kebetulan-kebetulan kecil tanpa harus diingat sebagai sesuatu--"
"Yang kau lakukan bukanlah hal kecil." Harding duduk di hadapanku, sambil menggenggam tanganku seolah khawatir jika aku kembali meninggalkannya. "Piggyman, jika itu bisa membuatmu teringat sesuatu."
Aku menggigit bibir bawahku, secara paksa bagian terpencil dari laci otakku terbuka dan saking bekaratnya kerutan di kening pun tergambar jelas dari cermin di balik punggung Harding yang memiliki tugas sebagai dekorasi rumah makan. "Piggyman," kataku mengulang ucapan Harding, hingga tanpa sadar lekungan tipis tergambar dari dua sudut bibirku.
"Long time no see you, Barbara." Harding mencium tangan kananku dan mengusapnya dengan lembut. "Kuharap kau tidak melupakanku."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro